Harga teh yang konon berpatokan kepada harga pasar dunia, nilai jualnya selalu melorot, kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan kurs dollar yang dalam beberapa waktu belakangan selalu menunjukkan tren positif. “Sejak dua bulan terakhir kami selalu merugi,” kata H. Abu Jamar, pengelola dan Ketua Kelompok teh Plasma Kayu Jao kepada Haluan, Jumat (6/3).
Baca Juga : Positif Covid-19 di Sumbar Mencapai 26.610 Kasus
Abu Jamar mengatakan dari hitung-hintungan antarabiaya produksi dengan nilai jual teh saat ini, Ketua Kelompok pemilik ratusan hektare kebun teh plasma itu mengaku petani harus menambah Rp20/kg bila harga teh berlaku saat ini hanya sebesar Rp1.081. Sedangkan biaya produksi, mulai dari pemetikan sebanyak Rp500/kg, transportasi ke pabrik teh di PTP. Nusantara VI sebesar Rp200/kg dan biaya perawatan kebun Rp400/kg. “Biaya produksi sebesar Rp1.100 perkilo. Selama tahun 2015 ini kami merugi saja, karena harga jual Rp.1.100 sekilo,” ungkap Abu Jamar yang akrab disapa pak haji ini.
Pihaknya menjelaskan dari 4 kelompok kebun yang tersebar di kawasan jorong Aie Batumbuak, Kayu Jao dan Batang Barus, dalam sebulan bisa berproduksi daun teh segar diatas 200 ton. Setelah dipetik oleh petani yang mencapai ratusan orang, kemudian diangkut ke Pabrik melalui KUD Manunggal Pribumi. “Kami menjual daun teh ke PTPN VI Danau Kembar melalui KUD,” jelasnya.
Baca Juga : Angka Kesembuhan Covid-19 di Sumbar Mencapai 92,09 %
Jeritan petani dan pemilik kebun konon sudah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir. Abu Jamar menyebutkan, harga tertinggi yang pernah dirasakan petani terjadi pada tahun 2013, yakni senilai Rp1.700/ kg. Kemudian terjadi penurunan harga sampai Rp1.429/kg. Sepanjang tahun 2014, harga teh kembali naik sampai Rp1.649/kg. “Bertahan beberapa bulan, harga teh kemudian mulai turun. Makin lama makin jatuh, hingga kini mencapai nilai terendah, sebesar Rp1.081 perkilo,” tuturnya.
Terkait jeritan petani, ketua KUD Manunggal Pribumi Cindra Masri Rajo Nan Sati, mengaku ikut mengeluh soal harga daun Teh yang terlalu rendah. Kondisi ini telah terjadi beberapa bulan terakhir. Sedikitnya 100 KK anggota KUD Manunggal Pribumi terus mengalami kerugian. “ Kita tidak bisa melakukan rasionalisasi harga, karena sudah terikat dengan perjanjian kerjasama dengan PTPN,” katanya via telephon selulernya.
Baca Juga : Ketua DW IV Jurai Kabupaten Pessel Terima Penghargaan Sebagai Penggita Literasi
Cindra Masri mengaku tata niaga daun teh tidak bisa lepas dari PTPN VI Danau Kembar. Meski sebenarnya ada perusahaan lain yang bersedia membeli daun Teh dengan harga lebih. Namun karena terikat kerjasama dengan pihak PTPN VI, pihaknya cuma bisa berharap ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan harga dimaksud. “Kita mendesak adanya formulasi baru dalam kesepakatan harga ini. Harga yang berlaku sekarang, sudah lama dan perlu diperbaiki,” papar Cindra.
Keinginan memperbaiki formulasi harga oleh KUD Manunggal Pribumi didukung oleh Wali Nagari Batang Barus Syamsul Azwar. Pihaknya bahkan berharap agar Pemkab. Solok dapat memfasilitasi pertemuan antara Petani, KUD, Pemerintah nagari dan PTP VI Danau Kembar. “Kita harus duduk bersama lagi, soal harga te hyang terus melorot,” tegasnya kepada Haluan, Minggu (8/3).
Baca Juga : Bupati Pessel Minta Masyarakat Gunakan Produk Lokal Karya UMKM
Syamsul Azwar menyebutkan, banyak komponen yang terlibat dalam proses budidaya the. Selain petani perawat kebun, ada pemetik dan kemudian pemilik kebun. Kondisi ini berperangruh kepada perekonomian warga. Bila tidak ada usaha perbaikan harga, pihaknya sangsi terjadi kemiskinan. “Kita ikut mendesak kesepakatan harga teh supaya ditinjau ulang,” kata Syamsul menyudahi. (h/ndi)