“Praktik politik uang saat pemilih di Indonesia menunjukan tren yang meningkat. Bila Pemilu sebelum 2009, praktik ini dilakukan sembunyi-sembunyi, namun pada pemilu 2014 justru terang-terangan. Tentu pada Pilkada 2015 nanti lebih berbahaya, karena calon diberi sinyal boleh memberikan suvenir seharga Rp50.000,” ucap Aidinil, saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi (Rakor) KPU se-Sumbar tentang Riset Meningkatkan Partisipasi Pemilih untuk menghadapi Pilkada 9 Desember 2015 di Gedung KPU Sumbar, Kamis (21/5).
Baca Juga : Di Depan Doni Monardo, Gubernur Rekomendasikan Pinago sebagai Penahan Abrasi
Kemudian aspek kesukarelaan meluangkan waktu melihat informasi pemilu di tengah masyarakat juga bisa menjadi penyebab turunnya partisipasi pemilih tersebut. Aidinil melihat, penyakit ini sudah mulai menggerogoti masyarakat.
“Banyak dari masyarakat yang kurang minat mengikuti berbagai kegiatan sosialisasi Pemilu yang diadakan penyelenggaran Pemilu. Akibatnya, niat warga untuk ikut merasakan bertanggungjawab menegakkan demokrasi menjadi menurun,” ulas Aidinil.
Baca Juga : Ini Besaran Zakat Fitrah dan Fidyah Tahun 2021 di Padang
Sementara itu, Nora Eka Putri dari Universitas Negeri Padang melihat faktor rendahnya partisipasi di kelompok yang kemudian berujung dengan tingginya angka golput itu ada yang disebabkan faktor sepele saja.
“Yakni hanya karena alasan tidak suka dengan parpol atau juga dengan calon,” jelas Nora. Melihat berbagai permasalahan dalam peningkatan partisipasi pemilih ini, Aidinil menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat pemetaan dari potensi pemilih yang ada.
Baca Juga : Alhamdulillah, Perumda AM Padang Gratiskan Air Masjid dan Musala Selama Ramadan
“Namun harus diingat pemetaan potensi itu jelas merujuk pada kondisi masing-masing daerah. Sebab antara satu daerah dengan daerah lain jelas tidak sama kondisinya,” jelasnya.
Misalnya kondisi Kota Padang beda kondisinya dengan Kota Bukittinggi atau Kota Solok, meski sama-sama berstatus kota. Menurutnya, untuk KPU yang akan mengukur partisipasi pemilih itu bisa membuat program seperti sosialisasi, atau road show ke sejumlah tempat dan cara lainnya.
Baca Juga : Hendri Septa Dengarkan Pandangan Fraksi DPRD Tentang LKPJ Wali Kota Padang Tahun 2020
Meski begitu, program-program tadi itu tidak signifikan meningkatkan partisipasi pemilih dalam waktu cepat apabila KPU tidak mengetahui akar persoalannya.
Hal kedua menyangkut rendahnya partisipasi pemilih yang harus diteliti KPU adalah menyangkut munculnya kertas suara yang rusak di setiap pemilihan.
“Tujuan KPU melakukan riset partisipsi pemilih sendiri adalah mencari permasalahannya sekaligus menghasilkan solusi yang berbentuk kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah dan memperkuat partisipasi di daerah,” ujarnya.
Sementara itu, hasil riset yang sudah dipetakan oleh masing-masing KPU itu juga berhubungan dengan anggaran yang akan dibutuhkan. Contoh, apabila dalam pemetaan turunnya partisipasi pemilih disebabkan aspek teknis seperti pendistribusian alat-alat peraga kampanye pada daerah yang cukup jauh.
“Daerah yang sulit ditempuh dalam waktu singkat sementara alat peraga ini tujuannya mengajak masyarakat memilih, maka KPU jelas butuhkan biaya. Apabila tidak ada pembiayaan dari hasil pemetaan itu, maka hal itu diyakini bisa menurunkan tingkat partisipasi pemilih,” jelasnya. (h/mg-rin)