Kalau berbicara deretan kerusakan moral dan akhlaq sangatlah panjang. Tinggal nyalakan stasiun televisi, pilih program-program kriminal. Belum lagi kalau kita membeli “koran kuning” yang kalaulah bisa diperas barangkali akan keluar darah semua, karena begitu banyaknya berita pembunuhan, perkosaan dan tindak kriminal lainnya.
Baca Juga : Kritik Wacana Poros Partai Islam, Zulkifli Hasan: Ini Bertentangan dengan Rekonsiliasi Nasional
Dibalik semua itu, berbagai upaya pun untuk memangkas, memotong, meminimalisir semakin tergerusnya akhlaq oleh erosi berketerusan ini terus dilakukan terutama oleh pemerintah dengan berbagai program caracter building. Namun, sepertinya jauh panggang dari pada api, semakin gencarnya kampanye pembangunan karakter didengungkan, semakin deras pula erosi akhlaq menggerus norma kehidupan.
Beranjak dari semua itu, penulis berupaya mengemukakan beberapa hal yang disebut sebagai bengkel akhlaq, yang diharapkan bisa menjadi solusi bagi perbaikan akhlaq terutama akhlaq remaja dewasa ini.
Baca Juga : Jokowi: Industri Otomotif Harus Segera Diakselerasi
1. Rumah Tangga (Keluarga)
Sebagai gerbang utama kehidupan, rumah tangga mempunyai peranan yang sangat vital dalam pembinaan akhlaq. Baik atau buruknya akhlaq seorang anak menjadi cerminan tingkat keberhasilah orang tua dalam mendidik anaknya. Di dalam ajaran Islam, anak yang lahir ke dunia ini memiliki hak-hak dan kewajiban tertentu yang harus ditunaikan oleh kedua orang tuanya sebagai pelaksana tanggung jawab mereka kepada Allah dan untuk kelestarian keturunan. Para ulama menghitung ada banyak hak yang dimiliki anak atau ada banyak kewajiban orang tua terhadap anaknya, dan salah satu di antaranya adalah mengajarkan anak al-Quran dengan cara yang sesuai dengan al-Quran, sehingga melahirkan anak-anak yang cinta terhadap al-Quran dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam hadits lain Rasulullah saw. juga bersabda: “Sesungguhnya kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: Memberi nama yang baik ketika lahir, mendidiknya dengan al-Qur’an dan menikahkan ketika menginjak dewasa.”
Baca Juga : Masyarakat Antusias Disuntik Vaksin Nusantara, Saleh Daulay: Tak Ada Muatan Politik
Lingkungan keluarga sangat menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan. Nilai moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama yang sudah digariskan.
Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis.
Baca Juga : Kasus Covid-19 di Indonesia Merangkak Naik: Tambah 6.177 Positif Baru, DKI Jakarta Terbanyak
Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang dia sendiri canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya. Dengan demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menyesatkan dirinya.
2. Rumah Sekolah (Lembaga Pendidikan)
Kepentingan kita pada pendidikan melebihi dari segala kepentingan lainnya. Dan kebutuhan kita terhadap pendidikan lebih tinggi dari kebutuhan lainnya. Apa artinya tubuh dan badan tanpa nilai aturan dan agama? Apa artinya jasad dan raga tanpa akal dan nyawa? Apa artinya wadah bila isinya rusak?. Setiap makhluk punya jasad. Manusia dan binatang sama-sama mencari makanan dan minuman. Orang-orang mukmin dan kafir, berbakti dan durhaka, baik dan jahat sama-sama butuh makanan dan udara. Tetapi, kaidah-kaidah, aturan-aturan, pendidikan, pengajaran, akidah dan iman yang benar hanyalah milik orang-orang Islam.
Mengapa angka kejahatan mengalami peningkatan yang mencengangkan?. Hal itu tidak lain karena kurangnya perhatian terhadap pendidikan. Kezaliman, kesewenang-wenangan, dan kerusakan tidak akan merajalela kecuali pendidikan manusia diperlakukan secara buruk, akhlaqnya menyimpang dan perilakunya terperosok ke dalam jurang kehancuran. Banyak generasi telah berganti dengan fitnah, tidak ada pendidikan, dan tidak mengetahui hak-hak Allah, maupun hak-hak hamba Allah. Mereka tidak punya amanah yang harus diemban, tidak punya tujuan yang hendak dicapai, tidak bisa mengenali yang ma‘ruf dan tidak bisa mengetahui yang mungkar. Hidup mereka hanyalah permainan dan senda gurau. Kondisi mereka sangat buruk dan menyimpang. Mereka tenggelam di dalam lumpur kenistaan dan mengabaikan keutamaan. Mereka tidak menyimpan kebaikan sedikitpun bagi bangsa dan negara. Adakah kejahatan sosial yang lebih berat dari ini?.
Sungguh, keberadaan generasi yang jauh dari pendidikan yang benar merupakan kejahatan terhadap masyarakat dan umat secara keseluruhan. Betapa banyak masyarakat yang mengeluhkan penyimpangan prilaku remaja? Betapa banyak orang tua yang mengeluhkan kenakalan anak-anak? Dan betapa banyak ayah ibu yang tersiksa dengan kedurhakaan anak-anak dan keengganan mereka untuk menunaikan tugas-tugas.
Oleh karena itu, umat Islam berkewajiban melaksanakan tanggung jawabnya masing-masing dalam menyelesaikan masalah ini dengan mengerahkan segenap potensi dan kemampuan yang dimiliki. Mereka juga harus bekerja sama dengan semua saluran yang ada: rumah, keluarga, kedua orang tua, kerabat, sekolah, kampus, masjid, klub bermain, seluruh lapisan masyarakat, dan segenap media massa dengan semua saluran yang ada. Semuanya harus bekerja keras dalam mendidik, membangun, dan menanamkan norma-norma akhlaq pada diri putra-putrinya. Agar kelak lahir generasi muda yang ideal, baik laki-laki maupun wanita.
Tanggung jawab mendidik generasi muda adalah tanggung jawab yang sangat berat. Dan masalah perhatian terhadap belahan jiwa dan buah hati (baca: putra-putri) adalah masalah yang sangat besar. Umat Islam harus mencurahkan seluruh perhatiannya kepada masalah ini. Sebab, pilar-pilar kebahagian mereka pada diri pribadi maupun masyarakat bertumpu pada masalah pendidikan ini. Oleh karena itu, pendidikan harus dipersiapkan secara matang. Kurikulum harus dirumuskan, perencanaan harus dimatangkan, tenaga harus dikerahkan, agar proses pendidikan berjalan dengan baik, tidak terhantuk batu di tengah jalan, jauh dari segala macam pertentangan dan dualisme, terhindar dari taklid buta dan latah, serta dibarengi perasaan bangga akan kepribadian Islam dan tata cara syar’i, seraya berpegang teguh pada petunjuk Al-Quran dan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di samping itu, perlunya wacana bahwa penilaian akreditasi sebuah lembaga pendidikan, tidak hanya terpaku pada delapan standar yang sudah ditetapkan. Lebih dari itu, keberakhlaqan setiap lulusan yang tercermin dalam pelaksanaan nilai-nilai agama, mestinya menjadi sebuah jaminan.
Agama Islam telah memberikan perhatian yang sangat besar pada masalah pendidikan. Tidak ada yang bisa menyelamatkan generasi muda dunia selain pendidikan yang didasarkan pada ajaran agama. Karena hanya pendidikan inilah yang memiliki tujuan mulia, yaitu pengabdian kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, serta pendayagunaan semua bidang untuk berkhidmat kepada prinsip yang fundamental ini. Demikian juga pendidikan yang dimaksudkan untuk menjadikan generasi muda sebagai pengemban akidah, pemilik cita-cita yang tinggi, pembawa iman, dan pemelihara budi pekerti. Hal itu terlihat pada ucapan, pola pergaulan dan prilaku mereka.
Maka, pemilihan lembaga pendidikan yang tepat bagi putra-putri kita, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa dan mental mereka. Dan yang jelas, ini menjadi sebuah tantangan besar bagi setiap lembaga pendidikan –negeri dan swasta / formal, informal ataupun non formal- agar dalam menentukan arah pendidikan selalu menjadikan akhlaq dan agama sebagai landasan utama. Jika ini dilaksanakan dengan baik, niscaya kondisi akan membaik dan masyarakat akan merasakan kebahagiaan yang nyata. Insya Allah.
3. Rumah Adat (Tatanan Adat/Peran Pemangku Adat)
Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai hakekat dan corak dari struktur sosial budaya di Minangkabau, kita dapat mempelajari dan mengkaji agama, upacara, dan atribut yang digunakan sehingga dapat menemukan dan menentukan apa yang seharusnya diinternalisasikan dalam masyarakat di Minangkabau.
Pemahaman yang benar terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan adat Minangkabau, menjadi dasar utama bagi seseorang untuk hidup nyaman dan dipandang sebagai bagian dari masyarakat beradat. Rendahnya nilai-nilai akhlaqi yang tercermin dalam tata pergaulan remaja dewasa ini, menjadi salah satu bukti semakin menipisnya pemahaman mereka terhadap norma adat dan agama yang dianutnya.
Maka, sudah menjadi kewajiban bagi kita semua, terutama bagi para pemangku adat, untuk kembali menginternalisasikan nilai-nilai adat bagi generasi muda kita. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan pelatihan nilai-nilai adat dan tradisi Minangkabau. Menghidupkan kembali budaya surau rang mudo, silek, randai, berpetatah-petitih dan sebagainya, yang nyaris tenggelam di tengah-tengah masyarakat pada dalam dan derasnya arus globalisasi. Di samping itu, pemberlakukan sanksi sosial / sanksi adat bagi para pelanggar aturan sosial, bisa menjadi alternatif dalam menegaskan pentingnya arti sebuah nilai adat bagi masyarakat setempat.
4. Rumah Sakik (Rumah Sakit)
Rasulullah saw. Bersabda “Cukuplah dengan kematian itu menjadi pelajaran bagimu”. dari wasiat Rasulullah saw ini jelas bahwa pelajaran yang paling berharga dalam hidup ini adalah mengingat mati serta mengambil ibrah (pelajaran) dari setiap kematian. Betapapun banyak pelajaran (ilmu) yang kita pelajari hingga kita menjadi seorang ahli ilmu, tentu semua itu tak bermakna apa-apa jika membuat diri kita melupakan kematian yang menjadi pintu gerbang bagi kita menuju alam akhirat; Hari Akhir; Hari Perhitungan; Hari Penentuan apakah kita akan menjadi penduduk surga atau penduduk neraka.
Sebenarnya, belajar dari kematian tidak terbatas pada mengambil pelajaran dari peristiwa kematian itu saja. Tapi lebih dari itu, seluruh proses kehidupan yang tentunya akan berimbas pada proses kematian bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi seseorang yang mau mengambil i‘tibar darinya. Pada banyak kesempatan sering penulis sampaikan bahwa “Jika hidup sesuka kita, maka mati sesuka Allah”. Artinya, bagaimana kita merancang hidup, maka seperti itu pulalah kita akan dimatikan oleh Allah SWT.
Orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari kehidupan dan kematian, akan berusaha hidup sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah SWT. Termasuk salah satu pelajaran yang paling berharga adalah belajar dari rasa sakit dan orang-orang yang diberi rasa sakit oleh Allah SWT. Contoh yang paling simpel dalam menanamkan akhlaq kepada anak adalah ketika seorang anak suka kebut-kebutan atau balapan motor misalnya, dengan membawanya ke rumah sakit dan memperlihatkan akibat dari aksi kecelakaan berlalu lintas dan sebagainya.
5. Rumah Ibadah (Ulama/Tokoh Agama dan Kesadaran Beragama)
Seperti diketahui dalam sejarah bahwa setelah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah dari Mekah ke Madinah, maka yang pertama dilakukan nabi adalah membangun masjid Quba dan di masjid inilah didirikan shalat jum’at pertama dalam Islam. Beberapa lama kemudian dibangun pula masjid Nabawi. Melihat bangunan fisiknya, masjid dizaman itu masih sangat sederhana. Namun, masjid memainkan peranan yang sangat signifikan. Dan menjalankan multi fungsi dalam pembinaan umat. Masjid saat itu memainkan peranan yang sangat luas. Masjid berfungsi sebagai tempat beribadat, tempat pendidikan, tempat pemberian santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan perang, tempat pengobatan para korban perang, tempat mendamaikan dan menyelesaikan sengketa, tempat menerima utusan delegasi/tamu, serta pusat penerangan dan pembelaan agama. Dari pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw. di masjid itu, lahirlah tokoh-tokoh yang berjasa dalam pengembangan Islam ke seantero dunia, seperti Abu Bakar shiddiq, Umar bin al-Khatab, Usman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib dan tokoh-tokoh utama lainnya.
Sungguh, Kenakalan remaja dewasa ini lebih banyak disebabkan oleh rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan. Kerusakan diperparah oleh hilangnya tokoh panutan, berkembangnya kejahatan orang tua, luputnya tanggung jawab institusi lingkungan masyarakat, impotensi di kalangan pemangku adat, hilangnya wibawa ulama, bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis, dan profesi guru dilecehkan.
Oleh karena itu, mengingat begitu pentingnya pembinaan akhlaq, terutama bagi kalangan remaja Indonesia dewasa ini, maka sinergisitas antara rumah tangga, rumah sikola, rumah adat, rumah sakik dan rumah ibadah yang tercermin dari kombinasi dan kolaborasi orang tua, guru, tokoh adat/ninik mamak, alam teladan dan tokoh agama menjadi sebuah keharusan bagi kita, sebagai bentuk tanggung jawab dalam membina akhlaq generasi bangsa Indonesia. Semoga !!!.
KAMARUL ZAMAN, MA
(Guru MTSN Durian Tarung Padang)