Lihatlah wajah pusat kota di seputaran Pasar Raya Padang. Jalanan dari Bundaran Simpang Air Mancur (depan Masjid Taqwa Muhammadiayah) hingga Simpang Bioskop Mulia Theatre sesak oleh pedagang kaki lima. Kondisi serupa juga terjadi hingga Simpang Kandang atau di depan Bioskop Raya. Jalan Permindo yang dulu dikenal dengan jalan semi Malioboro, kondisinya juga dijajal oleh para PKL. Mobil sangat sulit mengakses jalan itu.
Baca Juga : Denny Siregar Bela Jokowi Ngaku Tak Incar Jabatan Komisaris, Tapi...
Sampah berserakan, air tergenang dan bau menyengat sudah jadi langganan kawasan Pasar Raya Padang yang dulu sangat elok untuk dikunjungi. Tahun 2011-2013 saat Walikota Padang Fauzi Bahar menyampaikan alasan bahwa tak mudah membenahi kembali Kota Padang pascagempa, masih bisa diterima. Fauzi dulu mengatakan merehabilitasi Kota Padang setelah hancur akibat gempa tidak sesederhana membalik telapak tangan. Alasan itu dapat diterima.
Tapi setelah enam tahun pascagempa, wajah pusat kota masih semrawut dan amburadul serta tanpa progres yang berarti dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun, tentu tidak dapat diterima. Bahkan tampuk kendali Kota Padang telah beralih dari Fauzi Bahar ke Mahyeldi yang dilantik sejak 13 Mei 2014 seperti juga tak kuasa membenahi kawasan Pasar Raya Padang.
Baca Juga : Jokowi Targetkan Vaksinasi COVID Rampung Setahun
Betapa terbebaninya para pengusaha/pedagang yang sudah berinvestasi ratusan juta hingga miliaran rupiah di kawasan Pasar Raya, tetapi usaha macet akibat orang-orang tidak bisa mengakses tokonya, karena mobil sangat sulit menembus jalan di sekitar Pasar Raya Padang yang penuh sesak oleh pedagang kaki lima.
Salah satu contoh investor yang telah menanamkan modalnya di kawasan seputar Pasar Raya Padang adalah SPR Plaza. Puluhan miliar rupiah dana sudah dikucurkan ke Plaza tersebut tetapi ternyata tidak bisa berjalan optimal, akses menuju dan dari SPR Plaza sering macet total. Untuk keluar dan masuk ke kawasan itu saja butuh waktu 20-30 menit. Jelas saja waktu yang teramat panjang dan merugikan bagi pengunjung dan juga pengusaha yang sudah menanamkan modalnya puluhan miliaran rupiah dan lainnya.
Baca Juga : Begini Respons Natalius Pigai Usai Jadi Korban Rasisme
Sejumlah pengamat mengatakan Kota Banda Aceh yang lebih parah kehancurannya ketimbang Kota Padang akibat gempa dan tsunami tahun 2014, ternyata dalam kurun waktu tiga tahun sudah dapat berbenah. Tapi, Kota Padang yang kondisinya tidak separah Kota Banda Aceh, ternyata proses rehabilitasi dan rekondisinya sangat-sangat lambat.
Tentu saja pertanyaan kapan Kota Padang akan kembali tertata rapi seperti sediakala paling tepat dipertanyakan kepada Walikota dan Wakil Walikota Padang Mahyeldi-Emzalmi. Mereka berdualah yang kini tengah menahkodai kota bengkuang. Mereka berdua yang memiliki otoritas dan kewenangan terbesar untuk dapat mengubah wajah kota menjadi lebih tertata rapi , sehingga orang-orang kembali memuji wajah Ibukota Sumatera Barat ini seperti 20 tahun yang lalu.
Baca Juga : Waduh! Ambroncius Nababan Sandingkan Foto Pigai dengan Gorila
Ketika itu Padang menjadi barometer kebersihan, ketertiban, keteraturan kota di tanah air. Masyarakat kota, para perantau, wisatawan dan orang-orang yang pernah mengenal Kota Padang, benar-benar sangat rindu dengan kondisi 20-30 tahunan silam.
Tentu saja keamburadulan dan kesemarautan Kota Padang tidak dapat terurai sendiri jika yang bergerak hanya Walikota Mahyeldi dan Wakil Walikota Emzalmi saja. Mereka juga perlu didukung oleh seluruh pihak, seperti TNI-Polri, Kejaksaaan, Pengadilan, tokoh agama, termasuk Pemprov Sumbar dan seluruh lapisan masyarakat.**