“Tak ada satu pun yang sesuai. Aku ingin tampil cantik, menarik malam ini,” ujarnya sambil mendengus kesal.
Aku tak lagi heran dengan kebiasaannya itu. Ke manapun dan di manapun selalu ingin tampil cantik dan sempurna. Ia selalu gugup setiap kali berpergian. Terlebih jika hari itu merupakan hari yang istimewa baginya. Tak terkecuali malam ini. Tanpa diberitahu aku pun telah mengetahui tujuannya kali ini. Dari tirai jendela yang terbuka aku dapat melihat, malam ini langit sepertinya sangat ramah. Tidak ada hujan. Langit bertabur bintang. Sangat indah untuk menghabiskan waktu di luar sana. Sedangkan di kamar ini gadisku juga sedang berbahagia.
Baca Juga : Ingat! Bukan Urusan Sepele, Tapi Sering Dianggap Sepele
“Aku akan mengenakan yang ini saja. Aku pasti kelihatan cantik dengan pakaian ini,” tiba-tiba ia berseru dan tersenyum padaku. Aku pun membalasnya.
Kami memang telah berteman baik. Sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah ini, aku memang langsung menyukainya. Dia berbeda. Ia tidak sama dengan gadis-gadis yang kutemui sebelumnya. Tidak seperti Lupita, gadis congkak yang tidak pernah tersenyum itu. Ataupun Rania gadis manja, yang akan melempariku setiap kali keinginannya tidak terpenuhi. Sedangkan Runa lebih sering mengumpat, meluapkan kekesalannya setiap kali aku jujur tentang dirinya. Numi tidak seperti itu.
Baca Juga : Awas! Inilah Dosa Jariyah yang Terus Mengalir
Aku masih ingat bagaimana ia menjumpaiku dengan senyum malu-malu yang membuatku jatuh hati padanya. Saat itu merupakan pertemuan pertama kami. Numi juga memiliki sepasang mata yang indah. Matanya, ya, kedua indera penglihatannya itu memang sangat menarik. Berbinar, riang. Dari matanya aku dapat membaca dan mengetahui segala. Tak ada yang disembunyikan.
Numi pun tanpa basa-basi bercerita panjang lebar tentang dirinya dipertemuan pertama kami. Bagaimana ia sangat senang berada di sini, tidak sabar berjumpa dengan teman-teman baru di sekolah hingga merasakan suasana yang berbeda dengan rumah yang ia tempati dulu. Rumah yang ditempati Numi dan keluarganya dulu selain sering kebanjiran jika hujan turun berhari juga tidak terlalu strategis.
Baca Juga : Kolonel TNI Mati Dibunuh Rekan Sendiri Cuma Gara-gara Politik
“Kalau mau ke mana-mana harus beberapa jam sebelumnya. Jarak antara satu tempat dengan tempat lainnya terlalu jauh,” ia berujar saat itu.
Sudah hal yang biasa jika kesibukan di rumahnya dimulai pagi-pagi sekali. Kedua orang tuanya harus berangkat lebih pagi kalau tidak ingin terlambat tiba di kantor. Begitupula halnya dengan Numi yang telah terbiasa bangun sangat pagi agar tidak dihukum sesampainya di sekolah. Seperti Rino maupun Ubay yang langganan terlambat di sekolahnya.
Baca Juga : Apakah Malaikat akan Meninggal Layaknya Manusia?
“Rumah baru ini sungguh menyenangkan!” aku masih ingat perkataannya kepadaku.
“Aku berangkat dulu. Sampai jumpa!” aku terkesiap dari lamunanku.
Numi telah selesai berdandan rupanya. Seperti biasa tidak ada yang tercela darinya. Gaun hitam berenda di bagian pinggir, riasan sederhana dan tatanan rambut yang dibiarkan tergerai menambah anggun penampilannya. Aku berharap ia bersenang-senang malam ini.
***
Pagi yang cerah. Aku sudah tidak sabar mendengar celotehan Numi tentang malam istimewanya yang baru berlalu beberapa jam saja. Malam yang membuatnya berganti pakaian acapkali itu. Tapi keinginanku sepertinya harus tertunda. Numi masih tidur. Malam yang menyenangkan membuat ia terlelap dengan nyenyak. Hingga ia tidak dapat merasakan sinar mentari yang jatuh di wajah ovalnya. Udara pagi menyibak helaian rambut yang menutupi pipinya. Tak menunggu waktu berapa lama, Numi terbangun. Sepertinya ia terbangun karena ulah berisik kaca jendela yang berbunyi didera udara pagi. Perlahan ia membuka kedua matanya, menggeliat dan beranjak dari tempat tidur. Ia sempat melihat padaku sekilas, sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi merapikan diri.
Beberapa saat kemudian Numi duduk di hadapanku sambil mengucir rambutnya yang panjang. Sebelum memulai ceritanya pagi ini, Numi tersenyum padaku. Senyum yang berbeda.
“Aku bahagia!”
Tebakanku memang tidak salah, acara semalam berjalan lancar rupanya. Numi semakin mendekat padaku. Sedikit berbisik Numi berujar, “Dia lelaki yang menarik. Dia sangat baik.” Numi beberapa kali mengedipkan matanya, menggodaku. Numi bisa menebak pertanyaanku selanjutnya. “Namanya Rei, kakak kelasku waktu SMA dulu. Beda lima tahun denganku. Kami awalnya tanpa sengaja bertemu di acara reuni alumni beberapa bulan lalu.”
Numi tampak tak sabar melanjutkan ceritanya. “Kami makan malam di sebuah restoran. Ia memesan tempat yang spesial buat kami. Kami pun bercerita banyak hal,” Numi mengatupkan telapak tangannya di wajahnya, ia malu untuk melanjutkan ceritanya.
Selain pertemuan yang menyenangkan, Numi juga mengatakan jika lelaki yang baru saja dekat dengannya itu merupakan tipikal pria dewasa yang menjemput dan mengantarnya pulang tepat waktu. Sangat sopan. Aku pun tidak lagi banyak bertanya. Numi telah menemukan apa yang ia cari. Seseorang yang bisa menyayangi, menjaga dan tidak mengecewakannya. Dari raut wajah, binar di bola mata dan cara ia berbicara meyakinkanku jika pria itu memang baik.
***
Hubungan Numi dan Rei semakin dekat. Numi dan Rei kerap pergi bersama. Lebih tepatnya pergi kencan. Setidaknya keberadaan Rei dapat mengusir kesepian Numi yang sejak tiga tahun terakhir tinggal sendiri di rumah yang cukup luas ini. Kedua orang tuanya memutuskan untuk menetap di luar negeri. Numi menolak ikut menemani sang ayah yang bekerja sebagai seorang diplomat. Maka, dengan berat hati hanya ayah dan ibunya yang berangkat. Bukan itu saja, dengan kehadiran Rei, semoga saja Numi bisa menghapus kenangan buruk dengan kekasih sebelumnya.
Numi masih berusia delapan belas tahun saat pertama kali merajut tali kasih. Awalnya hubungan itu berjalan lancar. Namun tidak sampai satu tahun, Seno, nama lelaki itu meninggalkan Numi demi gadis lain. Gadis yang membuat Seno meninggalkan Numi tak lain merupakan sahabat Numi sendiri. Numi merasa sangat sedih. Tidak hanya kehilangan cinta pertamanya. Tetapi juga sahabat yang ia sayangi sekaligus. Setelah itu Numi sempat menjalin hubungan dengan beberapa laki-laki lainnya. Namun tidak ada yang bertahan. Hingga beberapa waktu terakhir Numi berjumpa dengan Rei.
Tidak hanya ekspresi wajahnya yang lebih cerah, sejak kemunculan Rei. Tapi juga sifat pemalu Numi sedikit demi sedikit berubah. Dia pun lambat laun berusaha untuk bersikap lebih dewasa. Baik dari gaya bicara maupun penampilan. Jujur, akhir-akhir ini Numi memang kelihatan lebih seksi dari biasa. Layaknya penampilan wanita-wanita di film Hollywood yang sering kami tonton berdua saat Numi merasa suntuk dan kesepian. Seperti hari ini.
Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh lewat. Sudah lebih dari dua jam. Namun Numi masih belum menyelesaikan riasannya. Dandanan Numi terlihat lebih mencolok dari biasanya. Numi menambahkan eyeliner hitam di kedua matanya. Warna eyeshadow-nya pun tidak lagi warna pastel seperti biasa. Tetapi berganti dengan warna-warna terang yang semakin menambah kesan dewasa di wajahnya. Terakhir, lipstick merah menyala ia pulaskan di bibirnya.
Numi kecil telah berubah menjadi gadis dewasa yang seksi. Terlebih ia mengenakan dress merah menyala dengan belahan dada rendah. Aku tak tahu apakah harus menyukai perubahan itu atau sebaliknya. Namun aku tak peduli selama Numi bahagia dengan apa yang ia lakukan, aku pun akan turut serta.
Tidak hanya penampilannya yang tampak lebih terbuka. Dalam bersikap dan menyatakan pendapatnya Numi terlihat lebih berani dari biasanya. Ia menjadi lebih terbuka dalam menyatakan apa yang ia suka dan tidak suka. Pernah, aku mendengar Numi memprotes kebiasaan Rei yang kerap melarangnya untuk berhubungan maupun berkomunikasi dengan lelaki lain. Meskipun itu hanya sapaan basa-basi yang wajar dilakukan oleh seorang teman ataupun sahabat. Dari situ aku menyadari lelaki yang disukai Numi seseorang yang pencemburu dan posesif.
Pernah juga di lain waktu nada suara Numi meninggi mendapati Rei terlambat menjemputnya dan membiarkan Numi menunggu dua jam lebih. Klise memang, namun yang membuat gadis yang beranjak dewasa itu meradang adalah Rei terlambat menjemputnya karena tertidur dan lupa menyalakan alarm handphone untuk menjemput Numi. Tapi seperti banyak kisah percintaan, perkelahian maupun perseteruan yang terjadi akan semakin merekatkan sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Sangat dekat hingga membuat segalanya di luar kendali.
***
Numi tampak tidak sehat pagi ini. Numi bolak-balik menuju kamar mandi. Dari luar aku dapat mendengar Numi muntah. Wajahnya pucat dan ia tampak sempoyongan. Numi merebahkan badannya di tempat tidur. Aku ingin membantunya atau mengurangi rasa mual yang menyerangnya. Namun aku tidak bisa, aku tidak dapat menyentuh ataupun memeluknya untuk sekedar mengurangi kegelisahan yang dirasakannya. Sudah dua bulan sejak pertemuan terakhir Numi dan Rei waktu itu. Sejak itu Rei tidak pernah lagi memperlihatkan batang hidungnya dan Numi pun nampak putus asa mencoba menghubungi Rei.
“Rei jahat. Setelah apa yang ia lakukan padaku ia menghilang begitu saja!”
Numi menumpahkan kekesalannya padaku sebelum air mata kembali berurai di pipinya. Ya, Numi gadis kecilku yang cantik rupanya telah terjebak. Rei rupanya bukan pria baik yang setia dan penyayang. Dugaanku salah. Rei tak ubahnya lelaki yang hanya memanfaatkan gadis-gadis lugu untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Dan setelah semuanya tercapai ia pun meninggalkan sang gadis. Yang membuatku marah kenapa harus Numi. Gadis baik yang periang itu.
Pagi ini Numi baru saja mengetahui apa yang terjadi padanya. Numi kembali memegang benda itu. Melihat tak percaya. Tanda positif ia jumpai di benda bernama testpack itu. Benda yang biasanya digunakan oleh para perempuan untuk mengetahui apakah mereka hamil atau tidak. Aku merasa sedih mengetahui hal tersebut. Andaikan saja aku dapat menolongnya. Dan bukan benda mati seperti ini, pastinya aku akan membantu Numi menghilangkan kesedihannya. Namun aku hanya dapat memandangi pantulan wajah dan tubuhnya yang telah berubah pada diriku. Andaikan saja, ya andaikan saja aku bukan benda mati. Semuanya pasti akan berbeda.
***
Oleh :
ADE FAULINA