Putusan Menkumham itu juga sempat dipertanyakan Ketua Mahkamah Partai Golkar (MPG), Muladi. Ia menilai alasan pengakuan Kemenkumham atas Ketua Umum Golkar Munas Ancol, tidak dapat diterima. Sebab, MPG tidak pernah memutuskan soal keabsahan salah satu Munas Golkar.
Baca Juga : Ada 52 Kasus Pernikahan di Bawah Umur di Kota Padang Tahun 2020, Penyebab Utama 'Hamil Duluan'
Dalam keterangannya di Kantor Kemenkumham, Selasa (10/3) kemarin, Kementerian Hukum dan HAM mengakui kepengurusan DPP Partai Golkar versi Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono.
Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, keputusan tersebut diambil berdasarkan keputusan Mahkamah Partai Golkar yang menerima kepengurusan Golkar versi Agung.
Baca Juga : Cuma 2 Menit, Cetak Dokumen Kependudukan di Disdukcapil Kota Padang dengan Anjungan Dukcapil Mandiri
“Sekarang kita putuskan bahwa yang kita terima adalah sesuai amar keputusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) hasil Munas Ancol di bawah kepemimpinan Agung Laksono,” ujarnya.
Yasonna mengatakan, menurut Pasal 32 ayat 5 Undang-Undang Parpol Nomor 2 Tahun 2011, putusan mahkamah partai bersifat final dan mengikat. Dasar tersebut yang menjadi landasan Yasonna untuk mengakui kepengurusan Golkar versi Munas Ancol.
Baca Juga : Terdampak Pandemi Covid-19, Angka Pernikahan di Kota Padang Turun 10 Persen
“Sebelumnya kami sampaikan bahwa perselisihan hasil Munas Bali dan Ancol masalah internal yang harus diselesaikan di internal, yaitu melalui Mahkamah Partai. Setelah kita dapat keputusan soal Mahkamah Partai, kita pelajari dan mendalami putusan tersebut,” kata Yasonna.
Sebanyak 19 Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar kabupaten dan kota se-Sumatera Barat ditambah satu DPD Provinsi Sumatera Barat mempertanyakan surat yang dilayangkan Menkum dan HAM Yasonna Laoly kepada DPP Golkar pada Selasa (10/3). Meskipun tidak secara tegas menyatakan menolak keputusan Kemenkum dan HAM, Ketua DPD Golkar Sumbar Hendra Irwan Rahim memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap sikap Kemenkum HAM.
Baca Juga : Masa Reses DPRD Padang, Irawati Meuraksa Siapkan Program Tepat Guna untuk Masyarakat
“Pemerintah mestinya melihat secara rill. Jangan ikut berpihak. Putusan Mahkamah Partai jelas terbagi dua, Kemenkum dan HAM mestinya melihat ini,” terang Hendra, ketika dihubungi, Selasa (10/3).
Hendra juga mengatakan pihaknya bersama seluruh Ketua DPD se-Sumbar dan se-Indonesia sepakat mempertanyakan apa yang dilakukan Kemenkum dan HAM. Kemudian juga turut mendukung pelaporan kepada Mabes Polri terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Munas Ancol.
“Masa ada orang yang dari partai lain, membuat surat mandat atas nama Golkar dan datang ke Munas Ancol. Bahkan ada yang tidak punya hak suara datang dengan membawa mandat sebagai ketua dan sekretaris. Jika mau dibuat rusuh, ya seperti inilah jadinya,” ucap Hendra.
Terkait adanya kekhawatiran hal ini akan mempengaruhi Pilkada di Sumbar, ia mengatakan nantinya akan ada kebijakan yang memuat hal tersebut. Sebagai partai pemenang Pileg di Sumbar, Golkar memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan peta perpolitikan di Sumbar.
“Yang jelas tidak ada gejolak di Sumbar, kami semua di Jakarta, satu suara,” tegas Hendra.
Sementara, pengurus Partai Golongan Karya Kota Padang menyatakan secara tegas menolak keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mengesahkan kepengurusan Golkar versi Musyawarah Nasional di Ancol. Kepengurusan yang diketuai Agung Laksono itu dinilai tak memiliki legitimasi.
“Kami masih mengakui Aburizal Bakrie sebagai ketua yang sah,” ujar Ketua Partai Golkar Padang Wahyu Iramana Putra.
Menurut Wahyu, yang memiliki legitimasi itu adalah Munas di Bali karena musyawarah itu sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Musyawarah itu juga, “Dihadiri para ketua DPD Golkar se-Indonesia,” ujar Wahyu.
Dia heran dengan adanya pengesahan oleh pemerintah itu, padahal, menurutnya, Munas Ancol itu tak sesuai dengan AD/ART partai.
Dia mengatakan pengurus Golkar akan menindaklanjutinya lewat gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kebenaran akan terungkap nanti. Tunggu saja,” ujarnya.
Di samping itu, Wahyu menyarankan sebaiknya para petinggi di dua kubu itu melakukan rekonsiliasi sehingga persoalan partai berlambang beringin itu tak berlarut-larut. Sebab, Wahyu menduga, ada upaya untuk memecah partai ini.
“Jika kader tak arif dalam menyikapi ini, Golkar akan kerdil,” katanya.
Dilapor ke Polisi
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie, memastikan akan melaporkan kubu Agung Laksono ke polisi pada hari ini (Rabu, 11/3) besok. Menurutnya, pelaporan dilakukan atas permintaan kader-kader Golkar di daerah yang menemukan adanya pemalsuan dokumen dalam Munas Ancol, Jakarta, yang diselenggarakan kubu Agung.
“Itu satu upaya yang sudah diminta oleh daerah-daerah, karena setelah kami dapat data dari suatu musyawarah partai, maka data itu kami cek ke daerah. Ternyata bahwa surat-surat kuasa itu banyak yang palsu,” ujarnya.
Untuk mengumpulkan data dan bukti mengenai dugaan dokumen palsu tersebut, Aburizal mengumpulkan seluruh kader Dewan Pimpinan Daerah tingkat I dan II dari seluruh Indonesia. Menurut dia, sudah ditemukan bukti-bukti yang cukup untuk melengkapi laporan ke polisi.
“Banyak hak-hak suara itu adalah palsu, maka apa yang dinamakan Munas Ancol tentu itu tidak sah. Dari kader daerah saya mendengar akan melaporkannya ke polisi,” ujarnya.
Bingung
Di tempat terpisah, Ketua MPG, Muladi menilai alasan pengakuan Kemenkumham atas Ketua Umum Golkar Munas Ancol, tidak dapat diterima. Sebab, kata dia, MPG tidak pernah memutuskan soal keabsahan salah satu Munas Golkar.
Ditegaskan Muladi, keputusan MPG tidak bisa dijadikan acuan pemerintah untuk mengesahkan kepengurusan Golkar. Sebab, majelis MPG tak berhasil memutuskan perkara dualisme Golkar dengan mufakat. Yang ada, kata dia, keputusan MPG, adalah interpretasi pribadi para hakim.
“Terus terang, saya sebagai Ketua MPG, juga bingung. Kita tidak sekalipun memutuskan Munas yang sah,” ujarnya. Mantan Menteri Kehakiman itu menegaskan, pengesahan Kemenkumham atas kepengurusan Golkar Munas Ancol, tidak sesuai dengan keputusan MPG.
Peruncing Kisruh
Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Utara, Ridwan Bae menilai, putusan Menkumham tersebut membuat Partai Golkar terombang ambing. Lebih dari itu, putusan itu juga dinilai akan membawa perseteruan Golkar lebih meruncing lagi.
Ridwan yang dekat dengan Aburizal Bakrie ini menilai harusnya negara tidak mengintervensi dengan mengeluarkan surat yang malah membuat bingung masyarakat. Selama ini, kubu Aburizal merasa sudah melaksanakan amanat partai, Undang-undang partai, dan masih ada proses hukum yang belum selesai. “Negara malah mengombang ambing kita, padahal proses hukum di PN Jakbar saja juga belum final,” ujarnya.
Tak Ada Sapu Bersih
Sementara itu AGung Laksono memastikan, pihaknya tidak akan melakukan sapu bersih terhadap kubu Aburizal Bakrie yang dihasilkan Munas Bali. Susunan kepengurusan dipastikan akan mengakomodasi pengurus hasil Munas Bali meski Menkumham hanya mengakui pengurus hasil Munas Jakarta.
Ia juga akan akan berkomunikasi dengan pimpinan Golkar hasil Munas Bali untuk merumuskan susunan kepengurusan secara bersama. Bagi Agung, prioritas setelah keluarnya putusan Menkumham adalah mengembalikan soliditas Golkar dengan mengajak kubu Aburizal masuk dalam kepengurusan berdasarkan penilaian pada prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT).
“Ada berbagai cara, menyampaikan surat, mendekati satu per satu nama yang kami nilai PDLT-nya tinggi, tidak punya masalah hukum, dan bukan pihak keonaran,” ujarnya.
Menurut Agung, penyusunan kepengurusan dengan melibatkan kubu Aburizal dapat mengembalikan suasana nyaman di internal Golkar. Ia mengaku tak akan segan menemui langsung Aburizal Bakrie untuk mencari jalan terbaik dalam penyusunan pengurus.
“Kami tidak ingin membangun permusuhan, kami buka selebar-lebarnya. Jumlah pengurus bisa bertambah atau berkurang, kami harap Pak Akbar Tandjung mau bergabung,” ungkap Agung.
Ricuh
Hingga tadi malam, kubu Aburizal Bakrie masih menggelar rapat konsolidasi bersama sejumlah pimpinan DPD I dan II Partai Golkar di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat. Namun rapat itu diwarnai kericuhan setelah salah seorang dituding sebagai penyusup.
Kericuhan terjadi saat Aburizal menyampaikan pidatonya. Tiba-tiba saja, terjadi keributan di bagian belakang ruangan.Seseorang yang dituding sebagai penyusup itu ternyata sedang dipukuli oleh kader-kader Golkar lainnya. Terlihat Wasekjen Partai Golkar Ali Mochtar Ngabalin ikut memukuli pria itu. “Penyusup ini, penyusup, orangnya Yorrys ini,” kata kader Golkar yang ikut mengerumuni pria bertato itu.
Kejadian terjadi beberapa saat hingga Aburizal pun menghentikan pidatonya. Sebelum terlanjur babak belur, pria yang dituduh sebagai penyusup itu langsung diamankan oleh polisi.
Wapres Jusuf Kalla menilai keputusan Menkumham tersebut sedianya mengakhiri kisruh internal Partai Golkar. Menurutnya, masing-masing kubu harus menaati putusan MPG yang memenangkan kubu Agung Laksono.
“Ya kita harus menaati keputusan mahkamah partai yang kemudian disahkan oleh Menkumham, begitu garis hukumnya yang jelas, ya kita kita ikut hukum saja,” ujarnya.
Mengenai langkah kubu Aburizal Bakrie yang tengah mengajukan gugatan baru ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kalla hanya mengatakan bahwa pengadilan sejak awal meminta agar permasalahan ini diselesaikan melalui mahkamah partai. “Maka hasilnya harus didaftar ke pemerintah, pemerintah sudah keluarkan pengesahannya, ya selesai sudah,” sambung Kalla.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan bahwa kubu Agung selanjutnya harus mengakomodir kubu Aburizal sesuai dengan perintah mahkamah partai. Terkait kemungkinan Golkar bergabung dalam koalisi pemerintah setelah pengurusan Agung disahkan, Kalla tidak menjawabnya tegas. Ia hanya mengatakan bahwa selama ini Ia sudah dekat dengan kubu Aburizal maupun Agung.
“Namanya politik sekarang pun sudah dekat. Sebelum keputusan, Ical pun sudah berkawan baik dengan saya, semua sudah dekat pemerintah. Kan APBN kemarin kan cepat tidak ada masalah,” ujar dia. (h/eni/lex/bbs/kom/dtc/viv/ral/sis)