Harga premium turun menjadi Rp7.150 per liter dari sebelumnya Rp7.300 per liter. Sedangkan harga solar turun dari Rp6.700 menjadi Rp5.950 perliter. Pada premium terdapat penurunan harga Rp150, sedangkan pada solar penurunannya Rp750 perliter.
Sebenarnya penurunan harga premium mencapai Rp350 per liter, hanya saja pemerintah membebankan kepada masyarakat pengguna BBM jenis ini pengutan untuk ketahanan energi Rp200 per liter. Sedangkan penurunan harga solar sesungguhnya Rp1.050 per liter, namun karena pemerintah juga membebankan pungutan ketahanan energi Rp300 kepada masyarakat pengguna solar, maka penurunan harga solar yang nyata itu hanya Rp750 per liter.
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
Menteri ESDM Sudirman Said saat pengumaman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/12/2015) mengungkapkan ada tiga komponen pembentukan harga BBM, yaitu harga minyak dunia dan Indonesia Crude Price (ICP), kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), dan efisiensi mata rantai pasokan yang dikelola PT Pertamina (Persero). Sudirman mengatakan pengutan dana ketahanan energi itu akan digunakan untuk riset-riset sumber energi terbarukan. Dasar hukum pungutan dana ketahanan energi itu menurut Menteri ESDM Sudirman Said adalah UU No 30 Tahun 2007 Pasal 30.
Hanya saja paket kebijakan penurunan harga premium dan solar kali ini yang satu kesatuan dengan pungutan ketahanan energi yang dikenakan kepada setiap pembeli BBM akan menimbulkan masalah baru. Pakar Hukum Tata Negara Yursil Ihza Mahendra menyatakan pungutan dana ketahanan energi yang akan dikenakan kepada masyarakat pengguna premium dan solar tersebut tidak ada payung hukum atau regulasinya.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (4): Selamat Tinggal Tahun Kelam
Yusril menegaskan bahwa UU No.30 Tentang Energi Pasal 30 tidak dapat digunakan sebagai payung hukum pungutan langsung kepada masyarakat untuk kegunaan riset-riset ketahanan energi. Pasalnya tidak satu pasal atau ayat pun pada UU Energi tersebut yang memperbolehkan pungutan langsung kepada masyarakat pengguna premium dan solar.
Karena itu Yusril mengingatkan pemerintah agar tidak seenaknya membuat aturan, pelibatan masyarakat terkait pungutan dana ketahanan energi seperti ide Menteri ESDM Sudirman Said. Dikatakan Yusril untuk kepentingan penelitian energi baru dan terbarukan, Pasal 30 UU No. 30 Tahun 2007 menyebutkan bahwa dana riset itu berasal dari APBN, APBD dan dana swasta, yang harus terlebih dahulu dianggarkan. Tidak ada norma apapun dalam pasal 30 UU Energi tersebut yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah, untuk melakukan pungutan langsung kepada masyarakat konsumen BBM. Menurut ketentuannya pungutan haruslah masuk dalam kategori PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang lebih dulu harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan PP itu hingga kini belum pernah ada.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (2): Kita Sungguh Perlu Bersatu
Memang ada sesuatu yang aneh terasa pada kebijakan penurunan harga premium dan solar. Dari zaman ke zaman pemerintah selalu memberikan subsidi BBM kepada rakyat, bukan sebaliknya membebankan rakyat dengan pungutan untuk mengisi pundi-pundi pemerintah walaupun kali ini dalihnya untuk kepentingan penelitian dan pengembangan energi baru dan terbarukan. Sebelumnya Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan, adanya premi untuk Dana Ketahanan Energi sebenarnya merupakan amanat Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Undang-Undang tersebut mengharuskan negara memiliki keseimbangan dalam pengelolaan energi fosil menuju energi terbarukan. Salah satu caranya harus diwujudkan dengan kebijakan pengalokasian sumber daya, yakni dengan membebankan pungutan untuk Dana Ketahanan Energi kepada masyarakat.
Penurunan harga BBM oleh pemerintah, semestinya menjadi kado terindah dari pemerintah kepada masyarakat seiring dengan penyambutan tahun baru 2016. Kado itu akan sangat penting, karena sejalan dengan mulai diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (31 Desember 2015). Meskipun berpotensi menuai masalah sebagaimana yang disampaikan Yusril Ihza Mahendra dan kebijakan ini menurut sejumlah juga sudah sangat terlambat, namun kita tetap berharap akan membawa dampak positif. **
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun(1) : Ekonomi Menyedihkan