Dikatakan Iffah, di mata MHTI feminisme yang diterapkan dan didukung pemerintah justru menghantarkan mahasiswi dan generasi bangsa menuju kehancuran. Hal ini juga telah mereka kaji saat Kongres yang dilaksanakan Mahasiswi Islam Untuk Peradaban (KMIP) 2015.
Baca Juga : Sebanyak 2.500 Pedagang Pasar di Kota Padang Divaksinasi
Kongres yang dilangsungkan di 26 kota se Indonesia tersebut ditujukan untuk mengoreksi kesalahan arah pemberdayaan intelektual perempuan dalam menyelesaikan persoalan bangsa.
“Pemberdayaan potensi intelektual muda yang didominasi program pemberdayaan ekonomi mutlak harus dikoreksi. Begitu pula arus global tentang faham feminisme yang gencar dilakukan, namun bertentangan dengan syariat Islam,” tambah perempuan yang mengenakan jilbab lebar tersebut seraya disambut ucapan takbir dari teman-temannya.
Baca Juga : Hari Ini, Pedagang Pasar Raya Melakukan Vaksinasi
MHTI juga menyampaikan, kemandirian perempuan yang banyak digembor-gemborkan adalah bentuk ketidakmampuan negara menyediakan lapangan kerja.
“Selain itu, racun gendre dan kesehatan produksi juga digembor-gemborkan untuk menunda usia pernikahan yang tengah digalakkan BKKBN, ini justru menyuburkan free seks di Indonesia,” ungkap Iffah lagi.
Baca Juga : Jadwal Shalat untuk Kota Padang dan Sekitarnya Kamis 04 Maret 2021
Dari data BKKBN, lanjutnya, sekitar 2,3 juta wanita dewasa muda yang melakukan aborsi karena melakukan hubungan seks di luar nikah.
Dalam aksi ini, beberapa anggota MHTI yang berasal dari beberapa kampus juga bergantian berpidato. Pada intinya mereka menyayangkan sikap pemerintah, yang dinilai justru mendukung konsep kapitalis dalam mengeksploitasi perempuan.
Baca Juga : Ini Tanggapan Hendri Septa soal Siapa Wakil Walikota yang Mendampinginya
Menurut MHTI Banyak hal yang mesti diperbaiki untuk mencegah paham neokolonialis dan feminis berkembang di Indonesia. Mulai dari kurikulum pendidikan tinggi hingga sampai pada kebijakan ekonomi, semua harus menjadi perhatian.
Disampaikan juga, ada tiga bahaya yang akan ditumbulkan dengan adanya kedua paham tadi. Pertama ancaman bagi para ibu, karena tak mampu lagi mendidik generasi-generasi terbaik penerus bangsa, karena sudah sibuk berkerja di luar rumah. Selain itu juga, eksploitasi ilmu yang dimiliki perempuan Indonesia kerap diarahkan pada kepentingan kapitalis.
“Dalam Islam ilmu itu digunakan untuk memperbaiki peradaban. Seperti Fatimah yang mampu mendidik generasi sehingga lahirnya imam besar Imam Safii. Karenanya jika hanya membawa kerusakan, paham Neokolonialis dan Feminis harus dihapuskan, dan dibuang dari dalam diri masyarakat Indonesia” tukasnya.
Menanggapi ini, Wakil Ketua DPRD Sumbar Darmawi mengatakan, DPRD menerima aspirasi tersebut dan dapat mengerti kekhawatiran MHTI. Hal ini akan disampaikan ke komisi terkait untuk dapat di tindaklanjuti, atau didiskusikan mana poin-poin pentingnya.
Darmawi mengarisbawahi juga, soal penerapan emansipasi wanita di Indonesia yang dikaitkan dengan Islam, mesti dikaji dengan banyak pertimbangan. Hal itu mengingat, Indonesia bukanlah negara Islam meskipun merupakan negara berpenduduk mayoritas Islam. (h/mg-len)