Warga yang paling banyak bercerai di tahun 2014, berasal dari Kecamatan Koto Tangah yang mencapai 600 kasus. Faktor perceraian paling tinggi yakni 700 kasus ketidak harmonisan dalam keluarga. Sedangkan kasus perkara yang paling tinggi tahun 2014 yakni cerai gugat oleh istri.
Baca Juga : Capres 2024, PDIP Serahkan pada Keputusan Megawati
Penyebab perceraian tahun 2014 paling tinggi adalah tidak harmonisnya hubungan suami istri 548 kasus, tidak ada tanggungjawab 342 kasus, krisis akhlak 18 perkara kasus, cemburu 18 kasus, ekonomi 39 kasus, dan tidak ada tanggungjawab sebanyak 169 kasus. Sedangkan dari jenis pekerjaan didominasi buruh atau swasta sebanyak 635 kasus, PNS/ Polri/ TNI / Pensiun sebanyak 131 dan tidak ada pekerjaan sebanyak 355 kasus. Usia paling dominan bercerai dari tahun ketahun umur 21-40 tahun.
Tahun 2010 perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Kota Padang 952 perkara, 2011 sebanyak 1.071 perkara, tahun 2012 sebanyak 1.203 perkara, tahun 2013 sebanyak 1.235 perkara dan di tahun 2014 meningkat drastis mencapai 1.450 perkara. Jika dipersentasekan, tahun 2011 terdapat kenaikan kasus perceraian 12,5 persen, tahun 2012 sebesar 10,9 persen, tahun 2014 sebesar 2,6 persen dan tahun 2014 sebesar 17,4 persen. Lonjakan jumlah kasus cerai paling tinggi terdapat pada tahun 2014, yakini 17,4 persen. Melihat trend perkara perceraian di awal tahun 2015, dapat diprediksi akan terjadi lonjakan jumlah perkara perceraian melampui angka di tahun 2014 menjadi di atas 20 persen.
Baca Juga : Tindakan KKB Papua Sangat Keji, Tembaki Guru dan Tenaga Medis Covid-19
Tingginya jumlah perkara perceraian di Kota Padang perlu disikapi secara serius. Memang perceraian adalah perbuatan halal atau diperbolehkan di dalam agama Islam. Namun, demikian dampak, yang diakibatkan perpisahan antara suami dan istri mesti mendapat porsi perhatian yang serius. Akibat dari perceraian tersebut anak menjadi kurang terperhatikan, padahal anak yang masih dalam usia pertumbuhan butuh perhatian kedua orang tuanya. Mental anak yang masih labil bisa menjadi guncang. Sebagian orang yang terlibat dalam perkara perceraian, pikirannya menjadi buntu dan cenderung putus asa. Kondisi itu juga menjadi salah satu penyebab orang mengambil jalan pintas dengan cara bunuh diri, karena merasa sangat kecewa dan mentalnya menjadi down.
Selain persoalan perekonomian, tersumbatnya alur komunikasi, keikutsertaan/campur tangan pihak keluarga, rasa cemburu, kasus perceraian juga banyak disebabkan karena perselingkuhan yang berawal dari hubungan di media social seperti facebook, twitter, whatshaap dan lainnya. Jaringan dan pertemanan pada medsos dijadikan ajang untuk saling curhat berbagai problem, termasuk yang dialami atau yang terjadi dalam rumah tangga masing-masing. Berikutnya saling memberikan masukan dan saran. Dalam beberapa kasus, masukan dan saran tersebut berbuah kepada saling kecocokan dalam berkomunikasi dan berdiskusi. Berikutnya muncul rasa senang antara satu dengan lainnya. Hubungan itu pun berlanjut hingga meninggalkan dunia maya menuju dunia nyata atau ‘kopi darat’.
Baca Juga : Innalillahi, Pemilik Radwah Hartini Chairuddin Meninggal Dunia
Tidak tertutup kemungkinan kedua belah pihak, yakni suami dan istri, sama-sama melakukan hal yang sama, sehingga kelanggengan rumah tangga semakin terancam. Karena hubungan ilegal itu terus berulang, pada gilirannya masing-masing merasa curiga dan hubungan semakin memburuk. Ketika berada pada posisi tersebut, masuk pula pihak ketiga atau pihak keluarga yang makin memperkeruh keadaan. Pada akhirnya, masalah tersebut bergerak menuju Kantor Pengadilan Agama menjadi gugutan cerai. Dapat disimpulkan keberadaan media sosial ikut memberi andil, yang mengakibatkan melonjaknya kasus perceraian di Kota Padang. **