Bermain Cantik
Baca Juga : RS Penuh, Wali Kota Madiun Pinjam Gerbong Kereta untuk Isolasi Pasien Covid
Politik Golkar dalam pemerintahan selama ini, tak bisa kita pungkiri sebagai partai yang licin dalam berpolitik praktis. Semua itu terbukti, meskipun Golkar telah tumbang setelah Soeharto dilengserkan, oleh gelombang reformasi. Dalam hal ini, Golkar kembali bernyali dengan munculnya ia pada era reformasi dan memenangkan pemilu legislatif pada tahun 2004.
Permainan cantik Golkar, dengan tetap berada pada pemerintahan adalah saat ia memegang posisi ‘sentral” dalam kabinet Indonesia Bersatu SBY Jilid satu dan dua. Pada periode pertama SBY, Golkar tak memberikan suaranya kepada Jusuf Kalla yang saat itu, digandeng oleh Demokrat. Tetapi, Golkar mendukung Wiranto. Dalam hal ini, permainan cantik Golkar terlihat, saat masa pemerintahan SBY-JK—posisi tawar sangat kuat karena mempertimbangkan kekuatan parlemen. Pada periode kedua SBY, yang berpasangan dengan Boediono, Golkar dengan calon Jusuf Kalla sebagai calon presiden tidak berhasil memenangkan kursi kepresidenan. Tetapi, dalam matematika politik Golkar, mereka tetap mendapatkan bagian dalam “jatah kursi menteri” pada pemerintahan SBY-Boediono.
Baca Juga : Sinyal SOS di Pulau Laki Ditelusuri, Camat Kepulauan Seribu Selatan Beri Penjelasan
Sejarah kembali berulang, maka dalam memandang Golkar kita tak bisa lepaskan dari rekam jejak partai ini dalam berpolitik. Saat pemerintahan Jokowi-JK, meskipun ada dua bentuk kongres Golkar. Versi Aburizal Bakrie, itu melaksanakan kongres di Bali, dan versi Agung Laksono melaksanakan kongres di Ancol. Perdebatan panjang kekuasan di “internal” Golkar kembali menjadi sorotan tajam, bahwa Golkar tak akan bisa lari dari kekuasaan, bahwa mereka adalah “Play maker” dalam setiap kekuasaan pemerinatah.
Karena alasan kader Golkar yang tak memiliki posisi tawar yang kuat, makanya Golkar menjadi bagian dari Prabowo sebagai tim pemenangan dalam pemilu presiden 9 Juli 2014. Makanya, dalam hal ini terlibat jelas bahwa masalah Golkar tiap musim pemilu adalah figur ketokohan yang akan mereka calonkan menjadi presiden. Untuk mesin partai daerah, Golkar sampai saat ini, masih bisa dikatakan sebagai partai yang kuat dalam pengelolaan partai.
Baca Juga : Simak Penjelasan Kemenkes yang Sebut Vaksin Pfizer Tak Harus Diuji Klinis
Pilkada
Sebentar lagi daerah banyak melaksanakan Pilkada secara serentak ataupun tidak. Sebagai partai yang masih bisa dikatakan mengakar dalam kesatuan akar rumput, Golkar sebagai partai yang kadernya banyak menjadi Kepala Daerah. Dalam hal ini bisa akan kehilangan “posisi” di daerah. Peringatan itu, juga pernah disampaikan oleh Akbar Tandjung mengenai penyelesaian konflik internal dan mempersiapkan diri untuk pertarungan kepala daerah.
Baca Juga : Korban Teknologi Digital, Koran Suara Pembaruan Berhenti Terbit 1 Februari 2021
Golkar selama pemerintahan Orde Baru, sudah menjadi partai yang mengakar dari pusat sampai dengan daerah. Meskipun, habisnya masa Orde Baru dalam perpolitikan nasional, saat ritme singkat Soeharto telah habis. Maka, Golkar tetap menjadi bagian penting dalam demokrasi pasca reformasi.
Generasi Tua
Golkar bisa dikatakan sebagai partai veteran, masa ideologis partai ini masih bekas “pengagum” Orde Baru. Kehawatiran yang akan diterima oleh Golkar untuk kedepan adalah dengan memudarnya generasi tua dalam perpolitikan Golkar masa depan. Munculnya, kebijakan yang memenagkan Agung Laksono dalam “sengketa internal” soal pemegang kepengurusan yang sah. Ini adalah solusi bagi Golkar, sebagai partai yang banyak menarik kader baru dalam kepengrusan Golkar akan memberikan arah baru, komposisi kepengrusan Golkar dalam mempersiapakan estafet yang cepat kepemimpinan generasi muda.
Golkar Ancol yang bergabung dengan Agung Laksono, lebih dominan pada persatuan organisasi sayap yang ingin berperan dalam “kepengurusan “partai. Sebagai partai yang panjang kaderisasinya, Golkar membuka peluang tersebut dengan munculnya “kepengurusan” generasi muda, dalam kepemimpinan Agung Laksono.
Memang tak terlalu tua juga kepengurusan Ical, tetapi kekuatan di kepengurusan Ical tak memberikan peluang kepada kader-kader pontensial dari organisasi sayap Golkar untuk berkarir di kepengrusan Golkar. Hal inilah, yang kita sambut positif dari kemenangan dari kepengurusan Golkar, yang disahkan oleh pemerintah. Pengaruh kekuatan modal Ical dalam membangun partai dengan pundi-pundi uang. Menyebabkan, pergerakan dan mesin partai tidak militan sampai ke akar dalam garis ideologi yang terjaga.
Harapan kader baru, untuk berperan dalam “politik nasional” adalah terobosan Golkar sebagai partai yang banyak melahirkan pentolan-pentolan politisi papan atas. Dalam berpolitik yang matang, Golkar selalu menjadi kiblat partai lainnya dalam mengelola sumber daya anggaran dan manusiannya. Kita berharap, Golkar tak menjadi partai dinasti, yang menghambat pergerakan kader-kader terbaik Indonesia untuk berproses di Golkar.
Kepemimpinan Agung Laksono, dengan merangkul anak-anak muda yang ada di barisan organisasi sayap partai, bukti bahwa Golkar menjadi alternatif partai yang tak bisa dianggap sepele dalam perpolitikan Indonesia dari masa ke masa.***
ARIFKI
(Analis Politik Dan Pemerintahan UKM Pengenalan Hukum Dan Politik Universitas Andalas)