Andi mengatakan dirinya sudah melaporkan ke Presiden Jokowi kronologi proses Perpres tersebut. Dan kemarin dirinya sudah mendapat arahan dari Presiden untuk mencabut Perpresnya.
Baca Juga : Survei IPO: AHY Masuk Lima Besar Tokoh Potensial di Pilpres 2024, Anies Teratas
Ke depan, agar tidak terulang, Andi mengaku akan memperkuat catatan yang diberikan ke Presiden baik untuk Perundangan, UU hingga Keppres.
“Kami perkuat catatan yang diberikan baik untuk seluruh aturan perudangan, dari UU sampai kepres, inpres itu dikawal lebih baik lebih ketat,” tuturnya.
Baca Juga : Pakar Analisis Ucapan Moeldoko 'Diperintah Jokowi': Tak Ubahnya Unjuk Kekuatan
Andi menjelaskan bahwa prosedur proses Perpres sudah sangat baku. Mulai dari tingkat eselon, kementerian, setneg hingga seskab.
“Hal-hal yang sifatnya dinilai sensitif, karena berkaitan bisa langsung kebutuhan rakyat banyak atau terkait dinamika politik tertentu akan dilakukan pengetatan proses pengambilan dan penetapan kebijakannya supaya tidak ada langkah-langkah yang salah,” paparnya.
Baca Juga : Berikut Daftar Pengurus Masyumi Reborn: Ahmad Yani Ketum, Alfian Tanjung Waketum
Pencabutan Perpres yang baru lahir itu diapresiasi positif oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Inkonsisten
Baca Juga : AHY Temui Ketum PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Bahas Soal Ancaman Demokrasi
Pengamat Hukum Tata Negara asal Universitas Andalas (Unand) Khairul Fahmi menilai, alasan Jokowi tidak mencermati satu per satu dokumen untuk urusan pengadaan mobil bagi pejabat, sehingga akhirnya memantik protes dari berbagai pihak, adalah bentuk kelalaian yang seharusnya tidak terjadi pada posisinya sebagai seorang pimpinan.
“Minimal, meskipun dokumen tersebut tidak dicek satu per satu, presiden tetap harus tahu substansi dari suatu hal yang akan ditandatanganinya. Mungkin ke depan ini menjadi pelajaran bagi Jokowi dalam mengambil keputusan. Benar, urusan teknis lebih dipahami oleh bawahannya di kementerian, tapi minimal secara substansi ia harus tahu. Kalaupun tidak tahu harus dikasih tahu oleh bawahannya, baru bisa memutuskan,” ucap Fahmi.
Fahmi melanjutkan, terkait kelalaian tersebut tidak bisa diterka apa penyebabnya. Namun, bisa jadi Jokowi benar-benar tidak tahu, tidak mau tahu atau tidak diberi tahu oleh bawahannya. “Apapun itu, tentu kasus penandatanganan tanpa mengetahui apa yang ditandatangani ini harus menjadi pelajaran bagi Jokowi. Bayangkan saja jika keputusan yang ia buat merugikan masyarakat,” lanjutnya.
Kejadian tersebut juga ditanggapi Pengamat Politik asal Universitas Negeri Padang Eka Vidia. Ia menilai, kisruh yang diakibatkan Perpres Nomor 39 Tahun 2015 ini dinilai sebagai bentuk inkonsitensi seorang Jokowi dalam memimpin. Tidak itu saja, Jokowi juga dinilai kuran sensitif terhadap nasib masyarakat dan lemah dalam berkomunikasi dengan masyarakatnya.
“Sudah jelas ini bentuk tidak konsistennya presiden, tidak ada sangkut pautnya kebijakan pro-rakyat yang didengungkan dulu dengan menambah jumlah uang muka untuk pembelian mobil bagi pejabat. Dari sini kita lihat pula bahwa presiden tidak sensitif dengan penderitaan rakyat,” ucap Eka.
Sebelumnya, kenaikan Bahan Bakar Minyak, Gas LPG dan kebutuhan pokok lainnya terasa sudah membebani rakyat. Ditambah keputusan menaikkan jumlah uang muka pembelian mobil pejabat, Jokowi dinilai makin melukai hati masyarakat.
“Selain itu, tidak ada komunikasi yang jelas dari presiden terkait keputusan-keputusan yang ia buat. Hal ini membuktikan lemahnya komunikasi presiden pada rakyat. Jika memang kebijakan menaikkan jumlah uang muka pembelian mobil pejabat penting, jelaskan pada masyarakat apa pentingnya, begitupun dengan kebijakan-kebijakan lainnya,” lanjut Eka.
Baik Khairul Fahmi dan Eka Vidia sama-sama berharap, kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi Jokowi dalam menetapkan sebuah keputusan. Diharapkan presiden lebih cermat, fokus, konsisten, sensitif dan komunikatif terhadap rakyat.
Diketahui tunjangan uang muka untuk mobil pejabat negara sebelumnya hanya Rp116.650.000 sesuai Perpres No 68 Tahun 2010. Kemudian dinaikkan oleh Presiden Jokowi melalui Perpres No 39 Tahun 2015 menjadi Rp210.890.000. (h/mg-isq/mg-fds/dtc/okz)