Sebentar lagi akan selesai pekerjaan revitalisasi 33 Rumah Gadang dan penataan lingkungan beserta pembangunan Menara Pandang berikut Pentas Budaya beserta bangunan los etalase souvenir di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Pekerjaan ini semua menghabiskan dana yang tidak sedikit lebih dari Rp60 miliar melalui anggaran APBN 2019 Kementrian PUPR.
Oleh: Ir. Hasmurdi Hasan, Pengamat Budaya
Baca Juga : Kemenangan Mahyeldi-Audy Joinaldy adalah Kemenangan Masyarakat Sumatera Barat
Dengan selesainya pekerjaan ini, kita mengharapkan kondisi Kawasan 1000 Rumah Gadang di Nagari Koto Baru ini sama seperti memimpikan sebuah Kawasan perkampungan tradisional yang utuh, baik fisik maupun geliat kehidupan masyarakatnya menyatu dalam irama kesatuan budaya yang serasi.
Namun mimpi ini perlu usaha keras untuk mewujudkannya, di tinjau dari segi lingkungan, Kawasan 1000 Rumah Gadang fisiknya tidak lagi utuh, karena keberadaan bangunannya telah bercampur baur dengan aneka bangunan rumah tinggal biasa, begitu juga kehidupan sehari hari masyarakatnya tidak lagi menyukai tinggal di Rumah Gadang karena merasa tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini yang serba praktis.
Baca Juga : Perekonomian Sumbar di Tengah Pandemi Covid-19
Sekarang Rumah Gadang sebagai lambang kaum hanya dipergunakan sekedar untuk upacara adat. Sebagian besar masyarakat telah tinggal di rumah biasa, pola hidup dan prilaku sehari hari masyarakat dengan sendirinya berubah tidak lagi menjalankan tradisi budaya seperti dahulu waktu tinggal di Rumah Gadang.
Sekarang timbul pertanyaan bagaimana masyarakat setempat bisa memanfaatkan kondisi bangunan fisik yang telah bagus ini sehingga bisa menaikkan tingkat ekononminya?.
Baca Juga : Mengenal Mainan Baru Kaum Kaya, Politik !
Peran Pemerintah Daerah Solok Selatan sangat diharapkan untuk kelanjutan keberlangsungan Revitalisasi ini agar tidak menjadi sia sia, dengan membuat regulasi berupa PERDA tentang pengaturan Kawasan 1000 Rumah Gadang, dan secara terus menerus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjalankan tradisi sesuai dengan adat yang digunakan selama ini.
Mempertahankan Arsitektur Rumah Gadang sebagai roh dan inti kekuatan daya tarik dari Kawasan ini. Kalau perlu mengeluarkan peraturan tentang bangunan baru agar menggunakan bentuk atap Bagonjong, seperti yang pernah dilakukan oleh PEMDA Provinsi Sumatera Barat tahun 70 an zaman Gubernur Ir. Azwar Anas, mewajibkan semua kantor pemerintah di Sumatera Barat memiliki bentuk atap Bagonjong.
Baca Juga : Menikmati Pantai Padang dari Sudut Lain dengan Paramotor
Arsitektur Rumah Gadang merupakan hasil karya imajinasi yang diwujudkan ke dalam bentuk fisik yang indah dan penuh dengan filosopfi tampa mengurangi fungsi dan keguaannya sebagai rumah adat, melalui proses waktu yang Panjang di uji dengan rintangan peristiwa bencana, sehingga terpilih satu bentuk rancang bangun yang kokoh dan serasi dengan alam lingkungannya.
Tata ruangnya disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan Matrilineal, yaitu 2/3 ruangan terbuka diperuntukan untuk kepentingan bersama, sedangkan hanya 1/3 yang digunakan untuk kepentingan pribadi sebagai kamar tidur. Rumah Gadang sepanjang keberadaannya tidak pernah mengalami perubahan bentuk bangunan dan bentuk atap berikut susunan tata ruangnya, ini merupakan kaedah / pakem rumah adat Minangkabau.
Sedangkan untuk bahan bangunanya telah banyak mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan industry bahan bangunan, seperti atap, dahulu Ijuk sekarang berganti genteng atau seng, Struktur dahulu kayu sekarang ada yang pakai Beton, Jendela dahulu papan sekarang ada yang menggunakan kaca, malah sekarang dinding ada yang menggunakan batako lengkap dengan ukiran relief serupa dengan dinding papan berukir.
Rumah Gadang sebagai harta pusaka tinggi, merupakan wakaf kaum yang tidak boleh diperjual belikan dan inilah salah satu alasan mengapa Rumah Gadang masih bisa bertahan keberadaannya sampai saat ini walaupun kondisinya sudah rusak. Rumah gadang sebagai tepatan undang sangkutan pusaka, tempat meniru meneladan, kalau Rumah Gadang rubuh maka akan rusak juga adat yang digunakan.
Kawasan 1000 Rumah Gadang sebagai objek, sedangkan Menara Pandang dan Panggung Budaya sebagai bangunan penunjang koombinasi dua zaman konstruksi dahulu dan kekinian berpadu menjadi satu kesatuan yang harmoni hasil karya buah pikir Arsitek Yori Antar dan Rekan. Semoga hasil Revitalisasi Kawasan 1000 Rumah Gadang ini bisa menjadi magnik sebagai daya Tarik Wisatawan untuk mengunjunginya.
Sarana dan prasarana telah disediakan pemerintah, sekarang tinggal kemauan masyarakat setempat bisakah memanfaatkan peluang ini. Semoga. (**)