Di Kota Padang saja, pada umumnya objek wisata selalu diselingi dengan pemaksaan. Apakah berupa jasa foto, jasa tikar ataupun mematok harga yang tinggi. “Saya setuju pemerintah membenahi objek wisata. Namun, perilaku atau masyarakat yang ada di lokasi wisata harus dirubah. Kalau bisa buat perjanjian dengan mereka, Dinas Pariwisata harus membuat tolak ukuran pelayanan,” ucap Ian.
Baca Juga : Hadiri Wirid di Perumda AM Padang, Hendri Septa Ajak Tingkatkan Kepedulian
Ian berharap, dengan pembenahan yang seperti itu akan mendatangkan wisatawan. Karena, penikmat wisata erat kaitannya dengan rasa. “Di Bali itu rasa nyaman, ramah tamah masyarakatnya yang membuat maju pariwisatanya. Kalau di kita ini, belum masuk objek wisata saja, sudah dipaksa bayar sewa ini dan sewa itu. Wisatawan tidak nyamannya di situ,” tutur Ian.
Hal senada dikatakan pengamat wisata, Ridwan Tulus. Baginya Kota Padang, di mana saja berdiri sudah sangat indah, didukung oleh adat, sejarah Malin Kundang dan Siti Nurbaya. Namun, ketika wisatawan pergi ke destinasi wisata itu banyak yang mencoreng objek wisata Kota Padang. Mulai dari tiket masuk yang tidak ada aturannya, di tempat wisata harus bayar yang tidak jelas.
Baca Juga : Pemko Padang Gelar Bimtek PPRG Tahun 2021
“Contohnya saja di Batu Malin Kundang, Pantai Aia Manis, ada jasa tukang foto yang ‘maksa’. Padahal zaman sekarang ini, orang kalau pergi berwisata selalu bawa kamera,” pungkasnya.
Dinas Pariwisata, katanya, harus memikirkan juga nasib perekonomian masyarakat yang ada di lokasi wisata. Sehingga tidak ada lagi pemaksaan. “Wisata itu aset besar jika pengelolaan benar,” ucapnya lagi.
Baca Juga : Pandemi Belum Reda, Warga Padang Takut Berobat ke Puskesmas
Pantauan Haluan di Pasia Jambak beberapa hari terakhir ini, ketika masuk ke lokasi wisata harus membayar Rp5.000 perorang. Satu mobil Rp50.000, tetapi tiket hanya diberikan tiga lembar. Jadi tujuh tiket lagi tidak diberikan, jelas PAD bocor dalam tujuh tiket. Setelah masuk dan terus ke pantai dipaksa sewa tikar dengan harga Rp15.000 dengan ukuran 2x3 meter.
Di pantai Aia Manih, Batu Malin Kundang, saat ini memang gencar pembenahan. Namun, sebelumnya pengelolaan tidak jauh berbeda dengan Pasia Jambak. Tapi di pantai legenda Malin Kundang ini ada jasa tukang foto.
Baca Juga : Jumlah Penerima BST di Padang Berkurang 2 Ribu KPM
Wisatawan lokal dari Pasaman Barat, Yuslam menjelaskan, watak keras orang Padang ini yang akan mematikan objek wisata. Karena menikmati indahnya pantai harus membayar. “Yang punya pantai ini bukan orang Padang saja, di Pariaman juga ada pantai, di Air Bangis juga ada. Tapi, di tempat lain tidak membayar mahal kalau hanya melihat saja. Sama-sama kita lihat saja kalau objek wisata Padang ini bisa bertahan, jika pengelolaan tidak dirubah. Nasibnya akan sama seperti kebun binatang, tak diminati lagi,” tutup Yuslam. (h/ows)