Untuk mengetahui praktik penyelewengan tersebut cukup mudah. Jika minyak tanah yang dijual di warung-warung berwarna bening dan dibanderol dengan harga di atas Rp 5.000, berarti itu adalah tindak penyelewengan. Bahkan dalam praktiknya minyak tanah tersebut dijual Rp9.000 sampai dengan Rp 10.000 per liter.
Baca Juga : Memasuki Musim Kemarau, Perumda AM Kota Padang Minta Warga Hemat Air
Padahal harga minyak tanah subsidi hanya Rp2.500 – Rp 3.000 per liter. Sedangkan minyak tanah non subsidi yang berwarna ungu Rp10. 500 per liter. Tapi nyaris tak ditemukan warung-warung yang menjual minyak tanah non subsidi. Kasus seperti ini nyaris tak tersentuh oleh Pertamina maupun pemerintah daerah. Paling yang menjadi perhatiannya hanya berupa penyelundupan ke daerah lain, sebagaimana yang diungkap Polres Limapuluh Kota beberapa hari yang lalu.
Customer Relation Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I Sumbagut, Brasto Galih Nugroho mengatakan sebagai bahan pembanding untuk masyarakat supaya tidak terkecoh saat membeli minyak tanah, perhatikan warnanya. Minyak tanah bersubsidi berwarna bening, sedangkan minyak tanah non subsidi berwarna ungu. Perbedaannya sangat kentara.
Baca Juga : 61 Nakes di Puskesmas Andalas Siap Divaksinasi
Terkait dengan penyitaan 15,5 ton minyak tanah sejak enam bulan terakhir oleh Polres Limapuluh Kota, besar kemungkinan penyelundupan minyak tanah ini karena besarnya perbedaan atau selisih harga minyak tanah tersebut antara Sumbar, Riau, dan Sumut.
Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk daerah yang belum konversi Rp2.500 per liter dan untuk harga yang non subsidi Rp10.000 per liter.
Baca Juga : Perumda AM Kota Padang Ajak Pelanggan Catat Meter Mandiri, Ini Caranya
“Yang jelas Pertamina mendukung pihak kepolisian dan pemda yang memiliki perangkat di setiap daerah dalam hal pengawasan minyak tanah bersubsidi,” ujarnya, Senin (9/2).
Terkait adanya penyelundupan minyak tanah yang terjadi dan sanksi apa yang akan diberikan oleh pihak Pertamina, ia mengatakan pihaknya akan memastikan apakah memang benar terjadi penyelewengan minyak tanah bersubsidi ini oleh agen. Jika memang benar maka pihak yang berwajib akan memprosesnya sesuai dengan tupoksi masing-masing dan tentunya akan ada ketegasan dari Pertamina.
Baca Juga : Vaksinasi di Padang Sudah Bergulir, Nakes: Rasa Cemas Tertular Covid-19 Berkurang
“Jika memang terbukti atau benar ada agen yang terlibat menyelundupkan minyak tanah bersubsidi ke daerah lain yang sudah konversi, maka Pertamina bisa saja memutuskan hubungan kerja dengan yang bersangkutan,” tegasnya.
Anggota DPRD Provinsi Sumbar, Sabar AS menyebutkan status Sumbar yang masih terbuka untuk minyak tanah bersubsidi dimanfaatkan segelintir orang dengan menyelundupkan bahan bakar itu ke daerah lain yang sudah berstatus close atas minyak tanah bersubsidi, seperti wilayah Riau.
Karenanya, pihak terkait diminta untuk mempercepat proses konvensi bahan bakar dari minyak tanah ke gas di seluruh kabupaten/kota di Sumbar. Hal ini disampaikan politisi Partai Demokrat itu menanggapi berita penyelundupan 15,5 ton minyak bersubsidi yang terjadi sejak enam bulan belakangan.
“Agar berjalan sesuai harapan, kami saran pihak terkait untuk lebih banyak lagi melaksanakan sosialiasi tentang penggunaan gas elpiji itu sendiri. Sebab, sejauh ini salah satu kendala yang membuat masyaraka sulit mengikuti konversi minyak tanah ke gas, karena ketakutan mereka menggunakan untuk menggunakan gas,” pungkasnya
Selain itu, alumni IAIN Imam Bonjol itu juga meminta Pertamina melakukan pengawasan sesuai dengan regulasi yang mereka miliki, sekaligus mendukung aparat penegak hukum bertindak tegas jika ada oknum pembeking yang melicinkan jalannya penyelundupan tadi.
Kepala Badan ESDM Sumbar, Marzuki Mahdi mengakui penyelewengan minyak tanah memang rentan terjadi dalam kondisi konversi. Mengingat adanya ketimpangan harga yang jauh antara daerah yang dinyatakan minyak tanah subsidi ditarik/close dengan daerah yang masih konversi. Dilanjutkan, ke depan untuk menghindari adanya penyelundupan ini ESDM akan terus melakukan konversi minyak tanah ke gas sampai semua wilayah Sumbar dinyatakan close.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memperkirakan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2015 hanya 17,85 juta kiloliter atau turun 62 persen dibandingkan realisasi 2014 sebesar 46,48 juta kiloliter. Wakil Presiden Senior Pemasaran dan Distribusi BBM Pertamina Suhartoko mengatakan, pada 2015 jenis BBM subsidi hanya dua, yakni solar dan minyak tanah.
“Konsumsi solar 2015 diperkirakan 17 juta kiloliter dan minyak tanah 850.000 kiloliter,” katanya
Suhartoko mengatakan, perkiraan konsumsi solar pada 2015 mengalami kenaikan dibandingkan 2014 yang terealisasi 15,95 juta kiloliter. “Kenaikan ini dikarenakan pertambahan kendaraan,” katanya.
Sedangkan, konsumsi minyak tanah 2015 mengalami penurunan dibandingkan realisasi 2014 sebesar 916.600 kiloliter. Menurut dia, penurunan konsumsi dikarenakan program konversi minyak tanah ke elpiji yang pada 2015 ditargetkan bertambah dua juta paket perdana. (h/mg-len/mg-isr/mg-rin/erz)