“Angka ini sedikit perlambatan dibandingkan triwulan II yang tumbuh 6,3 persen,” kata Kepala perwakilan BI Sumbar Puji Atmoko di Padang, Selasa (29/12).
Ia menyampaikan hal itu dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Sumbar Triwulan III 2015 yang diterbitkan BI perwakilan Sumbar.
Menurut dia penyebab terbesar turunnya pertumbuhan UMKM terjadi pada kredit skala menengah yang terus mengalami perlambatan sejak setahun terakhir dan terjadi kontraksi minus 1,2 persen pada triwulan III.
Sementara itu pertumbuhan kredit skala mikro mencapai 17,9 persen dan skala kecil 2,7 persen atau nisbi stabil, ujarnya.
Ia mengatakan berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit UMKM tersebut terjadi pada sektor ekonomi Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) yang tumbuh melambat menjadi 5,6 persen pada triwulan III dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,9 persen.
Sektor ekonomi perdagangan, hotel dan restoran sangat berpengaruh pada penyaluran kredit UMKM karena porsi kreditnya yang sangat tinggi mencapai 62 persen dari total kredit UMKM, diikuti oleh sektor pertanian 14 persen, dan industri pengolahan 9 persen, paparnya.
Ia menyampaikan secara umum, kegiatan usaha berskala UMKM menjadi salah satu penopang perekonomian di Sumbar karena jumlahnya yang besar dan kontribusi kredit yang cukup tinggi mencapai 33 persen dari total kredit bank umum.
Kemudian, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM diikuti dengan memburuknya kualitas pembiayaan kredit UMKM. Pada triwulan III rasio Non Perfoming Loan (NPL) atau kredit bermasalah UMKM meningkat menjadi menjadi 6,7 persen dari sebelumnya 6,2 persen.
Puji mengingatkan rasio kredit bermasalah tersebut melampaui batas aman yang ditetapkan oleh BI sebesar lima persen, sehingga perlu menjadi perhatian perbankan daerah untuk terus melakukan pengawasan secara mendalam terhadap kinerja debitur UMKM, dan meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
Sementara Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan Sumbar Indra Yuheri menyebutkan pertumbuhan kredit perbankan di Sumbar dalam tiga tahun terakhir tumbuh dari Rp34,31 triliun menjadi Rp40,48 triliun.
Ia mengatakan ke depan pihaknya akan mengembangkan pengawasan terintegrasi terhadap perbankan berdasarkan risiko kepada bank secara individual maupun yang terintegrasi dengan layanan jasa keuangan lainnya. (h/ans)