Menurutnya, songket Silungkang memiliki sifat kain yang keras dan kaku sehingga kurang nyaman dipakai sehari-hari, akibatnya peluang pasar yang tersedia pun menjadi terbatas, karena hanya bisa digunakan oleh orang-orang atau beberapa kegiatan tertentu saja.
Baca Juga : Waduh! Putin Murka, 10 Diplomat AS 'Diusir' dari Rusia
Pemberian motif yang terlalu banyak dan tidak mengindahkan nilai-nilai estetika serta selera pasar, dikhawatirkan akan menghambat perkembangan pemasaran hasil produksi pengrajin, sehingga pekerjaan berbulan-bulan untuk menghasilkan songket yang berkualitas menjadi sia-sia dan tidak memiliki nilai tambah bagi para petenun songket, sebagai ujung tombak produksi songket Silungkang.
“Menurut pengamatan saya, hal itu juga dipicu oleh ketidakjelian para pedagang songket yang biasanya juga bertindak sebagai pemodal, untuk melakukan terobosan-terobosan seperti yang dilakukan kerajinan jenis tekstil lainnya di Indonesia, seperti batik, ulos, songket Sambas dan lain sebagainya,” kata dia.
Baca Juga : Brutal! Aksi Penembakan Membabibuta Tewaskan Delapan Orang di Indianapolis AS
Dia mengatakan, untuk beberapa jenis songket yang ada, sebagian diantaranya sudah melakukan inovasi-inovasi baru sebagai salah satu strategi dalam meraih persentase pasar, semuanya masih mampu mempertahankan keaslian motif yang dihasilkan walaupun sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Khusus songket Silungkang, motif yang muncul merupakan bentuk-bentuk yang sudah ada sejak awal dikenal, seperti motif Pucuak Rabuang, Saik Galamai, Bijo Mantimun, Kaluak Paku, Sirangkak Bakuruang, Buruang Dalam Rimbo dan lain sebagainya.
Baca Juga : Pentagon Konfirmasi Kemunculan UFO, dari Bulat hingga Lonjong
“Secara tradisi, motif tersebut harus dipertahankan karena memiliki kekhasan yang tidak dimiliki daerah lain, namun sebagai mahakarya seni pertekstilan yang membutuhkan penetrasi pasar, tentu perlu dipikirkan bagaimana motif tersebut tidak selalu ditampilkan beriringan dalam selembar kain,” kata dia.
Terkait upaya pemerintah kota itu untuk memperkenalkan songket secara luas di dunia internasional, sebagai individu yang pernah tinggal di kawasan Eropa dia mengingatkan tentang pentingnya mempelajari cara hidup serta kebiasaan masyarakat di kota-kota di benua itu yang menjadi pusat mode dunia.
Baca Juga : Gawat! RS India Kewalahan Hadapi Ledakan COVID-19, Seranjang Ditempati 2 Pasien
“Warga di Eropa dikenal sebagai kelompok masyarakat yang lebih menyukai keluwesan dan memiliki cara hidup yang simpel, fakta ini harus menjadi catatan apabila songket silungkang ingin menembus pasar masyarakat ekonomi Eropa,” kata dia.
Sementara itu, salah seorang pengusaha songket asal Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, Putri Ayu(24), mengatakan pengrajin didaerahnya sudah melakukan beberapa pengembangan dari jenis songket asal daerah itu.
“Salah satunya adalah dengan menggabungkan kerajinan songket dengan kerajinan sulaman suji Koto Gadang dalam selembar kain, sehingga memunculkan sebuah kreasi baru dengan menggabungkan jenis - jenis motif lama dari dua sumber kerajinan yang berbeda,” kata dia.
Menurutnya, strategi tersebut cukup jitu dalam upaya meluaskan segmen pasar kerajinan songket karena lebih mampu mengikuti selera konsumen, yang tidak semuanya membeli dengan alasan nilai sejarah dan karya seni. (h/ans)