Lima napi yang kabur itu adalah Zainal Abidin panggilan Zainal alias Adnan (33), alamat terakhir Desa SP Seumirah Kecamatan Nisam (antara Kabupaten Aceh Utara dengan Lhokseumawe NAD). Zainal Abidin melanggar UU Narkotika No.35 tahun 2009 dengan nomor putusan : 03/PID.B/2013/PN.PYK tanggal 6 Mei 2013 dengan lama pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider satu bulan, dengan ekspirasi (masa tahanan) tanggal 21 September 2027.
Kedua adalah Eria Ananda Caniago panggilan Kandung (37), alamat terakhir Kampung Jawa Kecamatan Tanjung Harapan Solok. Eria melanggar UU Narkotika No.35 tahun 2009 dengan nomor putusan : 67/PID.B/2011/PN.MDL tanggal 21 Juni 2011 dengan lama pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider lima bulan, dengan ekspirasi tanggal 22 Desember 2025.
Ketiga, Hari Dasmanto panggilan Hari alias Bule (24), alamat terakhir Seberang Padang Jln Jerong Kel. Seberang Padang Kec. Padang Selatan Kota Padang. Heri Dasmanto melanggar UU Narkotika No.35 tahun 2009 dengan nomor putusan : 1.295/PID.B/2013/PN.PDG tanggal 10 Juli 2013 dengan lama pidana 4 tahun penjara dan denda Rp800 juta, subsider dua bulan, serta nomor putusan : 311/Pid.B/2014/PN.PDG tanggal 9 September 2014 dengan lama pidana 5 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp1 miliar, subsider tiga bulan, dengan ekspirasi 19 September 2022.
Kemudian, Ali Murtala panggilan Ali (21), Warga Desa Binje Kec. Nisam Kab. Aceh Utara NAD. Ali Murtala melanggar UU Narkotika No.35 tahun 2009 dengan nomor putusan : 85/Pid.Sus/2014/PN.TJP dengan lama pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider satu bulan, dengan ekspirasi tanggal 17 September 2029. Terakhir, Febrika Jondra panggilan Eka (25) warga Batu Nadua Desa Abtu Sondet Kec. Batahan Kab. Pasbar. Febrika Jondra melanggar UU Narkotika No.35 tahun 2009 dengan lama pidana 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider enam bulan, dengan ekspirasi tanggal 19 Oktober 2023.
Sebelumnya, seorang tahanan Lapas Klas IIA Bukittinggi, Waldisis berhasil melarikan diri Kamis 12 November 2015 sekitar pukul 18.15 WIB setelah mendorong sipir. Waldisis sendiri ditangkap Polres Bukittinggi pada 4 Mei 2015 dalam kasus narkoba dengan barang bukti 20 gram sabu. Saat kabur, Waldisis masih berstatus tahanan kejaksaan yang dititipkan di Lapas Klas IIA Bukittinggi, karena yang bersangkutan masih dalam proses persidangan.
Sementara pada Sabtu 7 November 2015, dua Napi Lapas Klas IIA Bukittinggi juga melarikan diri dengan cara melompat tembok setinggi 2,5 meter sekitar pukul 05.30 WIB. Kedua Andika (30), warga By Pass Kec. Mandiangin Koto Selayan Bukittinggi yang menghuni Blok A, serta Alpen Adri (31) yang mendekam di Blok D. Sebelumnya, kedua tahanan itu ditangkap dalam kasus pencurian. Karena terjadi tiga peristiwa tahanan/napi kabur dalam kurun waktu dua bulan belakangan sebelum tahun 2015 ditutup, tentu menjadi sebuah konsekwensi dan keharusan untuk mengevaluasi total Lapas Klas IIA Bukittinggi di Biaro. Banyak hal yang mesti terjawab di Lapas itu, sepertri over kapasitas, infrastruktur, kedisiplinan petugas, kekurangan SDM secara kuantitas dan juga kualitas, sistem pembinaan dalam lapas dan lain sebagainya.
Problema lapas atau tahanan yang over kapasitas, tentu tidak saja terjadi pada Lapas Bukittinggi saja, tetapi nyaris terjadi di seluruh tanah air. Tetapi mengapa Lapas Bukittinggi yang tiga kali bobol. Persoalan infrastrukur juga menjadi catatan penting, sebagaimana yang dikeluhkan pihak Lapas Kelas. Kedisiplinan petugas, menjadi hal yang sangat penting dan bisa menjadi kata kunci mengapa sampai tiga kali kebobolan. Berikutnya persoalan jumlah dan kualitas SDM yang bertugas juga menjadi sesuatu yang menjadi perkerjaan rumah yang . Selanjutnya adalah sistem pembinaan dalam Lapas juga penting menjadi bahan evaluasi. Tentu saja sistem pembinaan yang diterapkan ke depan, diharapkan dapat mengembalikan secara bertahap para napi/tahanan untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat. Evaluasi tentu juga perlu dilakukan pada lapas lainnya, sehingga masalah di Lapas Bukittinggi tidak terjadi pula di lapas lainnya. **