Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Padang Panjang, Marjulas Sabri kepada wartawan menyebutkan, kemarin, realisasi pungutan pajak terhadap 69 rumah makan dan restoran di Padang Panjang pada tahun 2014 sebesar Rp 991 juta itu sesungguhnya belum maksimal sesuai Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2011 dan Peraturan Walikota (Perwako) nomor 14 tahun 2011. Pengusaha rumah makan dan restoran atau Wajib Pungut (WP) belum memiliki kesadaran akan manfaat pajak sehingga pajak rumah makan dan restoran belum diterima secara maksimal.
BPK mempertanyakan kenapa pajak restoran dan rumah makan tidak menggunakan sistem bill. Terkait ini Marjulas menjelaskan bahwa ketika dipungut dengan sistem bill penerimaannya justru turun.
Mantan kepala DPPKAD Kota Padang Panjang Mastoti menilai, pengusaha rumah makan dan restoran selaku WP, semestinya tidak perlu takut merugi jika menerapkan sistem pajak yang telah diatur Perda dan Perwako. Seluruh rumah makan dan restoran di Indonesia ini telah menerapkan sistem pajak tersebut dan tidak pernah dipersoalkan pembeli atau pengunjung selaku Wajib Pajak.
“Pada prinsipnya, pajak yang dipungut pemerintah akan kembali untuk kepentingan masyarakat guna percepatan pembangunan di berbagai lini sepanjang memiliki bukti yang jelas,” ujar Mastoti.
Hukemri Anggota Komisi II DPRD Padang Panjang dari PAN, meminta agar disiplin pajak ini didukung oleh jajaran Muspida. Bagi rumah makan yang tidak mau menerapkan bill, dia menyarankan agar tidak direkomendasikan menerima tamu-tamu pemerintah.
“Meski demikian tentu perlu kajian dan pendekatan kepada seluruh wajib pajak karena pajak bertujuan untuk kesinambungan pembangunan di masa datang,” pungkas Hukemri. (h/one)