Tidak hanya diingatkan, pada sidang tersebut, majelis hakim yang diketuai oleh Jamaluddin dan beranggotakan Fahmiron dan M. Takdir ini juga mengingatkan kepada saksi Asnel, yang sekarang menjabat sebagai Kepala BKD Kota Padang untuk terbuka saat memberikan keterangan.
Baca Juga : Mahyeldi Naik Jadi Gubernur Sumbar, Siapa Pengganti Wali Kota Padang?
“Kami ingatkan kembali, saksi sudah dibawah sumpah. Jika saksi memberikan keterangan palsu, saat ini juga saksi akan saya tahan, karena memberikan keterangan palsu dibawah sumpah ini ada aturannya. Hukumannya tujuh tahun penjara,” sebut hakim Jamaluddin.
Peringatan yang disampaikan majelis hakim ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, hampir setiap pertanyaan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ) Sudarmanto Cs dan majelis hakim dijawab dengan tidak tahu oleh saksi Asnel. Padahal, saat kasus ini bergulir, saksi menjabat sebagai salah satu anggota tim sembilan, yang bertugas untuk pengadaan lahan yang akan digunakan untuk PLTU Teluk Sirih.
Baca Juga : Jadwal Shalat untuk Kota Padang dan Sekitarnya Jumat 26 Februari 2021
Saksi Asnel semakin terpojok saat majelis hakim menanyakan jumlah tim sembilan yang mulai bertambah menjadi 17 orang berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh Walikota Padang saat itu, Fauzi Bahar.
Setelah berulang kali diingatkan oleh hakim, saksi akhirnya mulai menerangkan bahwa melakukan pantauan kelapangan, 40 hektare lahan yang akan digunakan untuk PLTU tersebut terdiri dari tiga kategori, yakni tanah ulayat, tanah bersertifikat dan tanah peladangan.
Baca Juga : Sosok Pengusaha Batu Bara Perempuan Asal Sumbar, Mulai Bisnis dari Umur 18 Tahun
“Saat itu saya hanya bertugas menghitung jumlah yang akan diganti rugi saja pak hakim. Saat itu, untuk, pertama kali lahan yang dibebaskan sebesar Rp194 juta yang digunakan untuk akses jalan,” sebut Asnel. Untuk lahan 40 hektare lainnya, Asnel mengaku tidak tahu.
Disinggung mengenai ganti rugi lahan yang dibayarkan oleh pihak PLN melalui bagian pertanahan Pemko Padang. “Setelah disepakati antara panitia sembilan atau yang saat itu bertambah menjadi 17 orang dengan masyarakat, disepakati harga siliah jariah atau ganti rugi tanaman untuk 40 hektare lahan tersebut Rp15 ribu per meternya,” sebut Asnel lagi.
Baca Juga : Wujudkan GCG, Perumda AM Kota Padang Kunjungi BPKP Sumbar
Total dana yang dikeluarkan untuk siliah jariah 40 Ha lahan tersebut, lanjut Asnel lagi, sebesar Rp6 miliar rupiah. “Uang ini diterima langsung oleh masyarakat,” sebutnya lagi.
Kepala BKD Padang, Asnel ini semakin terpojok saat hakim M. Takdir menanyakan kesepakatan harga Rp15 ribu yang dibayarkan untuk 40 Ha lahan kepada warga tersebut. “Apa benar uang sebesar Rp15 ribu permeter yang dibayarkan kepada masyarakat itu hasil kesepakatan bersama antara tim 17 dengan masyarakat,” serang hakim M. Takdir.
Mendengar pertanyaan ini, Asnel hanya bisa tertunduk tanpa mengucapkan sepatah katapun. Setelah berulang kali majelis hakim menanyakan hal yang sama kepada saksi, akhirnya saksi mau buka suara dan menjawab. “Benar majelis hakim, itu berdasarkan putusan bersama,” katanya.
Jawaban Asnel ini ternyata menyulut hakim untuk bertanya lebih dalam lagi. Kemudian hakim M Takdir dengan tegas mengatakan bahwa saksi Asnel ini sedang berbohong. “Anda jangan bohong!. Pada sidang dalam kasus yang sama, dulu anda pernah mengatakan bahwa ada sebagian warga yang tidak setuju dengan kesepakatan harga tersebut. Kenapa masih diteruskan juga pencairan dananya. Ingat, kasus yang pertama saya juga hakimnya,” tegas hakim M Takdir.
Usai mengatakan saksi berbohong, hakim juga membacakan keterangan saksi waktu sidang dalam kasus Teluk Sirih jilid 1 dulunya. “Saat itu anda bilang ada beberapa masyarakat yang tidak setuju dengan harga yang dutetapkan tim 17 ini. Bahkan mereka meminta harga Rp60 ribu per meternya. Ini bagaimana,” tanya hakim lagi.
Lagi-lagi Asnel tak bisa menjawab pertanyaan majelis hakim ini. Berulang kali ia tertunduk sembari memikirkan jawaban pertanyaan majelis hakim ini. “Saya tidak ingat majelis,” sebutnya dengan nada gontai.
Hakim terus mencerca saksi Asnel dengan berbagai pertanyaan. Menurut hakim, jabatan saksi sebagai Kepala Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan saat itu mempunyai andil yang sangat penting dalam kasus pembebasan lahan Teluk Sirih ini. “Peran saksi disini sangat besar. Jangan bilang tidak tahu atau lupa terus,” kata hakim dengan nada keras.
Atas hal tersebut, Negara dalam hal ini PT. PLN (persero) mengalami kerugian keuangan senilai Rp2.9 miliar. Perbuatan ketiga terdakwa ini menurut JPU melanggar pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP. Sidang diundur dengan agenda pemeriksaan saksi lain pada minggu depan (h/hel)