Menurut Budinar, dahulu lereng hutan lindung Maninjau Selatan yang lebih dikenal warga dengan nama Gunung Letter W, sangat didominan oleh tanaman kulit manis. Tanama ini sangat membantu warga dalam peningkatan ekonomi. “Untuk kebutuhan sehari hari dan lapangan kerja ada pada perkebunan kulit manis ini,” kata Budinar.
Sekitar sepuluh tahun lalu, para petani jadi jenuh untuk membudidayakan tanaman ini. Hal tersebut dikarenakan harga jual komoditas kulit manis selalu anjlok. Sehingga biaya perawatan tidak lagi seimbang dengan tenaga yang dikeluarkan.
“Karena harga murah, petani tidak lagi mengembangkan komoditas ini, bahkan tanaman kulit manis yang telah ada dipanen dan dibiarkan tidak terawat,” jelasnya.
Namun dalam dua tahun terakhir ini, masyarakat kembali mulai melakukan penanaman kulit manis. Lahan lahan warga yang ada dilereng gunung Letter W mulai ditanami kulit manis. Bahkan telah banyak pembibitan kulit manis yang dilakukan secara swadaya.
Mulai bergairahnya petani mengembangkan tanaman komoditas ini, menurut Budinar, karena harga jual yang mulai menjanjikan. “Saat ini harga jual kulit manis untuk kelas asalan ( campuran) telah mencapai Rp20 ribu per kg,” terang Budinar.
Diungkapkan Budinar, kalau harga kulit manis memiliki harga terendah Rp20ribu/kg, maka lereng gunung Letter W yang dulunya penuh dengan tanaman kulit manis, akan kembali dikembangkan oleh masyarakat.
Amrizal pedagang kulit manis di pasar Padang Alai Kecamatan V Koto Timur, mengungkapkan, saat ini harga kulit manis mulai membaik dengan harga Rp20ribu untuk tipe asalan. Sedangkan untuk klas AA dibelinya pada petani Rp26ribu/kg, kelas AB Rp17ribu/kg dan kelas AC Rp11ribu/kg. (h/ded).