Menurut Djohermansyah Djohan, sampai sekarang ini di Sumbar tidak ada larangan bagi masyarakatnya dalam menjalankan ABS SBK tersebut. Karena itu tidak perlu ada UU yang mengatur secara khusus dengan mengubah Sumbar menjadi daerah istimewa.
Baca Juga : Duh, AHY dan Jubir Demokrat akan Dipolisikan!
“Tidak ada urgensinya. Apa masyarakat Minang di Sumbar tidak bisa lagi menjalankan adatnya yang basandikan syarak, syarak basandikan Kitabullah. Apa masyarakat Minang di Sumbar dilarang menjalankan syariatnya, syarak mangato adat mamakai sehingga minta jaminan dengan UU keistimewaan?” ujar mantan Dirjen Otda Kemendagri itu.
Kalau cuma alasannya meminta keistimewaan tersebut hanya untuk menjalan ABS SBK, dinilai Djohermansyah suatu alasan yang kurang kuat dan tepat untuk mengubah Sumbar menjadi DIM. “Alasannya mengada-ada dan tidak ada dasar yang kuat untuk meminta daerah istimewa,” kata Djohermansyah.
Baca Juga : Soal Pemecatan Kader Demokrat, Andi Arief: Jangan Lebay Pak Marzuki Alie, Semua Sudah Sesuai AD/ART Partai
Menurut Djohermansyah, dalam menjalankan ABS SBK di Sumbar hanya masalah internal. Langkah yang tepat menurutnya untuk menerapkan ABS SBK dalam masyarakat Minang di Sumbar adalah melalui kebijakan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sampai ke nagari dengan berbagai kreatif dan inovatif.
“Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota bisa membuat peraturan daerah yang membuat ABS SBK betul-betul membumi dan dijalankan dalam kehidupan yang nyata sehari-hari masyarakat Minang di Sumbar,” saran Djohermansyah.
Baca Juga : Lantik Tiga Kepala Daerah, Gubernur Kepri: Wujudkanlah Janji Sejahterakan Masyarakat
Djohermansyah juga memperkirakan bahwa pemerintah tidak mudah menerima keistimewaan yang diusulkan karena konsekuensinya menyangkut masalah dana juga. “Ini akan menjadi preseden di kemudian baik karena daerah-daerah lain juga akan menuntut keistimewaan karena setiap daerah pasti memiliki keistimewaan tersendiri pula,” kata Djohermansyah.
Karena itu dia menyarankan agar dilakukan perhitungan dan pengkajian secara matang akibat atau dampak dari implementasi. “Jangan hanya memikirkan secara serimonial saja. Kita juga harus memikirkan efek dan dampak lainnya dalam pembangunan daerah Sumbar, khusus di bidang pariwisata,” kata Djohermansyah.
Baca Juga : Terlibat KLB, Demokrat Pecat Ahmad Yahya hingga Syofwatillah Mohzaib
Secara terpisah, anggota DPR dari Dapil Sumbar Refrizal sangat mendukung wacana perubahan Sumbar menjadi DIM. “Saya setuju dan mendukung rencana itu,” kata anggota DPR dari Fraksi PKS itu kepada Haluan, di Gedung DPR, Senin (2/2).
Menurut Refrizal, arah keistimewaan Minangkabau itu adalah ABS SBK. “Ini ciri keistimewaan masyarakat Sumbar, yaitu adat sejalan dengan ajaran Islam. Syarak mangato adat mamakai,” kata Refrizal.
Jika DIM itu terwujud, kata Refrizal maka perselisihan yang terjadi antara anak dan keponakan bisa diselesaikan secara kekeluargaan melalui kerapatan adat dan tidak perlu dibawa ke aparat kepolisian. “Ini membantu tugas negara, kecuali kalau sudah terjadi bunuh membunuh,” kata Refrizal. Namun Refrizal mengingatkan, jangan membuat aturan yang sesukanya. “Semua yang tidak dilarang berarti dibolehkan. Jangan buat bid’ah,” tegas Refrizal.
Wacana DIM pertama kali diusung oleh tokoh Minang Dr Mochtar Naim dan mendapat sambutan dari beberapa kalangan, di antaranya Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) M Sayuti Dt Rajo Pangulu, anggota DPR RI asal Sumbar, Hermanto dan sejumlah anggota DPD.
Namun Asraferi Sabri, Ketua Bamus Nagari Pasia, Ampek Angkek, Agam berpendapat lain. Menurutnya, gagasan DIM merupakan langkah catur yang dimainkan pihak-pihak tertentu untuk membuka pintu bagi keluarnya Kabupaten Kepulauan Mentawai dari wilayah teritorial Provinsi Sumatera Barat sekaligus melemahkan adat dan budaya Minangkabau. (h/sam/met)