“Kita ingin sampaikan progress report kasus transaksi mencurigakan atau tidak wajar dari pejabat negara. Perkara tersebut naik ke tahap penyidikan dengan tersangka Komjen BG dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji,” ujar Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/1).
Baca Juga : Daftarkan Logo Partai atas Nama SBY, Ketua DPC PD Dharmasraya: Cegah Penyalahgunaan oleh Pihak Lain
Abraham mengatakan, penyelidikan mengenai kasus yang menjerat Budi telah dilakukan sejak Juli 2014.
“Berdasarkan penyelidikan yang cukup lama, akhirnya KPK menemukan pidana dan menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan,” kata Abraham.
Baca Juga : DPC Partai Demokrat Dharmasraya Sampaikan Surat Pengaduan dan Perlindungan Hukum ke Polres Setempat
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B UU no 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut ketentuan Pasal 5 jo Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, baik pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana. Budi terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Baca Juga : Terjun ke Politik, Athari Gauthi Ardi: Ingin Kampung Seperti Jakarta
Sebelumnya KPK juga pernah menetapkan seorang perwira tinggi aktif di kepolisian yakni Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko disangka melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadalan alat simulator surat izin mengemudi di kepolisian.
Di Pengadilan tingkat pertama, Djoko Susilo divonis 10 tahun hukuman penjara dan dinaikkan hukumannya menjadi 18 tahun penjara oleh majelis banding.
Baca Juga : Ada Gerakan Mau Kudeta Cak Imin dari Kursi Ketum PKB, Benarkah?
Namun Mahkamah Agung pada 26 Oktober 2014 lalu menguatkan vonis Djoko yang mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu menjadi 18 tahun penjara.
Pencalonan Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian RI dikritik berbagai pihak. Ia sempat dikaitkan dengan kepemilikan rekening gendut. Terlebih lagi, Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk menelusuri rekam jejak para calon kepala Kepolisian RI.
Lima Kali Lipat
Terkait harta kekayaan, Budi terakhir kali menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK pada 26 Juli 2013. Saat itu, harta kekayaan yang dilaporkannya sebesar Rp 22.657.379.555 dan 24 ribu dollar Amerika.
Sebelumnya, pada 19 Agustus 2008, Budi menyerahkan LHKPN sejumlah Rp 4.684.153.542. Dari angka-angka itu, ada peningkatan yang signifikan terhadap total harta Budi dalam kurun lima tahun.
Kenaikan harta Budi sekitar Rp 17,9 miliar atau mencapai lima kali lipat.
Peningkatan jumlah harta Budi terlihat dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan. Pada tahun 2008, tanah dan bangunan milik Budi senilai Rp 2.744.180.000 sedangkan tahun 2013 senilai Rp 21.543.934.000.
Pada LHKPN yang diserahkan Budi pada 2013, ia menambah sebanyak 24 tanah dan bangunan yang lokasinya tersebar di Subang dan Bogor.
Sementara, nilai harta bergerak berupa alat transportasi mengalami penurunan. Pada tahun 2008, nilai harta bergeraknya sebesar Rp 661 juta, sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp 475 juta.
Budi juga memiliki sejumlah usaha berupa rumah makan dan objek wisata senilai Rp 40 juta. Sementara harta bergerak lainnya berupa logam mulia, batu mulia, dan barang-barang antik senilai Rp 215 juta. Ada pun giro dan setara kas lainnya milik Budi senilai Rp 383.445.555.
ICW Minta Batalkan
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto melalui siaran pers, Selasa (13/1) mengatakan, ICW meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri menyusul penetapan tersangka oleh KPK.
ICW juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan proses uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri.
Agus juga menekankan, kasus yang menimpa Budi merupakan urusan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan Kepolisian RI. ICW meminta Kapolri menghormati dan mendukung langkah KPK.
Meski sudah tersangka, Budi Gunawan mengaku akan tetap melanjutkan proses seleksi sebagai calon Kepala Polri di Komisi III DPR. Ia mengaku akan hadir dalam uji kepatutan dan kelayakan, Rabu (14/1/2015) pukul 10.00 WIB.
“Kami mohon diberi kesempatan lanjutkan proses di DPR,” kata Budi Gunawan seusai bertemu para anggota dan pimpinan Komisi III DPR di kediamanan di Jakarta, Selasa (13/1).
Pertemuan tersebut merupakan rangkaian proses seleksi calon Kapolri yang dilakukan DPR.
Budi mengaku hanya memenuhi undangan Komisi III DPR. Ia akan menjelaskan soal tuduhan yang diarahkan kepadanya saat uji kepatutan dan kelayakan. Ia merasa tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Ketika ditanya bagaimana jika Presiden Joko Widodo menarik kembali pencalonan dirinya, Budi tidak mau berkomentar banyak. Ia hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden.
“Lihat saja ke depan,” ujar Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu.
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, berdasarkan rapat pleno internal Komisi III, proses seleksi tetap dilanjutkan meskipun KPK menjerat Budi Gunawan. Hal itu sesuai pandangan delapan dari 10 fraksi.
Fraksi Partai Demokrat meminta agar proses seleksi tidak dilanjutkan. Adapun Fraksi PPP berpendapat proses seleksi bisa dilanjutkan setelah meminta konfirmasi KPK soal kasus Budi.
“Ini (pertemuan di rumah Budi Gunawan) salah satunya rangkaian fit and proper tes yang kita lanjutkan,” kata Aziz.
Didampingi Divisi Hukum
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie mengatakan, setiap anggota Polri yang terjerat kasus hukum berhak untuk didampingi oleh Divisi Hukum Polri. Hak tersebut juga dimiliki oleh calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan transaksi mencurigakan atau tidak wajar.
“Setiap anggota Polri punya hak hukum untuk didampingi oleh Divisi Hukum Polri sebagaimana pejabat Polri yang lain. Termasuk anggota Polri yang mengalami pemeriksaan karena disangka melakukan sebuah tindakan pidana,” ujar Ronny, di Mabes Polri Jakarta, Selasa (13/1).
Meski berhak atas pedampingan hukum, Polri menyerahkan sepenuhnya kepada Budi apakah akan menggunakan pengacara yang telah disiapkan Polri atau tidak.
Bos Parpol Rapat
Terkait penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, beberapa petinggi parpol dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) kaget dan melakukan rapat dadakan di kediamanan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/1). Ketua umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua PPP Muhammad Romahurmuziy dan Ketua Umum PKPI Sutiyoso berada di dalam rumah Megawati.
Sutiyoso yang sempat terlihat meninggalkan rumah Megawati sempat berkelit saat ditanyakan soal agenda pertemuan tersebut. “Saya mau makan. Saya mau makan,” kata Sutiyoso.
Namun, Sutiyoso menyanggah Megawati berada di dalam rumahnya. “Belum (datang),” ucapnya singkat.
Penjagaan di sekitar rumah Megawati oleh keamanan internal diperketat. Wartawan dilarang mendekati pagar miliki Megawati.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capella menyayangkan sikap KPK yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Menurut Rio, KPK telah mempermalukan Presiden Joko Widodo karena menetapkan Budi sebagai tersangka saat proses pemilihan calon kapolri mulai berjalan di DPR.
“Siapa yang menunjuk Budi Gunawan? Presiden. Itu sama saja dengan ‘menampar’ muka Presiden,” kata Rio, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/1).
Anggota Komisi III DPR itu melanjutkan, seharusnya KPK menghargai proses politik yang mulai berjalan di parlemen. Ia menganggap status tersangka untuk Budi lebih mudah diterima dan jauh dari spekulasi jika disampaikan KPK jauh hari sebelum DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon kapolri.
“Makanya, saya tanya, kalau Budi Gunawan tidak dicalonkan sebagai kapolri apakah hari ini akan jadi tersangka? Saya rasa belum tentu,” ujarnya. (h/met/kcm/dtc)