“Saya apresiasi terhadap presiden yang tidak melantik Komjen BG. Namun, itu belum cukup karena kriminalisasi masih terus terjadi kepada KPK,” kata Ahmad Syafii seusai menggelar diskusi tentang kepemimpinan dan kemajemukan negara di Jakarta, Selasa Sore (24/2).
Oleh karena itu, Maarif mendesak Presiden Jokowi agar mengambil sikap atas tindakan-tindakan tersebut. “Bisa kita lihat, tuduhan kasusnya adalah hal-hal yang kecil dan tidak terlalu perlu untuk dikasuskan hingga seperti sekarang,” ujarnya.
Syafii Maarif mendesak agar Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komjen Budi Waseso dicopot atau diganti dari jabatannya.
Menurut Syafii Maarif, Bareskrim sudah terlihat motifnya, karena selalu mempermasalahkan kasus kecil namun mengarah pada pejabat tinggi negara. “Lebih baik dicopot saja Kabareskrim-nya, jika masih mengkriminalisasi KPK dan instansi lain,” kata Ahmad Syafii.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan, langkah Presiden membatalkan pelantikan Budi Gunawan, tidak cukup dan tidak menyelesaikan masalah.
Miko mengatakan, Jokowi seharusnya bisa bersikap tegas untuk menghentikan semua tindakan kriminalisasi terhadap KPK.
Sikap Presiden untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Pelaksana Tugas Pimpinan KPK adalah langkah yang justru melegitimasi dan membiarkan tindakan kriminalisasi terhadap KPK.
Dikatakan, KPK harus terus bergerak memberantas korupsi. PSHK mendesak KPK untuk melanjutkan kasus Budi Gunawan dan kasus-kasus tindak pidana korupsi lain yang sedang ditangani oleh KPK.
Menolak Diperiksa
Sementara itu Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto tidak bersedia diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Kejahatan Khusus Bareskrim Polri sebagai tersangka pada Selasa (24/2). Bahkan, sikap ini diperlihatkan Bambang meski dia sudah berada di kompleks Mabes Polri.
Bambang yang diapit tiga kuasa hukumnya mendatangi Bareskrim pada pukul 14.08 WIB Selasa kemarin. Sebelumnya Bambang sempat memberi keterangan kepada pers soal kedatangannya di tangga Gedung Bareskrim. Bambang mengatakan, kedatangannya ialah untuk memenuhi panggilan penyidik. Namun setelah itu, bukannya masuk ke dalam Gedung Bareskrim, Bambang malah berjalan ke arah luar kompleks Mabes Polri. Bambang melewati Gedung Bareskrim tanpa menoleh. Dia tak menjawab mengapa dirinya tidak mendatangi Bareskrim untuk diperiksa.
Hal itu sempat membuat bingung provos yang berjaga di pintu Bareskrim. “Lah, itu kenapa pergi ya?” ujar salah seorang di antaranya.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Bambang, Nursyahbani Katjasungkana, memberikan alasan Bambang tidak bersedia diperiksa.
Ada sejumlah hal yang jadi pertanyaan Bambang dan harus dijawab oleh penyidik. “Beliau (Bambang Widjojanto) menolak untuk diperiksa. Ada beberapa hal yang hendak diklarifikasi dulu ke penyidik. Setelah itu dijawab, baru Pak Bambang bersedia diperiksa,” ujar Nursyahbani.
Kuasa hukum Bambang , Asfinawati, menduga ada yang janggal di balik penangkapan kliennya pada 23 Januari lalu. Salah satu petugas yang menangkap Bambang, Kombes (Pol) Viktor E Simanjuntak belakangan diketahui bukan penyidik Badan Reserse Kriminal Polri.
Padahal, yang diberi kewenangan melakukan jemput paksa seorang tersangka hanya penyidik Polri. Hal tersebut, kata Asfinawati, terungkap dalam surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman. “Kalau kembali ke rekomendasi Ombudsman, ada rekomendasi Kombes Viktor untuk ditindak. Dia ikut menahan tapi tidak ada di sprindik,” ujar Asfinawati di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Setelah Ombudsman meminta keterangan sejumlah pihak, diketahui bahwa Viktor merupakan Perwira Menengah Lembaga Pendidikan Polri. Asfinawati menduga Viktor memiliki keterkaitan dengan Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena sama-sama berasal dari Lemdikpol.
“Ada hubungan apa dengan BG yang dikasuskan di KPK? Tahu sendiri Lemdikpol siapa kepalanya. Berarti ada hubungan erat antara BG dan pamennya yang melakukan penangkapan kepada BW,” kata Asfinawati.
Pemeriksaan Bambang, Selasa kemarin adalah kali ketiga sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Januari 2015 silam. Namun, kali ini BW tidak bersedia diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Kejahatan Khusus Bareskrim Polri sebagai tersangka.
Bambang adalah tersangka kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa pilkada di Kotawaringin Barat antara Sugianto Sabran dan Ujang Iskandar pada 2010 silam.
Bambang sendiri adalah kuasa hukum Ujang Iskandar. Kala itu, sidang yang salah satu panelisnya adalah Akil Mochtar memenangkan kubu Ujang. Nyaris lima tahun kemudian, yakni 19 Januari 2015, Sugianto Sabran melaporkan Bambang ke Bareskrim Polri. Dia menuding Bambang menyuruh para saksi di sidang MK 2010 silam untuk memberikan keterangan palsu.
Samad Sakit
Dari Makassar dilaporkan, setelah lebih dari satu jam menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Markas Polda Sulselbar, Ketua nonaktif KPK Abraham Samad mendadak jatuh sakit.
Proses pemeriksaan yang tengah berjalan pun terpaksa dihentikan dan akan kembali dijadwalkan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sulselbar. Samad keluar dari ruang penyidik dan langsung menuju ke masjid yang berada samping Gedung Dit Reskrimum Polda Sulselbar, tempat dia diperiksa.
Samad yang hendak menunaikan shalat dzuhur dikawal ketat aparat kepolisian. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulselbar Komisaris Besar Endi Sutendi menyatakan, kondisi kesehatan Samad terganggu hingga pemeriksaan terpaksa dihentikan.
Menurut Endi, sebelum mengaku sakit, dalam pemeriksaan satu jam, Samad telah mendapatkan 15 pertanyaan.
“Tersangka juga mengaku tidak pernah memalsukan dokumen seperti yang dituduhkan,” kata Endi.
Saat Abraham Samad diperiksa di ruang penyidik, massa dari puluhan organisasi yakni Forum Ummat Islam (FUI) Sulsel, Front Pembela Islam (FPI), Pemuda Penegak Syariat -KPPSI, Laskar Pembela Islam, Hidayatullah, Angkatan Muda Ka’bah, Laskar Anti Korupsi Pejuang 45 (Laki-P45), generasi muda Pembangunan Indonesia (GMPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Makassar dan Yayasan Raushan Fikra, melakukan aksi demonstrasi di depan Markas Polda Sulselbar Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar, Selasa.
Massa datang ke Polda Sulselbar dengan berkonvoi menggunakan kendaraan roda dua dan empat untuk memberikan dukungannya kepada Abraham Samad.
Para pengunjuk rasa mendesak agar kasus-kasus korupsi, seperti Century, BLBI, Hambalang, SKK Migas serta kasus-kasus korupsi lainnya segera dituntaskan. Mereka juga meminta agar segala bentuk kriminalisasi terhadap KPK dihentikan dan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dibebaskan dari segala rekayasa kasus tuduhan yang ditimpakan kepadanya. (h/dn/kcm/rol)