Kecelakaan tersebut bukan kali pertama bagi pesawat Hercules. Sejarah mencatat, sejak awal tahun 2000-an, sudah terjadi empat kali kecelakaan. Kasus pertama terjadi pada 20 Desember 2001 di Lhokseumawe, Aceh Utara. Hercules L-100 milik TNI AU bernomor registrasi A-1329 itu terbakar karena pendaratan overshoot atau tak sempurna. Kasus kedua pada tanggal 11 Mei 2009, di Jayawijaya, Papua. Pesawat Hercules C-130 milik TNI AU tergelincir dan mengalami kecelakaan Lantaran satu ban pesawat lepas di landasan pacu Bandar Udara Wamena. Kemudian kasus ketiga pada 20 Mei 2009, Magetan, Jawa Timur. Pesawat Hercules L-100-30 bernomor registrasi A-1325 menabrak permukiman dan ladang sebelum akhirnya terbakar. Dan kasus keempat pada 30 Juni 2015, Medan, Sumatera Utara Pesawat Hercules C-130 yang mengangkut logistik jatuh menimpa ruko-ruko di Jalan Jamin Ginting, Medan.
Baca Juga : PKB: Permintaan Maaf Nadiem ke PBNU Hanya Suaka Politik agar tak Dicopot Presiden
Perhatian Serius
Peristiwa kecelakaan pesawat itu semestinya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk memperhatikan persoalan alutsista. Apakah masih layak pakai atau tidak, apakah usianya masih mengizinkan untuk mengudara atau tidak, dan masalah lainnya. Karena, walaupun Pesawat Hercules C-130 itu dinyatakan masih layak pakai, ternyata usianya sudah tua. Pesawat itu diketahui buatan tahun 1964. Pesawat yang terkenal tangguh dalam segala medan ini, ternyata juga bias kalah bila dihadapkan pada persoalan usia.
Baca Juga : Bantah Ada Klaster Covid-19 Usai Maulid, Habib Rizieq: Saya Kena dari Bandara Soetta
Perhatian kemudian datang dari berbagai pihak, salah satunya Komisi 1 DPR RI. Kalangan DPR ini meminta agar pemerintah lebih memperhatikan kondisi pesawat, apalagi jika pesawat itu statusnya adalah hibah. Karena, pengalaman kita telah mengajarkan agar kita lebih selektif dalam menerima hibah, jangan sampai kasus Pesawat F-16 yang merupakan hibah USA terulang kembali. Pemerintah harus mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Kita tidak perlu terpaku atau berharap banyak pada pesawat hibah, akan percuma apabila banyak pesawat hibah tapi berisiko kecelakaan. Lebih baik membeli baru, walaupun sedikit tapi kualitas terjamin, ketimbang hibah yang banyak, tapi kualitas dipertanyakan.
Oleh karena itu, sudah benar apa yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi pasca jatuhnya pesawat Hercules C-130, yaitu untuk mengevaluasi alutsista, terutama perihal usianya. Alat-alat yang sudah tidak layak pakai, sepatutnya dimuseumkan dan jika ada yang masih layak pakai, mesti diperhatikan mesin dan hal teknis lainnya.
Baca Juga : Pemerintah Upayakan Pencarian 53 Awak Kapal Selam Nanggala 402
Menunjang Kinerja TNI
Miris memang, mengingat TNI yang notabene merupakan Kesatuan yang disegani di dunia karena segudang kemampuan dan pengalaman, ternyata beberapa Alutsistanya yang beroperasi masih pabrikan lama, alias sudah tua. Hal ini tentu akan mengurangi kekuatan tempur TNI, dan bahkan keselamatan personel juga menjadi taruhan.
Baca Juga : Mau Mudik Pakai Kendaraan Pribadi? Simak Dulu Syaratnya
Peristiwa Hercules C-130 menjadi “duri dalam daging” bagi TNI. Skill mereka tidak diimbangi dengan Alutsista yang dimiliki. Banyak kesatuan Tentara dunia yang belajar skill kepada pasukan-pasukan khusus TNI, apakah itu dari AD, AL ataupun AU. Terlebih baru saja perwakilan TNI juara umum pada Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) atau lomba menembak antar Tentara yang digelar di Puckapunyal, Australia, pada 20-23 Mei 2015 yang lalu. Perwakilan TNI menang mutlak pada kompetisi itu, dengan mengalahkan tuan rumah Autralia dan bahkan USA.
Sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, adalah tugas berat bagi TNI untuk menjaga kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, diperlukan alutsista yang modern dan canggih untuk menopang tugas berat TNI itu. Salah satu alutsista yang penting adalah Pesawat Tempur. Ini digunakan untuk menjaga kedaulatan wilayah udara NKRI. Jalan terbaik menurut saya ada dua, memproduksi sendiri dengan mengoptimalkan PT.Pindad dan pabrikan lain, atau mengucurkan dana lebih agar TNI bisa membeli alutsista yang baru. Dan, jangan sampai Putera-puteri terbaik bangsa kembali menjadi korban akibat peristiwa serupa. ***
IKHSAN YOSARIE
(Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Litbang HMJ-IP FISIP Unand
Pengurus UKM PHP Unand Unand)