“Tiga tahun lalu Sumbar memiliki 600 hotspot, sekarang sudah jauh menurun. Tapi meskipun jumlahnya berkurang, kami tetap siaga hingga awal November nanti. karena diperkirakan kemarau akan terus terjadi hingga akhir November,” kata Faridil.
Baca Juga : Sekolah jadi Klaster Baru Penyebaran Covid-19 di Sumbar
Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Dishut Sumbar, 133 hotspot yang ada saat ini merupakan temuan Januari hingga pertengahan Agustus tahun ini. Dari data tersebut, Kabupaten Dharmasraya menjadi daerah yang paling banyak memiliki hotspot, yaitu sebanyak 39 titik. Disusul Kab. Pessel dengan 21 titik, Kab. 50 Kota dengan 14 titik, Kab. Sijunjung dengan 13 titik, Kab. Mentawai dengan 12 titik dan Kab. Pasaman dengan 11 titik.
Lebih lanjut, Kab. Solok Selatan dengan 9 titik, Kab. Pasaman Barat dengan 6 titik, Kab. Solok dengan 4 titik, Kota Sawahlunto dengan 2 titik, serta Kab. Padang Pariaman dan Kab. Tanah datar dengan masing-masing satu titik. Selebihnya, Kab. Agam, Kota Solok, Kota Padang dan Kota Payakumbuh tidak memiliki hotspot sama sekali.
Baca Juga : Kendalikan Banjir Sungai Batang Lembang Solok, Pemprov Butuh Bebaskan 2,5 Hektare Lahan
“Di antara semua itu, pantauan di Agam dan Pasaman Barat sangat menggembirakan. Jika sebelumnya menjadi daerah rawan hotspot, saat ini Pasaman Barat hanya menyisakan 6 titik. Bahkan di Agam tidak ditemukan hotspot sama sekali,” tambahnya lagi.
Harapannya, lanjut Faridil, tren penurunan drastis seperti di Agam dan Pasaman Barat turut diikuti oleh daerah-daerah lain. Tentunya dengan menghentikan pembukaan lahan hutan dengan cara membakarnya.
Baca Juga : Pemkab Padang Pariaman Raih Nilai SAKIP B
“Kami selalu rutin ke lapangan untuk mengawasnya. Sosialisasi manfaat hutan, pembinaan dan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) terus dilakukan agar masyarakat lebih peduli terhadap kebakaran hutan,” tutupnya. (h/mg-isq)