Ijal (57) petani sawit di Kambang Harapan Senin (3/5) menyebutkan, ia menjual sawit seharga Rp660 per kilogram kepada tauke. Harga itu bahkan cenderung alami penurunan semenjak seminggu terakhir.
Baca Juga : Alhamdulillah, Singapura Bakal Izinkan Perawat Muslim Pakai Hijab
Pihak tauke sawit telah menjelaskan alasan turunnya harga sawit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya angkut ke pabrik. Bahkan TBS menumpuk di gudang penyimpanan selama berhari-hari.
“Alasan selanjutnya adalah produksi sawit milik perusahaan dan masyarakat bulan ini melimpah. Di pabrik truk pengangkut sawit antri untuk dapat membongkar buah. Namun akibat terpaksa sawitnya tersebut dijual dengan harga rendah, jika tidak maka buah akan jatuh dan membusuk,” katanya.
Baca Juga : Balas Serangan China, AS-Filipina Bakal Latihan Militer Gabungan
Sementara Buyung Tunas (60) warga setempat menyebutkan, ia harus menjual sawit dengan harga Rp670 per kilogram. “Kalau tauke tidak mau membeli dengan harga seperti itu saya tidak jual. Biarlah buah sawit itu jatuh sendiri dari batangnya,” katnya.
Ia mengaku, dengan menjual sawit seharga Rp670, ia tetap tidak memperoleh keuntungan. Hasil sawitnya hanya cukup untuk biaya pemeliharaan saja. Kepadanya touke menjelaskan, semakin dekat suatu kawasan dari pabrik
Baca Juga : Ingin Capai Usia 99 Tahun Seperti Pangeran Philip? Intip Pola Makannya
Sementara, Pirok (35) salah seorang tauke pengumpul menyebutkan, harga buah sawit di perusahaan memang sedang anjlok, maka terpaksa ditingkat petani harga swit juga diturunkan. Sepenkan terakhir harga sawit mengalami penurunan sebanyak empat kali, meski penurunannya hanya Rp30 namun sangat berpengaruh pada harga di tingkat petani. Biasanya penurrunan harga ini akan berlangsung hingga selepas lebaran.
“Dengan membeli Rp670, keuntungan yang diperoleh hanya cukup untuk biaya operasonal. Sawit yang dibeli dari petani, nanti saya jual pula ke tauke induk semang, jadi keuntungan sangat tipis,” katanya.
Baca Juga : Harry Hadir Sendiri, Ternyata Ini Alasan Meghan Markle Tak Hadiri Pemakaman Pangeran Philip
Selanjutnya Koperasi petani sawit yang ada di Kambang dan kawasan sekitarnya hingga kini belum mampu memecahkan persoalan anjloknya harga sawit.
Harga sawit yang cenderung rendah ditengarai juga pengaruh mutu bibit yang rendah. Kualitas TBS yang hasil kebun petani Pessel umumnya tergolong pada kelas batu dan banci.
Terkait dengan bibit sawit yang ditanam warga di Pessel Kepala Dianas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Pessel Afrizon Nazar menyebutkan, sulit memang memantau asal usul bibit sawit yang ditanam petani daerah itu.
“Bibit yang ditanam bahkan juga ada yang berasal dari buah yang jatuh lalu tumbuh. Tanaman sepertiini banyak yang dirawat petani.Jika ini yang terjadi maka dipastikan mutu TBS-nya kurang bagus,” kata Afrizon Nazar.
Disebutkannya, untuk menghasilkan TBS super atau kualitas dura, maka asal usul bibit yang ditanam harus dari pengelola bibit yang terakreditasi. Dan tentu untuk mendapatkannya perlu prosedur yang harus diikuti petani.
“Jadi agar petani tidak merugi,kami menyarankan tanamlah sawit darib ibit yang jelas dan telah melalui proses pembibitan sesuai dengan aturan,” katanya lagi.(h/har)