HARIANHALUAN.COM - Banyak startup dan perusahaan teknologi besar yang melakukan pemutusan hak kerja alias phk karyawan. phk karyawan terjadi sejak awal tahun lalu hingga sekarang masih terus terjadi.
phk karyawan yang dilakukan pun bukan sedikit, melainkan dalam jumlah ratusan hingga puluhan ribu pegawai. Pemecatan yang terjadi ini banyak yang berpikir alasan satu dengan yang lainnya sama.
Dilansir dari The Verge, alasan phk karyawan yang diungkapkan perusahaan karena faktor makroekonomi yang membuat kondisi saat ini di luar ekspektasi.
Baca Juga: Cara Mengatasi IMEI iPhone Diblokir, Inilah Solusinya
Bahkan perusahaan banyak yang memberikan pernyataanm mereka tidak menduga konsumen akan beralih ke offline lebih cepat. Sebab mereka berpikir bisnis online masih akan menghasilkan seperti pada puncak pandemi.
Namun beberapa ahli manajemen dan perekonomian yang diwawancarai The Verge mengungkapkan, adanya PHK massal yang terjadi pada startup dan perusahaan raksasa seperti, Google, Meta, Amazon dan Microsoft.
Menurut Wakil Dekan di MIT Sloan School of Management, Michael Cusumano, salah satu faktor utamanya adalah perubahan cara investor dalam menetapkan valuasi perusahaan.
Baca Juga: Kemana Ruh Hewan Setelah Mati, Masuk Surga atau Neraka? Ini Penjelasan Menurut Islam
Saat pertumbuhan perusahaan meroket, ditandai dengan pendapatan yang melonjak 20 persen hingga 30 persen setiap tahun, profitabilitas bukan hal yang penting.
"Namun, sekarang kita sedang tidak dalam periode pertumbuhan. Jadi investor lebih berhati-hati," kata Cusumano.
Cusumano mengungkapkan perusahaan teknologi global, menyimpan puluhan hingga ratusan miliar dolar di kas mereka. Artinya, sebetulnya mereka punya kapasitas untuk mempertahankan pegawai.
Baca Juga: Demokrat Ungkap Makna yang Terkandung di Balik Bendera Partainya, Oh seperti Ini Ternyata!
Namun, dana tersebut biasanya tidak digunakan untuk operasional. Permasalahannya, saat investor membaca laporan keuangan, mereka juga jarang memperhatikan cadangan kas tersebut.
Investor lebih suka menggunakan cara lain dalam menilai prospek perusahaan, salah satunya adalah pendapatan per pegawai.
Permasalahannya, industri teknologi saat ini berhadapan dengan perlambatan pertumbuhan pendapatan bahkan penurunan. Di sisi lain, lonjakan pendapatan selama pandemi membuat mereka menambah jumlah pegawai secara agresif dalam 1-2 tahun terakhir.
Baca Juga: Bongkar Kekurangan Redmi Note 12 Pro, Mid Range yang Hampir Setara Ponsel Flagship
Hasilnya kini, rasio pendapatan per pegawai di perusahaan teknologi, merosot tajam.
Cusumano menjelaskan perusahaan seperti Microsoft seharusnya membukukan pendapatan US$500 ribu untuk setiap pegawai mereka, atau minimum US$300 ribu per pegawai.
"Saat rasio turun di bawah itu, mereka mulai cemas soal jumlah pegawai. Ini yang dilihat oleh investor dan petinggi perusahaan dalam periode tahunan, bahkan per kuartal," jelasnya.
Baca Juga: Cara Mengatasi IMEI iPhone Diblokir, Inilah Solusinya
Teori yang melatarbelakangi keputusan PHK massal adalah kebijakan tersebut menghemat uang perusahaan, meski harus merelakan jutaan hingga miliaran dolar untuk pesangon.
Perusahaan menilai, dengan ongkos gaji yang lebih rendah, biaya operasional perusahaan juga lebih rendah dalam jangka waktu yang lebih panjang. Meskipun, Cusumano tidak yakin realitanya sama dengan teori.
Menurut profesor di Stanford Graduate School of Business, Jeffrey Pfeffer hanya ada sedikit bukti empiris PHK membantu meningkatkan profitabilitas, dan ada juga bukti yang menyatakan PHK malah merugikan profitabilitas perusahaan.
Baca Juga: Fakta Tersembuyi Galaxy S23 Series Indonesia, Beri Sinyal Chipset Buatan Samsung Exynos akan Berakhir
"Sering kali, perusahaan tidak memiliki masalah biaya. Mereka memiliki masalah pendapatan. Dan memangkas jumlah karyawan tidak akan meningkatkan pendapatan Anda. Itu mungkin akan menguranginya," tuturnya.
Literatur tentang apakah PHK benar-benar ampuh untuk meningkatkan harga saham juga beragam.
Salah satu penelitian menyatakan keputusan menutup perusahaan dan melakukan PHK, lebih baik daripada perusahaan yang hanya melakukan PHK. Selama pandemi virus Corona 2020, bahkan PHK sama sekali tidak berpengaruh pada harga saham.
Baca Juga: Kemana Ruh Hewan Setelah Mati, Masuk Surga atau Neraka? Ini Penjelasan Menurut Islam
Namun satu yang jelas, PHK berdampak pada para korbannya. Penelitian Pfeffer menemukan PHK bisa 'membunuh' orang, dengan meningkatkan risiko kematian seseorang karena bunuh diri dan dengan meningkatkan stres, baik di antara orang yang diberhentikan maupun di antara mereka yang tetap tinggal di perusahan.
PHK juga dapat mengurangi produktivitas di antara mereka yang tetap bekerja.
"Jadi mengapa melakukan PHK sama sekali jika tidak benar-benar berhasil? Manusia selalu berbuat bodoh," kata Pfeffer.(*)
Artikel Terkait
Baru saja Beli Twitter, Elon Musk Malah akan PHK Karyawan 75 Persen
Belasan Perusahaan Garmen di Jawa Barat PHK Karyawan, Pemerintah Diharapkan Perluas Pasar Ekspor
Dituding Dukung PHK Karyawan PT Tirta Investama Solok, Gubernur Beri Klarifikasi
Berikut Daftar 18 Perusahaan RI yang PHK Karyawan
Fakta Terkuak! Ternyata Ini Alasan Kenapa JD.ID PHK Karyawan dan Tutup Permanen