Bahkan aksi provokasi kedua negara ini tak berhenti disitu, minggu (13/12) kapal Rusia melepaskan tembakan pada Kapal Turki, dengan dalih agar kapal Turki berpindah posisi, untuk menghindari tabrakan. Beruntung tidak ada kontak langsung yang terjadi.
Rusia meretas jalan kejayaan
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
Seolah ingin mengajak pembaca yang budiman menyusuri jejak-jejak kota “lenningrad” dan “mengenang sejarah glasnost dan prestroika”. Penulis sengaja menyuguhkan cerita historis dibalik kemajuan negara masha and the bear ini. Ulasan-ulasan Rusia kontemporer telah banyak memenuhi jagat “opini publik”. Tapi, sedikit dari kita yang mengetahui bagaimana Rusia sampai pada titik ini.
Semua mafhum bahwasanya, kedigdayaan Uni Soviet telah runtuh. ia larut bersama puing-puing tembok Berlin yang menandakan reunifikasi Jerman. Tahun 1990, merubah peta politik dunia. Francis Fukuyama dengan jumawa menyebut era itu sebagai “The End of History”. Bipolarisme dunia yang dicitrakan melalui persaingan Uni Soviet dan Amerika Serikat dalam “rupa” perang dingin, tidak lagi menemukan tempat di dunia. Keruntuhan Uni Soviet menandai babakan baru Politik Internasional, Amerika Serikat pada tahun-tahun awal setelah keruntuhan Uni Soviet tampil menjadi aktor tunggal, negara superpower.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (4): Selamat Tinggal Tahun Kelam
Namun, ada beberapa hal yang sepertinya tidak terlalu mendapat perhatian. Eksistensi Uni Soviet bisa saja dikatakan runtuh, namun suksesinya tidak bisa dipahami sama. “DNA” Uni Soviet masih mengalir dan tidak pernah benar benar lenyap. Ia menjelma dalam “tubuh” negara Rusia.
Sebagai pewaris trah kedigdayaan Uni Soviet, Rusia tidak ingin bayangan kelam keruntuhan Uni Soviet menghantui hingga kini. Sudah saatnya “move on” dan berpikir kedepan. Tapi bila ditelisik lagi, pencapaian Uni Soviet pada era kejayaannya sangat sulit ditandingi oleh negara manapun di dunia waktu itu, kecuali Amerika Serikat. Dunia pun terbagi dalam dua blok karenanya, blok barat yang diasosiakan kepada Amerika dan Blok Timur kepada Uni Soviet. Kenyataan ini menunjukkan kemajuan tiada tara yang dicapai Uni Soviet. Bahkan Rusia hari ini, sulit menandingi. Sehingga, upaya untuk mewujudkan kembali supremasi Uni Soviet perlahan mulai dilakukan oleh Rusia. Karena, bagaimana pun, mereka perlu belajar dari kedigdayaan masa lalu. Untuk mewujudkan Uni Soviet Baru (the new USSR).
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (2): Kita Sungguh Perlu Bersatu
Lantas, apa saja upaya upaya politik yang kini tengah dilakukan Rusia untuk mengembalikan kedigdayaan Uni Soviet ? atau setidaknya, Rusia kembali memiliki taji dihadapan negara-negara dunia, sebagai negara induk eks Uni Soviet.
Masa-masa awal setelah runtuhnya Uni Soviet
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun(1) : Ekonomi Menyedihkan
Rusia pada masa ini (1990), berada pada ambang ekonomi yang sangat mengkhawatirkan. Suksesi kepemimpinan yang dijabat oleh Boris Yeltsin tidak mampu membawa rakyat Rusia keluar dari jaring kemiskinan. Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 50 persen lebih. Kebijakan-kebijakan strategis diambil untuk mengatasi persoalan ini, namun yang terjadi justru krisis Rusia semakin parah dan akut. Kebijakan shock teraphy yang diadopsi dari Polandia serta privatisasi perusahaan perusahaan milik negara, hanya memunculkan kaum oligarki. Mereka menguasai aset-aset negara. Pada akhirnya, Gap antara si kaya dan miskin ternganga lebar.
Perubahan mulai terjadi semenjak suksesi Yeltsin dilanjutkan oleh Vladimir Putin. Terpilih sebagai Presiden Rusia pada tahun 2000. Banyak sekali kemajuan berarti yang dicapainya.. Antara tahun 1999 sampai 2007 PDB Rusia naik rata-rata 6,8 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi meningkat pesat dan signifikan. Industri-industri peninggalan Uni Soviet dimaksimalkan lagi kapasitas produksinya, terbukti Rusia saat ini merupakan negara produsen senjata yang paling di segani. Varian-varian produk militer Rusia banyak diekspor dan menjadi pilihan. Tak pelak, Amerika Serikat memandang Rusia sebagai kompetitor terbesar, yang memicu terjadinya arm race (Perlombaan Senjata).
Pada titik ini, kesuksesan Rusia untuk membangun kedigdayaan kembali tengah “dipasung” di lajur yang tepat. Sosok Putin tak bisa tidak disebutkan sebagai intelectual daader kemajuan Rusia saat ini. Karakteristiknya yang dingin, dan tidak menekankan kepemimpinannya pada perspektif ideologis-seperti Komunisme Uni Soviet-membuat ia lebih leluasa dalam mengambil kebijakan. Jalan pikir pragmatis ditonjolkannya selagi itu bertujuan untuk membangkit kejayaan Rusia. Seirama dengan pernyataan Deng Xiaoping bapak Modernisasi China, “tidak peduli kucing itu mau berwarna apa, yang penting dia bisa menangkap tikus”. Putin-sentris jelas tengah berkecamuk di Rusia. Ia dianggap sebagai manifestasi kemajuan Rusia era post Uni Soviet State.
Uni Eurasia (gagasan revitalisasi Uni Soviet)
Tidak banyak yang tahu, regionalisme di eropa tengah bersimetris. Populisme Uni Eropa memang belum ada yang menandingi dalam konteks integrasi Ekonomi dan Politik. Namun, nun jauh ke “tanah siberia” rancang bangun Integrasi Ekonomi dan Politik sedang di “godok”.
Pasca disintegrasi Uni Soviet mejadi 15 negara pecahan, negara-negara ini dihadapkan pada realita sosial, ekonomi dan politik yang tengah terpuruk. Rusia seperti dijelaskan diawal, pecahan Uni Sovet yang paling dominan, pada periode awal setelah disintegrasi mengalami krisis ekonomi dan politik berkepanjangan. Dapat dibayangkan bagaimana kondisi yang dihadapi oleh 14 negara pecahan uni soviet lainnya.
Ide mengenai pendirian organisasi regional menjadi jawaban atas visi Putin untuk mengembalikan trah Uni Soviet. Dalam artikel yang ditulisnya, di sebuah harian di Rusia, Izvestia pada 4 oktober 2011, Putin secara lantang dan terbuka menyerukan pembentukan “Uni Eurasia”.
Menurutnya, melalui Uni Eurasia negara-negara eks Uni Soviet dapat membangun hubungan kerjasama ekonomi yang intens. Aliran kuasa modal dan sumber daya manusia akan lebih massif. Imbasnya, terwujud “stabilitas perkembangan ekonomi global”. Negara-negara eks Uni Soviet pun menyambut baik gagasan ini. Terutama Belarus dan Khazakstan.
Patut untuk digaris bawahi, pemaknaan Uni Soviet dalam alam pikir (realm of thinking) Putin, bukan lagi mewujudkan negara berbasis ideologis yang ketat. Tapi, Uni Soviet baru yang dipahami sebagai wujud dari kebangkitan ekonomi negara-negara yang dulu tergabung didalamnya. Langkah-langkah pragmatis kapitalis tak apa-apa ditempuh, selagi itu meguntungkan bagi negara negara anggotanya- Beda dengan Uni Soviet dahulu yang begitu tegas untuk mewujudkan pemerintahan tanpa kelas, dan menolak segala bentuk tindak kapitalis neoliberal dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pada akhirnya, reinkarnasi kedigdayaan Uni Soviet Baru tinggal menunggu waktu saja. (*)
NABHAN AIQANI
(Ketua Umum UKM Pengenalan Hukum dan Politik Unand)