PADANG, HARIANHALUAN.COM - Pemprov Sumbar diminta untuk segera menuntaskan segala persoalan aspek legal, formal dan hukum yang ada di seputaran perjanjian kerjasama investasi Build Operate Transfer (BOT) mekanisme Bangun Guna Serah (BGS) pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi dengan PT Grahamas Citrawisata yang terindikasi menimbulkan kerugian bagi Sumbar selama bertahun-tahun.
Desakan itu kembali mengemuka dalam forum diskusi pembahasan BOT BGS Hotel Novotel Bukittinggi yang diselenggarakan di Rumah Dinas Ketua DPRD Sumbar, Supardi di Kota Padang Senin (20/3) kemarin.
Dalam forum diskusi yang dihadiri oleh sejumlah Anggota DPRD Sumbar, pakar hukum, ekonomi dan pimpinan sejumlah media di Sumbar tersebut, terungkap fakta bahwasanya hotel Novotel yang dibangun diatas aset milik Pemprov Sumbar tersebut, ternyata hanya memberikan kontribusi bagi Sumbar sebanyak Rp200 hingga Rp300 juta bagi Pemprov Sumbar setiap tahunnya.
Baca Juga: Bantu Masyarakat untuk Perjalanan Mudik, Hyundai Hadirkan Kampanye #DiantarSangBintang
Jumlah ini tentu terbilang sangat sedikit dan sangat merugikan Pemprov Sumbar jika mengingat keuntungan yang diperoleh oleh salah satu hotel bintang lima di Sumbar tersebut, bisa mencapai angka belasan hingga puluhan miliar sejak beberapa tahun terakhir.
Ketua DPRD Sumbar, Supardi mengatakan, kerugian yang dialaminya oleh Pemprov Sumbar dalam skema investasi pengelolaan Novotel tersebut,harus menjadi pelajaran agar kedepannya pengelolaan aset Idle Pemprov Sumbar bisa lebih terkelola dengan baik dan tidak hanya
merugikan Pemprov Sumbar “Perlu diingat bahwasanya pada hari ini APBD, maupun PAD Sumbar sangat kecil, begitupun dengan dana transfer yang kita terima dari pusat. Satu-satunya yang bisa kita upayakan adalah memanfaatkan potensi yang ada. Yaitu Aset Idle,” paparnya.
Ia menyebut, salah satu aset potensial yang bisa diharapkan memberikan kontribusi cukup besar bagi Sumbar saat ini, adalah dari dana bagi hasil pengelolaan hotel Novotel yang ada di Bukittinggi yang kontrak kerjasamanya akan segera berakhir pada tanggal 26 Agustus 2024 mendatang.
Lantaran kontrak kerjasama tersebut akan segera berakhir, menurut perlu dilakukan diskusi untuk meninjau lebih jauh apakah kerjasama yang dilakukan Pemprov Sumbar dengan Investor pengelola Novotel tersebut masih menguntungkan atau tidak bagi Sumbar.
Baca Juga: Resep Pizza Goreng Tanpa Oven dan Lumer, Cocok untuk Menu Buka Puasa Bersama Teman dan Keluarga
“Pada intinya kita tidak ingin iklim investasi di Sumbar terganggu hanya karena isu pengelolaan aset Novotel ini.cukuplah masalah tanah Ulayat dan kawasan rawan Bencana saja yang menjadi alasan penghambat investor masuk ke Sumbar ini,” jelasnya.
Senada dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Sumbar, Ali Tanjung menyampaikan, sejatinya tidak ada sedikitpun niat dari Komisi III DPRD Sumbar untuk mengganggu iklim investasi dengan bergulirnya isu pengelolaan Novotel ini.
Ia menegaskan, pembahasan kerjasama pengelolaan Novotel, murni bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan aset Idle Sumbar demi meningkatkan capaian PAD
“Perlu diingat bahwa dari sekian banyak aset, hanya satu Bank Nagari yang menguntungkan, lainnya tidak, hotel Balairung pun sampai saat ini masih merugi meski DPRD sudah cerewet,” ungkapnya.
Kerugian yang sama, menurutnya juga dialami oleh sejumlah BUMD Pemprov Sumbar dan sejumlah kontrak perjanjian kerjasama lainnya. Seperti halnya kontrak perjanjian pengelolaan hotel Novotel yang disinyalir sangat merugikan Pemprov Sumbar dalam segi penerimaan PAD.
“Kita tentu menginginkan investasi yang menguntungkan bagi Sumbar. , sementara Novotel, sejak 30 tahun berdiri di Sumbar laporan keuangannya tidak pernah untung. Sementara faktanya keuntungan yang mereka dapatkan bisa mencapai 20 hingga 30 miliar per tahunnya,” ucap Ali Tanjung.
Ia menjelaskan, dalam klausul pasal ke 9 kontrak kerjasama diteken Pemprov Sumbar pada tanggal 27 Agustus 1990 lalu, dibunyikan bahwasanya bangunan hotel Novotel akan diserahkan kembali kepada Pemprov Sumbar jika jangka waktu Hak Guna Bangunan (HGB) telah dinyatakan berakhir.
“Novotel ini memiliki dua HGB, yaitu nomor 8 dan nomor 11. Yang satu mati tahun 2021, dan yang satu lagi mati pada bulan Juni 2023. Pertanyaannya sejak HGB mati bagaimana status Novotel itu?,” Tanyanya satir kepada peserta diskusi.
Lebih jauh, politisi dari partai Demokrat ini menilai, pengelola hotel Novotel lebih tepat disebut sebagai manajer dibandingkan sebagai investor. Sebab , faktanya sejak awal ternyata mereka tidak pernah menginvestasikan sepeserpun uangnya untuk membangun hotel Novotel.
“Dari awal membangun hotel mereka utang bank, kemudian renovasinya utang lagi. Karena ada utang itulah Pemprov tidak pernah mendapatkan untung,” jelasnya.
Praktek yang sangat merugikan Sumbar itu, kata Ali Tanjung ditambah dengan fakta tidak pernah adanya satupun badan pengawas yang dibentuk Pemprov Sumbar untuk mengawasi jalannya perjanjian kerjasama ini.
Baca Juga: Resep Crispy Chicken Wings dengan Saus Telur Asin, Wajib Coba untuk Buka Puasa, Mudah dan Lebih Hemat
“Jadi selama ini ternyata kita hanya menunggu dan menerima saja berapa keuntungan yang disisihkan mereka, jadi ini bukan investasi sebab hanya merugikan Pemprov Sumbar,” tegasnya. Tidak menguntungkannya skema kerjasama BOP Pemprov Sumbar dengan pihak pengelola Novotel Bukittinggi, juga diaminkan oleh pemerhati ekonomi Bob Hasfian.
Bahkan menurut Bob, berdasarkan hasil pembacaannya terhadap laporan keuangan PT Grahamas Citrawisata, keuntungan yang didapatkan hotel mewah berbintang lima tersebut, bahkan sempat menyentuh angka Rp19 miliar lebih pada tahun 2019 disaat pandemic Covid-19 sedang menggila.
“Tahun 2014 keuntungan mereka mencapai Rp19 miliar lebih. Tahun 2015 Rp12 miliar lebih, tahun 2016 Rp26 miliar lebih, tahun 2017 Rp27 miliar lebih , tahun 2018 Rp28 miliar lebih, tahun 2019 Rp30 miliar lebih, tahun 2020 Rp 18 miliar lebih dan terakhir pada tahun 2021 keuntungan mereka mencapai Rp 23 miliar lebih,” ujarnya menjabarkan keuntungan yang didapat pengelola Novotel setiap tahunnya.
Keuntungan yang sangat besar ini ini, kata Bob, tentu sangat jomplang dengan jumlah keuntungan yang diterima Pemprov Sumbar setiap tahunnya yang hanya berkisar antara Rp200 hingga Rp 300 juta per tahunnya.
Apalagi, laporan tersebut, kata BOB juga belum mencantumkan sejumlah item penting seperti misalnya rincian biaya renovasi dan hal-hal lainnya yang semestinya ada dalam suatu laporan keuangan perusahaan profesional.
Di penghujung diskusi, forum merekomendasikan agar DPRD Sumbar membentuk pansus pengelolaan aset, yang diawali dengan BOT Novotel. Dua poin mendasar yang perlu dituntaskan adalah terkait aspek legal dan aspek bisnis.
Turut hadir dalam forum diskusi tersebut sebagai, diantaranya adalah Ketua DPRD Sumbar, Supardi, Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung, pakar agraria Prof Dr Kurnia Warman, SH, MH, Dr Hengki Andora, Pemerhati Ekonomi Bob Hasfian, mantan Ketua Kadin Sumbar Asnawi Bahar dan sejumlah tokoh lainnya. ****
Artikel Terkait
Seru! Polresta Bukittinggi dan Kodim 0304 Agam Gelar Olahraga Bersama, Kapolresta: TNI-Polri Itu Satu
Setelah 3 Tahun Absen, Akhirnya Pacu Kuda Bukittinggi-Agam Resmi Digelar
Obati Penantian Selama 3 Tahun, Pacu Kuda Bukik Ambacang Bukittinggi-Agam Sukses Digelar
Menjelang Ramadan 1444 H, Kemenag Bukittinggi Akan Lakukan Pantauan Hilal
Pemerintah Kebiri Pakaian Bekas Impor, Pedagang di Bukittinggi: Kami juga Menghidupi UMKM
Sudah Ada Sejak 1985, Ratusan Pedagang Pakaian Bekas Bukittinggi akan Kehilangan Pekerjaan Akibat Permendag
Larangan Perdagangan Baju Bekas Impor Tuai Pro dan Kontra, Ini Curhatan Pedagang Thrifting di Bukittinggi
5 Kuliner Khas Bukittinggi Sumatera Barat, Cocok untuk Hidangan Malam dan Santap Sahur
Benarkah Pakaian Bekas Impor Sumber Jamur dan Penyakit? Ini Kata Pedagang Thrifting di Bukittinggi
Nasip Pedagang Pakaian Bekas di Bukittinggi Diujung Tanduk: Stok Cuma Sampai 2 Minggu ke Depan