Dari rumahnya di Jorong Sungai Padi, Nagari Lubuak Gadang, Fifi mengendarai sepeda motor seorang diri. Dalam waktu sekitar 20 menit, ia tiba di kawasan tempat pasien bermukim. Tapi dia tidak bisa langsung berhenti dengan sepeda motornya di halaman rumah pasien. Fifi harus menaruh dan menitipkan sepeda motornya agak jauh dari rumah pasien. Selanjutnya bidan itu harus berjalan kaki menyusuri jalanan becek sepanjang kurang lebih 300 meter karena jalan rumah pasiennya tidak bisa dilalui sepeda motor.
Baca Juga : Politik dan Etika Berkelindan dalam Pengisian Jabatan Wawako Padang
Fifi mengunjungi pasien tersebut dalam rangka kunjungan nifas dan neonatus. Kunjungan adalah kunjungan yang dilaksanakan padfa masa usia anak dari sejak lahir sampai dengan 4 minggu atau 28 hari. Ia memeriksa kondisi kesehatan bayi dengan stetoskop dan menanyakan kondisi kesehatan ibu bayi.
Selepas berdialog sebentar dengan pasien, Fifi pulang ke rumah tanpa memungut bayaran sedikit pun. Walau jalan yang ditempuh menuju rumah pasien cukup sulit dan tidak mendapat bayaran dalam menjalankan tugasnya kali itu, Fifi mengaku tidak keberatan menjalankan tugasnya atas dasar kemanusiaan.
Baca Juga : Jangan Terlalu Bersedih Jika Kamu Dihinakan
Sedangkan Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Sumatera Barat Syahninar yang didampingi Kadis Kesehatan Provinsi Sumbar dr Rosnini Savitri berkisah tentang pengabdian salah seorang bidan di Kabupaten Mentawai. Di mana bidan tersebut setelah memberikan pertolongan kepada pasiennya terpaksa terkurung di pulau yang dikunjunginya itu selama dua minggu.
Bidan tersebut tidak bisa segera kembali ke lokasinya bertugas attau ke rumah, karena ketiadaan sarana transportasi. Jika dipaksakan menyewa perahu atau sampan motor khusus, biayanya sangat mahal dan tidak mungkin terjangkau oleh si bidan tersebut. Barulah setelah dua minggu ada orang lain yang datang berkunjung ke pulau itu dengan perahu motor dan ia bisa kembali dengan menumpang perahu motor tersebut.
Baca Juga : Mengapa Isu Presiden 3 Periode Kembali Berhembus?
“Banyak lagi kisah-kisah humanis pengabdian para bidan di Sumbar,” kata Kadis Kesehatan Provinsi Sumbar Rosnini Savitri.
Bidan Perlu Disekolahkan Lagi
Baca Juga : Perang Inovasi dalam Era Disrupsi
IBI wilayah Solok Selatan (Solsel) berharap pemerintah kabupaten memberikan beasiswa bagi bidan-bidan di kabupaten itu, baik yang berstatus PNS maupun PTT. Harapan itu berdasarkan tingkat pendidikan para bidan setempat yang rata-rata tamatan D3.
Ketua IBI Solsel, Lora Ayahanda Putri mengatakan, total bidan di Solsel berjumlah 248 orang yang tersebar di RSUD, Puskesmas, Pustu, dan Polindes. Dari 248 itu, yakni 115 berstatus PNS dan 133 berstatu PTT, hanya 15 orang yang berpendidikan D4 atau setara S1.
“Kalau soal jumlah, bidan di Solsel sudah cukup karena tersebar di semua jorong yang ada di kabupaten ini, bahkan sampai ke daerah terpencil. Tapi dari segi kualitas, masih belum memadai. Ya karena tingkat pendidikan tadi. Kalau bidan tamatan D3 berbeda pengetahuan dan kemampuannya dengan bidan tamatan D4,” tuturnya kepada Haluan di Kantor IBI Solsel di Padang Aro, Selasa (23/6).
Dengan kondisi yang demikian, Lora berharap Pemkab Solsel memberikan beasiswa kepada bidang yang masih D3 untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, ia juga berharap Pemkab Solsel memberikan tunjangan kesejahteraan bagi bidan yang mengajar di daerah terpencil seperti di daerah Lubuk Ulang Aling, yang menggunakan perahu sebagai alat transportasi untuk mengunjungi pasien, karena tidak ada jalur darat.
Di tempat terpisah, Haluan mengikuti tugas seorang bidan berstatus PNS. Fifi Maryoni, Bidan Koordinator Puskesmas Lubuak Gadang, memeriksa kondisi bayi berumur dua hari di rumah pasiennya di Jorong Maluih, Nagari Lubuak Gadang, Kecamatan Sangir. Jarak yang harus ditempuh Fifi untuk mengunjungi rumah pasien tersebut terhitung jauh, yakni sekitar 8 kilometer.
Dari rumahnya di Jorong Sungai Padi, Nagari Lubuak Gadang, Fifi mengendarai sepeda motornya seorang diri. Dalam waktu sekitar 20 menit, ia tiba di lokasi. Ia harus berjalan kaki menyusuri jalanan becek sepanjang kurang lebih 300 meter karena jalan rumah pasiennya tidak bisa dilalui dengan sepeda motor.
Fifi mengunjungi pasien tersebut dalam rangka kunjungan nifas dan kunjungan neonatus. Ia memeriksa kondisi kesehatan bayi dengan stetoskop dan menanyakan kondisi kesehatan ibu bayi. Selepas berdialog sebentar dengan pasien, Fifi pulang ke rumah tanpa memungut bayaran sedikit pun dari pasien. (h/dib/erz)