DJSN akan mendukung usulan BPJS Kesehatan untuk menaikkan iuran. Adapun, iuran baru untuk peserta PBI yang diusulkan Rp 27.500 dari sebelumnya Rp 19.225. Sementara, peserta non-PBI bertambah Rp 10.000 dari setiap kelas yang berlaku. iuran baru tersebut hanya berlaku untuk peserta baru. Sedangkan, peserta lama tetap membayarkan jumlah yang sama.
Baca Juga : Polri Pastikan Konsep Pam Swakarsa Komjen Listyo Sigit Berbeda dengan Tahun 1998
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan kebanyakan masyarakat yang mendaftar menjadi peserta BPJS ketika mengalami musibah sakit penyakit. Ketika sakit di rumahsakit, baru mendaftar. Ke depan, BPJS Kesehatan berencana mengubah aturan masa aktivasi yang saat ini tujuh hari sejak pendaftaran menjadi satu hingga tiga bulan.
Agar cashflow dan layanan BPJS Kesehatan terus meningkat, tentu saja BPJS tidak boleh rugi lagi. Sehubungan dengan itu tahun 2015 BPJS memiliki target menghimpun iuran atau premi Rp55 triliun, dengan nilai klaim mencapai Rp54,04 triliun. Jika target itu tercapai, rasio klaim BPJS akan turun menjadi 98,25 persen.
Baca Juga : Menko PMK Muhadjir Bagi-bagi Gadget, Ada Apa?
Seiring naiknya iuran BPJS, tentu diharapkan mutu dan kualitas layanan BPJS Kesehatan juga naik. Karena masih jamak kita dengar keluhan tentang belum maksimalnya layanan rumah sakit kepada peserta BPJS. Tentu saja, peran dan perhatian serius pemerintah terhadap layanan kesehatan masyarakat juga sangat diharapkan. Pemerintah jangan cendrung menghitung untung rugi dalam penyelenggaraan layanan kesehatan bagi masyarakat. Apalagi bagi masyarakat kurang maumpu.
Seperti juga dipaparkan salah seorang dokter spesialis jantung pembuluh Rumah Sakit Hassan Bandung, Dr. Erta Priadi Wirawijaya, SpJP dalam sebuah artikelnya tentang plus minum yang dirasakan masyarakat sejak kehadiran BPJS. Terkait dengan layanan BPJS, dia menjelaskan; Dari segi tanggungan kalau dulu orang yang menggunakan Jamkesmas/Jamkesda anggaplah nilainya 2 alias “banyak yang hak ditanggung”. Kalau Askes nilainya 7 atau banyak yang ditanggung, kalau pejabat pemerintah “semuanya ditanggung” termasuk pengobatan ke luar negeri juga ditanggung. Nilainya anggaplah 10. Kalau BPJS sekarang jadinya nilainya 5 atau “seharusnya semuanya ditanggung” tapi kenyataannya tidak semua.
Baca Juga : Presiden Jokowi Serukan Langkah Global Tangani Dampak Perubahan Iklim
Contohnya dalam sebuah kasus bayi dengan atresia bilier dan perlu transplantasi Hati. Biaya operasinya butuh Rp2 miliar tapi hanya ditanggung sekitar Rp 200 juta oleh BPJS. Sisanya, ya mana ada rumah sakit yang mau menanggung. Atau kasus dirawat di ICU, biaya total Rp 40 juta hanya ditanggung Rp20 juta. Ya akhirnya banyak rumah sakit terutama swasta yang tidak mau menanggung biaya rawat pasien BPJS di ICU.
Untuk warga tak mampu tentunya BPJS jadi solusi. Hanya dengan Rp25.500 per orang istri hamil ditanggung, anak perlu operasi cacat bawaan ditanggung. Tapi untuk PNS atau TNI yang tadinya ikut Askes tentunya ada amputasi tanggungan. Aorta robek perlu pasang stent seharga Rp150 juta, tadinya ditanggung hampir penuh sekarang hanya dibayarkan Rp 37 jutaan. Jadi siap-siaplah jual mobil kalau perlu. Ya itulah kira-kira untung rugi BPJS untuk penggunanya.
Baca Juga : Unggah Foto Natalius Pigai dan Gorila, Ini Dia Sosok Ambroncius Nababan
Sekarang bagaimana untuk rumah sakit? Rumah sakit pemerintah dulu banyak menangani pasien jamkesmas, pegawainya dibayar negara, alat kesehatannya di drop pemerintah wajar kalau ujungnya tarifnya lebih rendah. Hasil akhirnya biaya rawatnya tentunya lebih murah. Rumah sakit swasta yang harus menghidupi sendiri karyawannya dan membeli alat kesehatannya sendiri tentunya mengakibatkan biaya rawatnya yang lebih tinggi. Namun dengan naiknya iuran BPJS tentu otomatis mutu dan kualitas layanan juga meningkat. **