“Setiap pagi sekitar pukul 06.00 WIB atau pukul 07.00 WIB, limbah produksi dialirkan langsung ke sungai. Bentuknya seperti busa-busa. Setelah sampai di sungai limbah itu tidak mengalir, melainkan menepi hingga menjadi hitam dan menghasilkan bau busuk yang menyengat. Kami warga setempat sudah bosan mengingatkan pekerja di sana,” ucap seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Yal, warga lainnya yang tinggal di dekat pabrik juga mengatakan, selain masyarakat setempat banyak mahasiswa yang tinggal di lingkungan sekitar pabrik. Semuanya merasakan dampak buruk pencemaran lingkungan oleh limbah pabrik, terutama sekali bau busuk yang dihasilkannya.
“Semuanya jadi terganggung. Sedangkan yang punya pabrik kita tidak tahu. Tidak pernah terlihat,” tutur Yal.
Alex, warga lainnya turut mengatakan, warga tidak pernah menentang keberadaan pabrik. Namun, warga sangat berharap limbah yang dihasilkan jangan mencemari lingkungan. Karena dampaknya dirasakan bukan oleh pemilik pabrik saja, melainkan seluruh warga.
“Tidak ada yang melarang untuk berusaha. Tapi tolong limbahnya itu, karena sudah sangat mengganggu. Belum lagi jam produksinya larut malam dan mesinnya masih aktif sampai pukul 01.00 WIB,” ucap Alex.
Sementara Lurah Bungo Pasang, Bambang Adiruscahya mengaku terkejut atas keberadaan pabrik tahu yang mencemari lingkungan tersebut. Sebelumnya, ia sudah melakukan peninjauan ke lokasi dan pekerja pabrik mangatakan kalau bau busuk hanya berasal dari ampas produksi yang ditumpuk ke dalam karung.
“Pekerja mengaku limbah hanya berasal dari karung tersebut. Kami sudah memberi peringatan, jika pencemaran lingkungan masih dilakukan, maka kami menganjurkan warga untuk membuat surat tanda keberatan yang harus ditandatangai oleh warga. Nanti, akan kita sampaikan ke pihak terkait untuk menindaklanjuti,” ucap Bambang.
Terancam Ditutup
Kepala Bapedalda Kota Padang Edi Hasymi kepada Haluan, Kamis (12/2) mengatakan, Ia menilai selama ini usaha pabrik yang mengeluarkan limbah berbahaya jarang yang mengurus izin ke Pemko Padang. Itu juga yang membuat pabrik tersebut tidak memikirkan dampak lingkungan dari usahanya.
Edi Hasymi meminta, masyarakat bisa melalui lurah atau camat agar membuat surat ke Bapedalda Padang. Surat itu, nantinya akan digunakan untuk melakukan investigasi ke lapangan. “Masyarakat buat surat ke Bapedalda, kami akan turun 1x24 jam,” urainya.
Masyarakat pun harus berani, ketika laporan sudah sampai ke Bapedalda. Karena pihaknya dalam melakukan investigasi harus ditemani masyarakat. “Jika kedapatan pabrik yang belum mempunyai namanya, itu tidak ada izin usahanya. Akan kita tutup paksa, karena tidak mempunyai dokumen lingkungan,” tutup Edi. (h/mg-isq/ows)