Wasidi yang pada 2009 adalah Kepala BPN Kabupaten Dharmasraya sekaligus panitia pengadaan tanah mengatakan saat serah terima dengan Kepala BPN yang lama tidak ada serah terima tentang kegiatan pengadaan tanah ini. “Saya hanya diberi tahu bahwa nanti akan ada pengadaan tanah untuk RSUD di dekat DPRD. Nantinya akan disepakati untuk meninjau lokasi dan dilakukan penilaian harga tanah,” ujarnya.
Baca Juga : Pemko Padang Siap Kawal Pesantren Ramadan dari Covid-19
Namun saat peninjauan lokasi tanah, Wasidi mengaku tidak ikut serta. Ia menyebut, saat itu BPN menetapkan NJOPnya yang berdasarkan pajak sebesar Rp36.000,00/meter persegi, pemilik tanah mengajukan harga Rp250 ribu per meter. Kemudian BPN menunjuk lembaga appraisal PT. Survindo Putra Pertama yang akan dijadikan acuan negosiasi harga tanah. Lembaga appraisal ini menetapkan harga antara Rp150-170 ribu. Kemudian panitia menetapkan harga tanah Rp160 ribu per meter.
Hal senada juga disebutkan oleh saksi Yaznil Azda yang saat itu menjabat sebagai sekretariat. Dihadapan persidangan yang dipimpin oleh hakim Reno Listowo dan beranggotakan Jamaluddin dan M. Takdir, keduanya mengaku pernah hadir pada rapat pengadaan tanah yang dilakukan di kantor bupati. “Saat itu, ada empat anggota sekretariat yang tidak kebagian tugas,” sebut saksi Yanzil.
Baca Juga : Sepekan Puasa, Harga Cabai Rawit Bergerak Turun di Padang
Terkait dengan harga tanah, sebut Yanzil, ia tidak pernah melihat terdakwa ikut rapat pengadaan tanah dan yang ada hanya panitia saja. “Saat perumusan harga Rp160 ribu permeter, saya tidak hadir,” sebutnya lagi.
Sementara saksi Benny Mukhtar, Asisten Administrasi Ekonomi Pembangunan dan Kesra Dharmasraya dalam kesaksiannya menyebut kalau dirinya saat itu sebagai Kepala Bappeda dan juga salah satu tim panitia pengadaan lahan. Dari seluruh kegiatan yang dilakukan, saksi hanya pernah ikut satu kali rapat. “Saya hanya ikut satu kali rapat saja,” sebutnya.
Baca Juga : Penertiban Balap Liar di Padang, Seorang Personel Polisi Ditabrak
Ketiga saksi yang dihadirkan dipersidangan kali ini lebih banyak menjawab tidak tahu dengan pertanyaan yang di ajukan oleh Jaksa, Penasehat Hukum terdakwa dan Hakim. Usai mendengarkan keterangan ketiga saksi, kemudian majelis hakim menunda sidang hingga tanggal 27 januari 2015 mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan dua saksi lainnya yakni Kabag Administrasi Pemerintahan Umum, Agus Akhirul, dan Kasubag Tata Pemerintah Umum pada Bagian Administrasi Pemerintahan Umum, Agustin Irianto yang sudah divonis hakim dalam kasus yang sama.
Akibat perbuatan terdakwa Marlon bersama-sama Busra, Agus Khairul dan Agustin Irianto (sudah divonis pengadilan sebelumnya, red) telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp4.289.207.250. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) dan ayat (3) UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 jo psal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau melanggar pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) dan (3) UU RI nomor 31 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 jo psal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Seperti diketahui, mantan Bupati Dharmasraya, Marlon Martua sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 26 April 2011 dan jadi buronan sejak 21 Juli 2012 dalam kasus dugaan korupsi penggelembungan (mark-up) harga tanah pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Seidareh tahun 2009 yang merugikan negara Rp4 miliar. Marlon juga sudah dua kali dicekal. Terakhir perpanjangan masa cekal dikeluarkan Kejagung mulai 5 Februari hingga Agustus 2012.
Mantan Bupati Dharmasraya ini, merupakan satu-satunya orang yang belum dihukum dalam kasus tersebut. Tiga pejabat Dharmasraya yang terlibat, Busra (mantan Sekda), Agus Akhirul (mantan Kabag Administrasi Pemerintahan Umum) dan Agustin Irianto (mantan Kasubag Tata Pemerintah Umum), bahkan sudah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang dan sedang menjalani masa hukuman di LP Muaro Padang. (h/hel)