Begitupun dalam hal pelaksanaan Pilkada yang digelar secara serentak pada 9 Desember lalu, tak banyak yang bisa menerima dengan lapang dada, bahkan cenderung berujung kepada sengketa karena berharap peluang baru dari gugatan yang diajukan.
Sikap sportif atas pelaksanaan sebuah pesta demokrasi, sejatinya kunci kedewasaan dalam berpolitik. Hal itu setidaknya ditunjukan oleh kontestan Pilkada Kabupaten Solok Agus Syahdeman. Agus yang berpasangan dengan Wahidup menjadi paslon yang pertama mengakui keunggulan paslon lain atas dirinya. Melalui akun media sosial facebook miliknya, Agus mengakui dengan secara terbuka atas keunggulan paslon nomor urut 1 Gusmal-Yulfadri Nurdin sebagai pemenang Pilkada yang diketahui melalui penghitungan cepat.
“Allah telah menentukan, dan masyarakat Kabupaten Solok juga telah menentukan pilihan terbaiknya. Mari kita dukung kandidat yang menang untuk kemajuan Kabupaten Solok ke depan,” kata Agus, kepada Haluan Senin (14/12).
Pihaknya bahkan mengimbau kepada tim kampanyenya untuk bersama-sama mendukung kandidat nomor urut 1 dan mengajak semua elemen masyarakat baik yang terlibat dalam tim ataupun yang tidak, untuk saling berangkulan dan melepaskan segala ketegangan selama Pilkada demi membangun Kabupaten Solok ke depan yang lebih baik.
“Mari kita saling berangkulan demi Kabupaten Solok yang lebih baik lagi. Karena Pilkada hanya bagian dari euforia demokrasi,” bebernya.
Sikap elegan yang ditunjukkan Agus Syahdeman ini praktis mengundang apresiasi dari berbagai kalangan. Bahkan dari pantauan Haluan, di akun facebook miliknya, sejak diunggah Jumat (11/12) lalu sudah dibanjiri ratusan simpati dan komentar positif terhadap tokoh muda Kabupaten Solok kelahiran Nagari Talang ini.
“Kita salut dengan beliau, tokoh muda harapan masa depan. Jalan masih panjang, masih banyak waktu untuk memberikan yang terbaik bagi daerah ini,” kata Ketua Harian Tim Koalisi Solok Bersatu Israr Jalinus yang mengusung paslon nomor urut 1 Gusmal-Yulfadri Nurdin.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PWI Kabupaten Solok Rusmel Dt Sati. Menurutnya, Pilkada sejatinya memang bagian dari proses pembelajaran demokrasi bagi masyarakat. Hanya karena regulasi lah, yang mengharuskan adanya kompetisi sehingga setiap kandidat harus berpacu menggaet dukungan massa. Hal ini tentunya harus disikapi secara arif dan bijak agar tujuan utama untuk mensejahterakan masyarakat dapat diwujudkan.
“Dari pengalaman penyelenggaraan pesta demokrasi seperti Pilkada sebelumnya, banyak hal yang mesti menjadi pembelajaran bagi kita, terutama ketika merajut kembali benang kusut usai Pilkada dan menjadikannya sebuah karya yang luar biasa bagi masyarakat. Dan hari ini masyarakat juga telah mulai dewasa dalam menyikapi euforia ini,” kata Rusmel. (h/ndi)