Laura Denman, Ekonom di S&P Global Market Intelligence, mengungkapkan data survei terbaru konsisten dengan peningkatan kesehatan manufaktur Indonesia sejak Januari lalu.
"Kondisi permintaan yang lebih kuat membantu untuk mendorong peningkatan pesanan baru yang paling tajam dalam hampir setahun ini," kata Laura.
Laura menambahkan peningkatan permintaan juga mempengaruhi aktivitas pembelian, yang meningkat pada kecepatan paling tajam dalam delapan bulan.
Perbaikan permintaan juga mendorong peningkatan yang lebih kuat dalam produksi, serta lapangan pekerjaan. Di sisi lain, IHS Markit melihat adanya pelunakan dari tekanan inflasi.
Meskipun perusahaan manufaktur Indonesia umumnya yakin bahwaoutputakan meningkat selama tahun depan, IHS Markit tetap melihat tingkat sentimen positif turun ke terendah tiga bulan dan tetap di bawah tren sejarah.
Namun, rilis data ekonomi yang solid tersebut tampaknya belum dapat mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Di Asia, mayoritas mata uang juga berguguran, di mana baht Thailand menjadi mata uang berkinerja terburuk dan terkoreksi dalam sebesar 0,82% terhadap si greenback. Disusul oleh Mata Uang Tanah Air dan dolar Taiwan yang melemah masing-masing sebesar 0,36% dan 0,34% di hadapan dolar AS.
Sementara itu, hanya yuan China yang berhasil menguat tipis 0,09% dan dolar Hong Kong bergerak stagnan terhadap dolar AS. (*)
Artikel Terkait
Tidak Gampang! Ini Sederet Prosedur Tukar Uang Baru Rupiah Emisi 2022
Selain Endorsement, Ini Sumber Pundi-pundi Rupiah Sisca Kohl
Segera Cek Dompet! Dua Uang Rupiah Ini Tidak Laku Lagi
Wanita Ini Kembalikan Uang Tunai Sebesar 8 Juta Rupiah dari KFC yang Terselip di Pesanannya
Duh..! Rupiah Tembus Rp15.200 per Dolar AS, BI Ungkap Biang Keroknya