Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan bahwa dampak dari ketegangan China dan Taiwan bisa lebih buruk dibanding perang Ukraina-Rusia.
Pertama, Taiwan sebagai proxy war antara kepentingan yang lebih luas, yaitu AS dan China. Sementara dua negara raksasa memiliki kaitan terhadap tujuan ekspor tradisional Indonesia masing-masing 21% dan 11% dari total ekspor.
"Artinya, 32% atau sepertiga ekspor Indonesia terancam, dan menurunkan surplus neraca dagang," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Minggu(7/8/2022).
Kedua, secara geografis, posisi Taiwan ada di Asia yang berarti statusnya lebih berpengaruh dibanding Ukraina-Rusia. Persepsi investasi di kawasan Asia akan dipengaruhi kelanjutan konflik di Taiwan.
Baca Juga: China Marah Besar! Siapkan Jet Tempur dan Rudal Saat Kunjungan Ketua DPR AS ke Taiwan
Ketiga, langkah China memberi sanksi ke Taiwan menambah panjang deretan negara yang melakukan proteksi ekspor pangan setelah sebelumnya ada 30 negara yang lakukan hal serupa dengan berbagai alasan.
"Justru ini kesempatan bagi Indonesia untuk penetrasi ekspor makanan jadi, buah buahan dan sayuran ke Taiwan. Sejauh ini ekspor sayuran ke Taiwan cukup besar. Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif dalam bahan baku makanan minuman dan makanan jadi," ungkap Bhima.
Baca Juga: Tegas! Ini Peringatan Xi Jinping ke Biden Soal Taiwan
Tapi, secara risiko kalau Taiwan dan China jadi perang dagang maka eskalasi konflik akan mempengaruhi pasokan semikonduktor sehingga penjualan mobil di Indonesia bisa tertekan.
Artikel Terkait
Kecelakaan Kerja, Pria China Rei Wencay Dievakuasi ke RSUD Zainoel Abidin
Puncak Ketegangan dengan China, Pati Kemenhan Taiwan Ditemukan Tewas
Duarr! China Lepaskan Tembakan pasca Aktivis HAM Taiwan Bertemu Ketua DPR AS