Masyarakat akan menilai apakah pencitraan yang dilakukan Cagub-Cawagub, Cabup-Cawabup dan Cawako-Cawawako tergambar dari apa yang telah diperbuatnya selama ini, baik dalam kapasitas incumbent, tokoh masyarakat, anggota legislatif, pengusaha dan lain sebagainya. Jika tidak sesuai antara pencitraan dengan apa-apa yang telah diperbuat selama ini, jangan berharap pencitraan itu akan membuahkan hasil. Bahkan justru sebaliknya akan menjadi bomerang. Masyarakat justru akan antipasti bahkan menganggap si calon yang terkait itu adalah orang munafik yang tidak sesuai antara perbuatan dan perkataan.
Baca Juga : Polda Papua Kerahkan 1 Pleton Brimob dan Satgas Nemangkawi Buru OPM Sabinus Waker di Beoga
Harapan masyarakat, kepada para calon kepala daerah, jangan hanya melakukan pencitraan-pencitraan saja. Sementara realisasi dari pencitraan itu sangat minim bahkan hanya sampai pada teori dan pidato saja. Ada calon yang melakukan pencitraan sebagai orang yang hobi dan peduli dengan dengan seni dan budaya. Ada pula yang mencitrakan diri sebagi sosok yang peduli dengan olahraga tertentu.
Baliho tentang hobi dan seolah-olah peduli seni budaya itu dibuat besar-besar hingga nyaris terpampang di seluruh pelosok negeri. Begitu pula baliho yang gambarnya seolah-olah sangat hobi dan peduli olahraga juga dipasang di puluhan bahkan ratusan tempat dengan biaya ratusan hingga miliaran rupiah. Baliho jabatan adat dan suku sebagai seorang penghulu juga dipasang di mana-mana, seolah-olah juga sosok yang peduli dengan adat dan budaya di Minangkabau.
Baca Juga : KPK Duga Ada Upaya Hilangkan Bukti Kasus Suap Pajak
Tapi sadarlah bahwa sesungguhnya masyarakat kita, baik pemilih lanjutan dan pemilih pemula sudah cukup cerdas dalam menentukan pilihan, mana yang patut dipilih dan mana yang belum patut diberi amanah. Bagi masyarakat yang perlu bukan hanya sekedar pencitraan, tapi yang nyata. Masyarakat tak perlu atau tak mengharuskan kepala daerahnya menjadi pegiat kesenian yang ditandai gambar balihonya ukuran raksasa. Yang dibutuhkan masyarakat bagaimana kepala daerah itu melakukan pembinaan dan mendorong agar dunia kesenian maju berkembang. Itu dibuktikan oleh alokasi anggaran dan program-program yang disiapkan. Baliho-baliho pencitraan tentang berkesenian jadi percuma, kalau ternyata anggaran berkesenian di APBD sangat minim.
Begitu pula dengan keberadaan baliho raksasa yang gambarnya seolah-olah sosok calon kepala daerah itu sangat peduli dengan dunia olahraga tertentu. Sementara, nyaris seluruh pengurus dan pegiat cabang olahraga di daerah ini mengeluh dan menangis, karena kepala daerah itu mengalokasikan dana anggaran sangat minim bagi dunia olahraga melalui KONI. Akibat minimnya dana, cabang-cabang olahraga pun seperti mati suri.
Baca Juga : Kuatnya Getaran Gempa Malang yang Tewaskan 8 Orang
Atlet-atlet berprestasi pun hilang berhamburan ke daerah lain, karena kepedulian kepala daerah di sini terhadap dunia olahraga sangat rendah. Ada pula calon kepala daerah yang memampangkan foto dengan atribut ninik mamak di baliho raksasanya. Seolah-olah gambar pada baliho itu menyatakan bahwa si calon kepala daerah itu adalah sosok yang sangat peduli dengan perkembangan adat dan juga dengan anak kemenakan mereka. Padahal kenyataannya calon kepala daerah itu adalah sosok yang tidak peduli dengan keberadaan adat istiadat dan lainnya. **