“Seperti ikan nila yang biasa dijual Rp 24 ribu perkilo, hanya dihargai Rp 8 ribu hingga 11 ribu perkilo.”ungkap Oktavianus, salah seorang pemilik keramba apung di nagari Saniang Bakar, kepada Haluan Kamis, (12/2).
Baca Juga : Positif Covid-19 di Sumbar Mencapai 26.610 Kasus
Pihaknya menyebutkan, sebelum mati ikan keramba apung miliknya bermunculan di permukaan air dan berputar-putar seperti mabuk. Selang beberapa jam kemudian, satu persatu ikan-ikan itu mengambang dalam kondisi mati
Oktavianus memperkirakan hal ini dipicu akibat pengaruh belerang gunung merapi yang mengakibatkan air danau singkarak tercemar. “Kecurigaan itu karena kondisi fisik air yang berbeda dari biasanya,” ujarnya.
Baca Juga : Angka Kesembuhan Covid-19 di Sumbar Mencapai 92,09 %
Terkait itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Solok M Saleh menyebutkan, terkait matinya ikan keramba apung milik petani nelayan di Danau Singkarak, pihaknya telah sudah mendapat informasinya dari masyarakat setempat. Terhadap itu, M. Saleh telah meminta jajaran dinas terkait untuk segera turun ke lokasi.
M Saleh memperkirakan ada dua penyebabnya, yakni karena balerang dan karena perubahan cuaca. ”Ketika kemarau, pakan ikan yang mengandung zat tertentu banyak mengendap di bawah. Dan ketika turun hujan, endapan itu naik sehingga membuat hewan di air menjadi mabuk,” bebernya
Baca Juga : Ketua DW IV Jurai Kabupaten Pessel Terima Penghargaan Sebagai Penggita Literasi
Sementara itu menurut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok Setrismen, berharap kepada dinas terkait agar segera memberikan tindakan antisipatif. Apalagi peristiwa ini terjadi setiap tahun. ” Seharusnya bisa diantisipasi jangan sampai terus terjadi, sehingga membuat petani ikan merugi,” kata Septrismen via ponselnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri yang dihubungi di Padang juga memprediksi matinya puluhan ton ikan di Danau Singkarak disebabkan oleh belarang. Munculnya belerang dari dasar danau, disebabkan oleh gempa tektonik yang terjadi di lempengan bumi di bawah danau.
Baca Juga : Bupati Pessel Minta Masyarakat Gunakan Produk Lokal Karya UMKM
“Kabarnya 4 hari sebelum ikan mati di Singkarak, terjadi gempa. Hal ini memang tidak bisa diatasi. Namun, untuk meminimalisir kerugian, masyarakat harus memahami tanda-tanda alam ini,” ujarnya saat dihubungi Haluan, Kamis (12/2).
Walau pun belerang sering muncul di Danau Singkarak, kata Yosmeri, tidak akan mematikan ikan yang hidup liar, karena ikan bisa berpindah tempat menghindari belarang dan mencari oksigen. Namun, karena terdapat di dalam keramba, ikan tak bisa keluar menghindari belerang sehingga menyebabkan kematian.
Pakar perikanan dari Universitas Bung Hatta (UBH), Hafrijal Sandri juga punya pendapat senada. Ia mengatakan, secara alami, munculnya belerang di Danau Singkarak sekali 5 tahun karena danau itu berada di kawasan rentan gempa tektonik.
Hal itu diperparah dengan dikurungnya ikan dalam keramba dengan kepadatan tinggi, sehingga menyebabkan oksigen berkurang dan ikan tak bisa lari menghindari belerang untuk mencari daerah yang beroksigen banyak.
Namun, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumatera Barat (Sumbar), Asrizal Asnan, berpendapat berbeda. Kematian ikan di Danau Singkarak karena belerang menurutnya perlu ditinjau lebih dalam. Menurutnya, kemungkinan itu ada. Namun, yang pasti, kematian tersebut disebabkan oleh predator bernama Gami.
Karena terdapat predator Gami, kata Asrizal, ikan keramba tak cocok dikembangkan di Singkarak, bila dipandang dari segi habitat. Habitat ikan yang cocok di sana adalah ikan bilih yang tidak dimakan oleh predator karena Danau Singkarak adalah habitat asli ikan bilih. (h/ndi/dib)