Sehubungan dengan itu, salah satu langkah teknis yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah menyelenggarakan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus berdasarkan Permendiknas No. 70 tahun 2009.
Sejak keluarnya Permendiknas No. 70 tahun 2009 tersebut, secara bertahap mulailah kota bahkan provinsi yang ada di Indonesia mencanangkan sebagai kota ataupun provinsi inklusif. Termasuk diantaranya kota Payakumbuh, dan yang baru-baru ini kota wisata Bukittinggi yang pokja inklusinya langsung diketuai oleh Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah Raga kota Bukittinggi, serta kota Padang sendiri telah menjadi kota inklusif dan akan menuju provinsi inklusif.
Pada penyelengggaraan sekolah inklusi dibutuhkan insrument input memadai sebagai penunjang keberhasilan program iklusifitas. Salah satu diantaranya adalah peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) atau Guru Pendidikan Khusus yang dikenal saat ini. GPK adalah guru yang bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang pernah mendapatkan pelatihan tentang penyelenggaraan sekolah inklusi. Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang memiliki kualifikasi /latar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang bertugas menjembatani kesulitan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan guru kelas/mapel dalam proses pembelajaran serta melakukan tugas khusus yang tidak dilakukan oleh guru pada umumnya.
Keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi, sangat ditentukan oleh stekholder, pemangku tugas sebagai pelaksana sekolah inklusi. Maka merupakan suatu keharusan mereka adalah orang-orang yang paham akan inklusi itu sendiri, dalam artian mereka adalah orang-orang yang ahli dibidangnya. Disamping itu, peran dari Guru Pembimbing Khusus juga merupakan faktor penentu keberhasilan dalam mewujudkan sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan, Guru Pembimbing Khusus (GPK) merupakan guru yang terlibat dan berhadapan langsung dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah inklusi. Jika suatu sekolah telah menyelenggarakan sekolah inklusi, suatu yang mustahil akan berhasil jika tidak adanya GPK sebagai ujung tombak keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi.
Peran dan Tugas Guru Pembimbing Khusus
Guru Pembimbing Khusus (GPK) sebagai center of education yang mempunyai tugas penting dalam pendampingan anak berkebutuhan khusus, mempunyai tugas dan peran dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yang dijabarkan dalam Permendiknas No. 70 tahun 2009 yang meliputi: (1) menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran, (2) membangun system koordinasi antara guru , pihak sekolah dan orang tua peserta didik, (3) melaksanakan pendampingan anak berkelainan pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi, (4) memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkelainan yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan khusus kepada anak-anak berkelainan selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkelainan.
Adanya kewajiban berupa tugas, tentunya juga harus dibarengi adanya hak yang harus diperoleh oleh Guru Pembimbing Khusus (GPK) menyangkut pelaksanaan tugas-tugasnya. GPK perlu pengakuan atas tugas yang dilaksanakan, baik berupa SK sebagai GPK dari dinas terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan setempat. Selanjutnya juga pengakuan atas jam mengajar di sekolah inklusi yang berhubungan langsung dengan Angka Kredit sebagai bahan untuk kenaikan pangkat. Disisi lain, GPK disamping bertugas di Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai sekolah induknya, mereka juga harus datang ke sekolah inklusi yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak jarang, jarak yang ditempuh tidaklah dekat, artinya tidak bisa hanya dengan berjalan kaki. Berkaitan dengan hal tersebut tidak dipungkiri mereka harus mengeluarkan biaya perjalanan, hal ini diharapkan menjadi perhatian, khususnya dari pemangku tugas yang diberi wewenang dalam penyelenggaraan sekolah inklusi.
Hal lain yang juga mesti jadi perhatian bagi penyelenggara sekolah inklusi adalah, penerimaan dan pengakuan warga sekolah terhadap keberadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah inklusi. Kehadiran mereka dinantikan dan dibutuhkan oleh warga sekolah khususnya guru kelas dan guru mata pelajaran. Mereka dalam bertugas bukan berdiri sendiri, namun saling berkolaborasi dalam menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Tidak jarang terjadi misunderstanding antara pihak sekolah inklusi mengenai peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolahnya. Tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus dikelasnya tetap dipegang oleh guru kelas, bukan diserahkan sepenuhnya kepada GPK. Melainkan antara guru kelas dan GPK saling bekerjasama dalam melayani anak berkebutuhan khusus, mulai dari mengidentifikasi anak, mengasesmen anak, sampai kepada menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi anak tersebut. Program Pembelajaran Individual (PPI) ini terkadang juga tidak semua anak berkebutuhan khusus membutuhkannya. Disinilah GPK berperan yaitu sebagai tempat berbagi pengalaman bagi guru kelas dan guru mata pelajaran, karena tidak semua guru di sekolah reguler paham siapa dan bagaimana menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus serta apa pembelajaran yang dibutuhkan mereka sesuai dengan kekhususan anak tersebut.
Rendahnya peran berupa kinerja guru inklusif, dalam hal ini GPK, guru kelas dan guru mata pelajaran, diperkuat oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh Tim Helen Keller Internasional (2011) di beberapa provinsi, salah satunya Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Menjelaskan bahwa guru dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan hanya melalui program sosialisasi. Dalam konteks birokrasi program sosialisasi lebih ditujukan untuk persamaan persepsi dalam pelaksanaan suatu program daripada peningkatan kompetensi. Artinya guru belum mendapat bekal kompetensi yang memadai dalam mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada sekolah penyelenggara inklusi. Sekolah inklusi adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada Anak Berkebutuhan Khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak pada umumnya di kelas yang sama.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi perlu didukung oleh tenaga pendidik keahlian khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus secara umum. Salah satu tenaga khusus yang diperlukan adalah Guru Pembimbing Khusus (GPK). Dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pedoman Implementasi Pendidikan Inklusi, ada 8 (delapan) komponen yang harus mendapatkan perhatian dari pemangku kepentingan (stakeholder) sekolah inklusif, yaitu : (1) peserta didik, (2)kurikulum, (3) tenaga pendidik, (4) kegiatan pembelaran, (5) penilaian dan sertifikasi, (6) manajemen sekolah, (7) penghargaan dan saksi, (8) pemberdayaan masyarakat. Tenaga Pendidik yang terdapat dalam point ke tiga adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan tertentu yang melaksanakan program pendidikan inklusi.
Tenaga pendidik meliputi: guru kelas, guru mata pelajaran, (Pendidikan Agam, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus (GPK). Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang pernah mendapatkan pelatihan tentang penyelenggaraan sekolah inklusif. Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang memiliki kualifikasi /latar belakang pendidikan luar biasa yang bertugas menjembatani kesulitan Anak Berkesulitan Belajar (ABK) dan guru kelas/mapel dalam proses pembelajaran serta melakukan tugas khusus yang tidak dilakukan oleh guru pada umumnya. Subagya (2011).
Dengan demikian, mengingat pentingnya peran dan tugas dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam penyelenggaraan sekolah inklusi, yang mencakup segala permasalahan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah. Maka antara kewajiban dan hak mereka semestinyalah adanya keseimbangan. Sesuatu yang telah seimbang, alhasilnya akan dipetik sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya anggaran tersendiri bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) sesuai kapasitasnya sebagai GPK, maka sekolah inklusi yang sebenarnya akan terwujud, bukan sekedar pelabelan dan formalitas semata. ***
MASYITAH M.PD
(Guru SDLB Manggis Ganting Bukittinggi)