NEW YORK, HARIANHALUAN.COM - Setelah mencapai tingkat tertinggi dalam beberapa minggu, Harga Minyak relatif stabil pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB). Hal ini juga disebabkan oleh meredanya ancaman terhadap produksi Teluk AS dari Badai Nicholas.
Pada Rabu September lalu, brent menyentuh level 76,13 dolar AS, tertinggi sejak 30 Juli 2021. Namun untuk pengiriman November, Harga Minyak mentah brent mengalami kenaikan 21 sen atau 0,3 persen, menjadi menetap di 75,67 dolar AS per barel.
Untuk pengiriman Oktober, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mengakhiri sesi tidak berubah pada 72,61 dolar AS per barel setelah naik ke level tertinggi sejak 2 Agustus sehari sebelumnya.
"Dengan harga sekarang kembali di sekitar tertinggi musim panas, kami melihat beberapa aksi ambil untung, tetapi reli terus terlihat didukung dengan baik," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA, dikutip dari suaramerdeka.com dengan judul Harga Minyak Relatif Stabil Seiring Meredanya Ancaman pada Produksi Teluk.
Setelah Badai Nicholas melewati Texas awal pekan ini, sejumlah perusahaan energi Teluk AS telah dapat memulihkan layanan pipa dan listrik dengan cepat.
Pemulihan ini memungkinkan mereka untuk fokus pada upaya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh Badai Ida beberapa minggu sebelumnya.
“Ketika Nicholas menyelamatkan produksi AS dari gangguan lebih lanjut, sulit untuk melihat bagaimana Harga Minyak dapat meningkat lebih lanjut dalam waktu dekat. Kapasitas produksi minyak yang terpengaruh Ida terus pulih di AS,” kata analis Rystad Energy, Nishant Bhushan.
Minyak melonjak pada Rabu (15/9/2021), didukung oleh data yang menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun lebih besar dari perkiraan 6,4 juta barel pekan lalu, dengan fasilitas minyak lepas pantai masih belum pulih dari dampak badai Ida.
brent telah reli sekitar 45 persen tahun ini, didukung oleh pengurangan pasokan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, ditambah beberapa pemulihan dari jatuhnya permintaan terkait pandemi tahun lalu.
Minyak juga mendapat dukungan dari lonjakan harga listrik Eropa, yang melonjak karena faktor-faktor termasuk persediaan gas yang rendah dan pasokan gas yang lebih rendah dari normal dari Rusia. (Tim SMcom1/suaramerdeka.com)