Ia tidak pernah mengenyam pendidikan sedikitpun. Tidak pernah belajar ilmu elektronik dan tidak pernah pula mendapatkan pelatihan tentang merangkai mesin. Orangtuanya yang miskin tidak pula sanggup menyekolahkannya ke sekolah luar biasa. Namun di balik semua itu, Doni memiliki bakat yang luar biasa besar. Sebuah karya yang seharusnya dilahirkan seorang insinyur telah dipertontonkannya ke masyarakat. Ia hanya belajar otodidak dan dipandu bakat alam.
Pesawat terbang mini buatan Doni terbuat dari peralatan yang ada di sekitarnya. Panjang pesawat sekitar 50 cm dengan menggunakan rangka dan bodi berupa papan. Sayapnya dibuatnya mirip pesawat zaman perang dunia II menggunakan triplek dua lembar. Sementara baling - baling terbut dari seng bekas dan menggunakan sejumkah motor tape recorder sebagai mesin penggerak. Mesin dinyalakan menggunakan baterai.
Pesawat buatannya juga dilengkapi dengan lampu senter bekas, posisinya persis di bawah pesawat. Pesawat buatannya dinyalakan dan terbang dilangit Amping Parak. Pesawat tersebut dapat dikendalikan Doni menggunakan remot kontrol mobilan bekas yang terbuang. Hebatnya lagi pesawat itu dapat dipantau dengan sebuah monitor hasil modifikasi hand phone bekas.
Pesawat itu terus melayang-layang dengan cahaya senter yang mencolok. Bagi orang yang belum tahu, mungkin akan mengira pesawat itu adalah pesawat pengintai atau pesawat luar angkasa. Sesekali pesawat itu terbang di atas perbukitan, lalu kembali lagi di atas tempatnya berdiri. Pesawat itu berputar dan melakukan atraksi aerobatic layaknya pesawat tempur dan diiringi tepuk tangan yang menonton dan akirnya landing sebelum energinya habis.
Doni berkeyakinan, pesawatnya itu masih bisa ditambahi beban beberapa gram materi lainnya. Menurutnya, pesawat itu pernah pula digunakannya untuk mengusir celeng (babi) di ladangnya. “Ketika itu pesawat ini sempat hilang, namun ditemukan lagi sesudah itu,” katanya menceritakan.
Doni anak pasangan Lianis dan Durus itu bercita -cita ingin membuat pesawat yang bisa ditumpangi manusia. Cita citanya itu sudah lama dipendamnya, soalnya jika cita cita itu disampaikannya ke orang lain akan dianggap bulan belaka.
“Jika ada alat dan bahan saya berkeyakinan mampu membuat pesawat seperti yang saya impikan. Paling tidak apat ditumpangi oleh satu atau dua orang saja,” kata anak ke tiga dari delapan bersaudara ini.
Untuk uji coba, menurutnya, pesawat impiannya itu dibuat dari papan dan motor dan baling-baling yang mampu mengangkat beban lebih besar dari badan pesawat. “Jadi sangat mungkin sekali mimpi saya terkabul jika motor yang saya inginkan itu tersedia,” katanya di Kedai milik Icong dan diiringi decak kagum warga yang mendengar.
Doni juga terampil merakit tape recorder dan sejumlah alat elektronik lainnya. Bentuk alat elektronik yang dihasilkannya juga sangat sederhana, misalnya tape recorder hanya berupa kotak kecil dari papan.
Cara merakitnyapun unik. Ia tidak satupun menggunakan peralatan misalnya obeng, tank, solder. Untuk mengetes arus listrik hanya dilakukannya dengan ujung jari. Kemudian merakit komponen - komponen tape hanya menggunakan lem atau dengan cara dipaku. Dan hasilnyapun sangat bagus. Ia mengaku, untuk merangkai alat-alat elektronik diperolehnya dari insting belaka.
Karya Doni berupa tape itu selalu dibawanya kemanapun ia pergi dengan menggunakan sebuah tas lusuh. Tape itu selalu dimainkannya sepanjang jalan, beberapa kali singgah di kedai. “Kadang saya mainkan musik rabab, kadang musik dangdut. Tergantung siapa yang ada dikedai,” katanya.
Bakat Doni yang demikian besar ternyata belum ada yang membimbingnya. Doni hidup dalam alam pikirannya sendiri. Jauh dari hiruk - pikuk dunia pendidikan dan pelatihan. Doni hidup bak para penemu besar dunia. Membuat teori dan hipotesa sendiri, kemudian hasilnya dinikmati orang banyak. **
Laporan:
HARIDMAN KAMBANG