Cita-cita kecilnya adalah menjadi seorang dokter, namun jalan hidup telah membawanya menjadi seorang guru atau yang biasa dikenal sebagai pahlawan tanda jasa. Inilah sepenggal kisah yang dijalani Zainal Akil.
“Dulunya memang ingin jadi dokter, keinginan itu juga didukung orang tua. Namun, saat ujian pada fakultas yang dimaksud ternyata tak ada jalannya di sana, dan tidak lulus. Kemudian masuk ke kampus IKIP Padang dengan mengambil jurusan kimia, dan tamat disana jadi tenaga pendidik hingga sekarang,” ulas Ketua PGRI Sumatera Barat terpilih masa bakti XXI 2014-2019 ini dengan tertawa.
Baca Juga : Beragam Tradisi Unik Masyarakat Adat Indonesia di Bulan Rajab
Jika dihitung waktu, dua puluh tiga tahun sudah ia berkecimpung dengan profesi yang tak masuk dalam impian masa kecilnya itu. Dan, sekarang profesi guru adalah suatu yang sudah tak bisa dipisahkan dalam dirinya.
Beragam suka duka dengan pekerjaan ini juga ia jalani dengan penuh kesabaran. Diantaranya, selama enam tahun ia sempat menjadi guru honor dengan gaji seadanya. Saat itu, tak dipungkiri penghargaan materi didapat jauh dari kata cukup, tapi ia memilih bertahan dengan alasan tidak ingin profesi yang ia tekuni dijalani dengan setengah-setengah.
Baca Juga : Ini Daftar Hewan Langka yang Perlu Kamu Lihat Sebelum Punah
Di masa Zainal memilih menjadi guru ini, jangankan tunjangan sertifikasi, gaji saja barangkali tak cukup. Kehidupan guru, apalagi guru honor pada saat itu apa adanya. Alhamdulillah, jika masyarakat mau berbagi beras yang mereka makan dengan para guru ini. Namun di era 80an ini, guru benar-benar menjadi Super Hero di tengah masyarakat. Hal inilah yang membuat Zainal tak mau meninggalkan profesinya ini. Jadi dokter maupun guru, keduanya sama, Super Hero di tengah masyarakat.
“Jika sudah memutuskan, mau tak mau suka dukanya memang dilewati. Tidak ada beban melakukannya, karena saya menganggap semua ini sebagai suatu tanggungjawab,” ucap ayah empat anak itu.
Baca Juga : Berminat untuk Menjadi Penyelam? Ini Tipsnya untuk Pemula
Karena tak ingin setengah-setengah, pekerjaan juga ia jalani dengan penuh disiplin. Selagi tidak sakit, suami dari Anesa Dewi Hartati itu tak akan mau melimpahkan pekerjaannya pada orang lain.
Tak pernah juga terlintas dipikirannya meliburkan diri mengajar dikala cuaca tidak mendukung. Untuk yang satu ini, Kepala SMA PGRI I Padang tersebut pernah punya pengalaman harus menyimpan sepatu dan pakaian tambahan dalam tas. Ini dilakukan saat ia pergi ke sekolah dalam cuaca hujan.
Baca Juga : Pembelajaran Ideal Anak saat Pandemi
“Dulu saya kesekolahnya kan dengan motor. Kalau hujan, cipratan air yang biasanya berasal dari kendaraan lain sering membuat pakaian jadi kotor. Agar tetap bisa tampil bersih di depan siswa saya putuskan membawa pakaian dan sepatu ganti di dalam tas,” tuturnya dengan tersenyum mengenang memori masa lalu.
Terkait hubungannya dengan siswa didik, pria asal Pasaman ini adalah orang yang pandai menempatkan sesuatu dengan tempatnya. Saat mengajar ia sangat menghindari suasana kaku. Tujuannya agar siswa yang mengikuti pelajaran bisa rileks dan tidak tegang menerima materi yang disampaikan. Ya, maklum Zainal mengajar mata pelajaran kimia, yang banyak ditakuti siswa sama halnya dengan mata pelajaran matematika.
“Kalau terlalu serius pastinya mereka akan ragu untuk terbuka, dan itu akan menghambat keinginan mereka menyampaikan pertanyaan tentang pelajaran yang belum dimengerti. Tapi, meskipun santai semuanya tetap harus displin tidak ada yang boleh terlambat dan melalaikan tugas,” tuturnya.
Pribadi Zainal yang sudah bak ayah bagi muridnya ini seakan tak akan pernah terlupakan oleh mantan murid ini. Zainal yang tegas dan disiplin ini, ternyata tidak membuat muridnya menjauh.
“Jadi teringat waktu sekolah dulu dikejar sama bapak karena melihat murid perempuan yang tidak pakai jilbab setiap Jumat,” begitu kenang siswanya yang dilayangkan dalam akun facebook milik Zainal.
Tak hanya sukses menjadi kenangan dalam benak muridnya, belakangan ini Zainal juga sukses menjadi kenangan di benak para guru-guru. Zainal Akil yang juga melakoni Ketua PGRI Sumbar ini, tak henti-hentinya berteriak di media massa agar pemerintah mensejahterakan guru. Ia sangat tidak ingin melihat pengorbanan guru yang sudah bekerja 24 jam ini, jadi sia-sia karena kesejahteraannya tak pernah dipenuhi. Baginya, cukup dirinya yang merasakan susahnya jadi guru honor, dengan pendapatan seadanya. Di tengah perkembangan zaman saat ini, sudah tidak pantas lagi nasib guru diabaikan begitu saja. ***
Laporan: LENI MARLINA