Minta KLHK Terbuka Soal Kerusakan Lingkungan, Dedi Mulyadi: Kita Malu Sama PP pp Harimau yang Halangi Eskavato

- Kamis, 27 Januari 2022 | 06:45 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi
Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi

JAKARTA, HARIANHALUAN.COM - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk lebih terbuka menjelaskan berbagai aspek yang terjadi pada berbagai kasus kerusakan lingkungan di Indonesia.
 
Menurut Dedi berbicara soal lingkungan KLHK hanya harus fokus pada dua hal. Pertama adalah menjaga yang sudah ada seperti gunung, sungai dan hutan agar terus berkesinambungan tidak ada lagi perusakan, penebangan, pencemaran hingga penambangan baru. Kedua adalah recovery seperti gunung, aliran sungai dan hutan yang rusak.
 
 
“Kalau dua-duanya terus berjalan tidak akan pernah selesai. Kita lingkungan hidup recovery yang baru kemudian membangun kerusakan baru. Di sinilah peta data mulai kita petakan wilayah mana yang akan fokus recovery dan wilayah mana yang harus dijaga,” ujar Dedi Mulyadi saat rapat kerja dengan Menteri KLHK Siti Nurbaya di DPR kemarin.
 
Dedi menilai KLHK mendapat berkah di era digital saat ini karena ada respon publik terutama generasi Z terhadap isu lingkungan. Dengan seperti itu kini isu lingkungan selalu viral dan menjadi perhatian publik.
 
 
“Coba KLHK sikapi isu sensitif yang viral misalnya beberapa waktu lalu eskavator berhadapan dengan harimau. Pertanyaan saya kalau eksavator sudah berhadapan dengan harimau berarti yang salah eksavator karena melakukan perluasan kawasan sawit lagi. Pertanyaan saya sawit itu mau sampai kapan diperluas? Apakah kita tidak akan menyisakan ruang konservasi, kita tidak akan menyisakan hutan lindung? Apakah negeri ini cukup dengan satu komoditi? Ini harus ada penjelasan publik dalam rangka menjaga yang sudah ada. Kita malu dong sama harimau yang halangi eskavator,” beber Dedi.
 
Selain itu Dedi juga berpandangan tidak ada kaitannya aspirasi DPR dengan memperjuangkan kepentingan publik dengan aspek-aspek yang melemahkan daya kritis.
 
“Saya enggak mau anggota DPR dapat aspirasi misal Rp 500 juta untuk di dapil kemudian diam terhadap 100 ribu hektare hutan yang digunduli. Misal kita dapat aspirasi Rp 500 juta tidak ada artinya tapi kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana. Aspirasi adalah kebutuhan publik yang tidak bisa dikaitkan dengan apapun. Saya rela tidak ada aspirasi asalkan KLHK bisa fokus dan tegas,” ujarnya.
 
Soal lainnya Dedi pun menyoroti kerugian negara yang jika dikalkulasikan bisa mencapai triliunan. Salah satu contohnya misal seseorang mendapatkan izin penambangan di areal 100 hektare namun bisa jadi pohon yang dibabat bisa mencapai 1.000 hektare.
 
Hal tersebut sering kali tidak terdeteksi karena masalah kewenangan. Tidak hanya terjadi di Kalimantan atau Sumatera yang memiliki areal hutan luas, tapi juga di Jawa yang padat penduduk pun terjadi.
 
“Jangan jauh-jauh di sini saja Jawa Barat penambangan batu pakai bom dibiarkan, penambangan pasir dibiarkan, semua tidak peduli. Kok tidak peduli karena berbicara kewenangan. Di kabupaten Satpol PP merasa bukan kewenangan karena izinnya di kementerian, sementara kementerian tidak ada petugasnya. Inikan kehancuran terus berlangsung,” ucapnya.
 
“Menurut saya ke Bu Menteri (Siti Nurbaya) ayo kita berbicara terbuka. Kalau tidak di forum seperti ini enggak apa-apa di forum tertutup. Apa sih problem yang dihadapi kok tidak berubah itu lagi, itu lagi. Kok perasaan lingkungan makin rusak bukan semakin baik. Kita bicara terbuka,” lanjut Kang Dedi Mulyadi.
 
Terakhir, kata Dedi, ia berpesan agar Menteri KLHK berhati-hati dalam melakukan kebijakan perubahan struktur lingkungan. Sebab patut diakui jika otak publik mulai dari masyarakat hingga pejabat adalah uang dan hanya sedikit yang berpikir soal lingkungan.
 
Ia pun meminta seluruh jajaran KLHK untuk terbuka dan menjelaskan mengenai kemajuan berbagai temuan dan hasil kunjungan kerja DPR beberapa waktu lalu. Sehingga hal itu bisa segera ditindak lanjuti.
 
“Termasuk saya menanyakan kembali Dirjen Gakkum menutup tambang di Karawang tapi Dirjen Planologi mengeluarkan izin untuk tambang tersebut, ini harus segera dibereskan. Urusan lingkungan tak bisa ditukar dengan apapun yang penting ibu bapak (KLHK) bisa bekerja dengan baik konsisten pada lingkungan,” ujar Dedi.
 
Dedi tak ingin setiap rapat kerja hanya menghasilkan kesimpulan berisi kata dan data namun tidak ada hasilnya.
 
“Saya paham lah sama dengan kami di DPR pasti ada aspek psikologis di luar aspek teknis yang tidak mungkin ibu (menteri) jelaskan dalam forum terbuka. Karena ibu juga di balik itu ada kewenangan-kewenangan struktural lebih tinggi dan bisa jadi lebih berwenang dari seorang menteri,” kata Kang Dedi Mulyadi. (*)

Editor: Milna Miana

Sumber: rilis

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X