Ikon sumber air su dekat seakan-akan sudah mengental dengan kondisi yang dialami masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan sekarang. Persoalan ketiadaan sarana air bersih yang banyak dikeluhkan masyarakat di sana lambat-laun pun mengurai.
Baca Juga : Elektabilitas Capres Oposisi, Gatot & Rocky Gerung Tertinggi
Namun, keadaan yang menggembirakan semacam itu, masih menjadi harapan yang tersangkut di langit ketujuh bagi masyarakat Nagari Sawah Tangah. Ya, nagari yang letaknya ribuan kilometer dari NTT ini, hingga kini belum terjamah ikon “sumber air su dekat”, alias “jauah bana mambiak aia”.
Sebagai salah satu nagari di Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, Nagari Nagari Sawah Tangah terdampar di bawah kaki Gunung Merapi. Secara geografis Nagari ini memiliki lingkungan yang asri. Di tengah potensi tersebut, memang hal luar biasa lainnya kedamaian yang tercipta, bila sanak saudara coba berkunjung di nagari ini.
Baca Juga : THR Pekerja Wajib Dibayar H-7 Lebaran
Namun, dibalik kelebihan yang ada tersebut, Nagari Sawah Tangah masih diliputi, halnya yang penulis sampaikan tadi, sulitnya mendapatkan air bersih bagi masyarakat. Letak geografis Nagari Sawah Tangah yang di dataran tinggi, kisaran 10 kilometer dari permukaan laut.
Harian Padang Ekspres pada 14 April 2015 lalu pernah meliput kondisi objektif di nagari tersebut. Sekitar 100 hektare areal pertanian masyarakat di Nagari Sawah tangah, Kecamatan Pariangan terancam kekeringan akibat rusaknya irigasi sepanjang 1, 6 kilometer.
Baca Juga : Tertarik Beasiswa LPDP, Ini Syarat dan Cara Pendaftarannya
Bahkan tidak itu saja sekitar 20 petak areal sawah masyarakat belum lagi memiliki irigasi permanen. Hal itu diungkapkan Pj Wali Nagari Sawah Elita D.S.Sos usai meninjau seluruh aliran air sawah masyarakat bersama unsur nagari, Kepala UPT Pertanian Pariangan, Babinsa dan anggota kelompok tani lainnya.
Dari monitoring yang dilakukan dengan mengelilingi seluruh air yang mengairi sawah pertanian, ternyata dari 25 saluran air sawah yang ada baru sekitar 5 aliran sawah yang sudah dibangun pengairannya. Yaitu bandar Tangah tapi yang dibangun melalui dana PNPM, Banda Pulai, banda Sipakam, Banda Galanggah Tangah dan dibangun sepanjang 500 meter tahun ini. Lebih miris lagi ditemukan sekitar 1,6 km dalam keadaan rusak tidak layak pakai dan akibatnya ikut mempengaruhi pendapatan petani nagari sawah tangah.
Baca Juga : Aa Umbara Tersangka, Hengky Kurniawan Ditunjuk Jadi Plt Bupati
Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat. Sebelumnya masyarakat telah melakukan swakarsa dengan membuat pompa air secara tradisional, kemudian sekarang dengan bantuan kerjasama PNPM sejak tahun 2008 telah diari degan kaburator listrik sehingga air hidup dua kali seminggu, dan itu dikenai biaya 10 ribu rupiah per rumah. Upaya lainnya dengan menjemput air ke sungai dengan dirijen oleh perorangan. Kemudian upaya lainnya, terdapat adanya jasa pelayanan penjemputan air dengan biaya enam ribu rupiah sekali jemput.
Kendala pengadaan air: daerah dataran tinggi, sumber mata air jauh ke bawah lembah, minimnya bak penampungan air, biaya listrik untuk pompa air listrik yang relatif mahal, sampai saat ini masih menjadi masalah yang membelenggu bagi masyarakat Nagari Sawah Tangah.
Tulisan sederhana ini laksana mengajak pemerintah untuk mempedulikan masalah tersebut. Sebab air adalah sumber kehidupan, dan air adalah kunci dari pembangunan berkelanjutan (sesuai tema Hari Air Dunia tahun ini adalah ‘Water and Sustainable Development’). Maka dari itu, adalah kewajiban negara untuk melayani rakyat dalam hal penyediaan air bersih—sebagai sumber kehidupan dan entitas pembangunan berkelanjutan.
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 mendalilkan kak atas air sebagai hak dasar melakat (In-Persona) tak bisa dikurangi. Dengan kata lain, hak konstitusional masyarakat adalah memperoleh pelayanan menyangkut kebutuhan hak atas hajat hidup orang banyak tersebut. ***
ALEK KARCI KURNIAWAN
(Aktivis UKM Pengenalan Hukum dan Politik)