Kasus DBD berjangkit di Kota Padang, khususnya di Kelurahan Jati Baru. Akibatnya, dua warga meninggal. Respon kelurahan dinilai lamban.
PADANG, HALUAN — Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang mencatat 225 kasus Demam Berdarah Dangue (DBD) sejak Januari hingga 10 Maret 2016. Sementara itu di Kelurahan Jati Baru, Kecamatan Padang Timur, dua anak diduga terjangkit DBD mengembuskan napas terakhir. Warga setempat menyayangkan lambannya respon kelurahan terhadap laporan yang mereka sampaikan jauh-jauh hari.
Baca Juga : Hendri Septa Lepas 30 Pejabat Eselon III Pemko Padang Ikuti Pelatihan Kepemimpinan Administrator
Rabu (9/3) lalu, Viona (13), warga RT 02/RW 02 Kelurahan Jati Baru mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M Djamil, Padang. Kuat dugaan Viona terjangkit DBD setelah mengalami panas tinggi yang naik-turun. Ia sempat dirawat dan akhirnya dipulangkan karena panasnya berangsur pulih. Namun, beberapa hari kemudian Viona kembali mengalami panas tinggi. Viona pun dilarikan ke rumah sakit, sayangnya nyawanya tak lagi tertolong.
Kemudian pada Sabtu (12/3), Aulia (12) yang juga warga Jati baru, mengembuskan napas terakhir setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit yang sama.
Baca Juga : PLTU Teluk Sirih Disiapkan Pemko Padang untuk Ketersediaan Energi Listrik Bagi Investor
Pejabat Pemberi Informasi dan Dokumentasi (PPID) RSUP Dr M Djamil, Gutafianof, kepada Haluan membenarkan bahwa keduanya mendapatkan perawatan tersebut. Selain itu, saat ini masih ada satu pasien kritis lain yang berasal dari kelurahan yang sama dan juga diduga terjangkit DBD.
“Kami belum bisa memastikan apakah benar itu DBD, baru sebatas dugaan karena belum dilakukan pengecekan sampel darah. Itu wewenang dokter untuk menyampaikannya,” katanya, Minggu (13/3)
Baca Juga : Jadwal Shalat untuk Kota Padang dan Sekitarnya Minggu 28 Februari 2021
Kepala DKK Padang, Eka Lusti, kepada Haluan mengatakan, untuk kasus DBD di Jati Baru, ia telah mendatangi tempat tersebut bersama petugas pelaksana fogging. Dari kunjungannya memang ditemukan jentik nyamuk positif di sekitar lingkungan tempat tinggal pasien-pasien yang diduga terjangkit DBD tersebut.
“Kami datang ke sana dan memang ada jentik positif. Sebelum jatuhnya korban meninggal, kami tidak menerima laporan dari siapa pun, baik dari kelurahan, puskesmas maupun warga. Tiba-tiba ada laporan kasus meninggal, makanya kami datangi,” katanya.
Baca Juga : Mahyeldi Naik Jadi Gubernur Sumbar, Siapa Pengganti Wali Kota Padang?
Dijelaskannya, untuk melakukan fogging, DKK selama ini melihat data di rumah sakit dan puskesmas. Sehingga tidak hanya menunggu laporan dari warga. Meskipun begitu, warga bisa melapor kapan saja jika memang ada dugaan kasus DBD. Bisa melalui RT, lalu ke RW dan Kelurahan, atau bisa langsung ke Puskesmas.
Pantuan Haluan di Kelurahan Jati Baru, banyak warga resah dan menyayangkan respon pemerintah kelurahan yang lamban. Menurut warga, dugaan DBD telah ditemukan jauh-jauh hari dan langsung dilaporkan kepada RT. Kemudian RT telah melaporkan kepada RW, kelurahan dan puskesmas.
“Kami sudah melaporkan ke RT, RT juga sudah melaporkannya ke RW, puskesmas dan lurah, tapi tidak ada tanggapan sama sekali untuk melakukan fogging. Baru setelah ada kasus meninggal ini ada fogging, padahal kami melapor sudah jauh-jauh hari,” kata Sepriadi, perwakilan warga Jati Baru.
Dijelaskannya, ketika laporan disampaikan kepada kelurahan, lurah meminta warga untuk mengurus surat X Nol untuk permintaan fogging ke Dinas Kesehatan atau Puskesmas. Hanya saja, warga merasa bahwa itu adalah tugas kelurahan, sehingga warga heran kenapa malah warga yang disuruh membuat surat tersebut.
“Di sini kami lihat kelambanan RW dan lurah. Warga tidak mengerti soal surat menyurat seperti itu. Seharusnya itu jadi tanggung jawab mereka karena kami sebagai warga telah melapor. Sedangkan pihak puskesmas mengaku tidak pernah mendapat laporan, padahal kami sudah melaporkan juga pada puskesmas, tapi responnya juga tak ada,” kesal Sepriadi lagi.
Sementara itu, Lurah Jati Baru, Mahdalena, mengakui bahwa ia memang menerima laporan dugaan DBD jauh-jauh hari. Atas laporan tersebut, ia meminta warga untuk membuat surat X Nol untuk pengajuan fogging. “Tapi tak satu pun warga yang mengantarkan surat itu pada saya,” katanya.
Selain itu, Ir, petugas puskesmas yang ditemui saat Haluan melakukan pantauan di lapangan, mengaku bahwa sebelumnya pihaknya tidak mendapatkan informasi apa pun mengenai wabah DBD di Kelurahan Jati Baru. Pernyataan itu lantas menyulut protes warga di lokasi pantauan karena mereka merasa sudah melapor ke puskesmas.
Mengenai hal ini, Kepala DKK Padang Eka Lusti menyayangkan lambannya respon kelurahan dalam menanggapi informasi dari warga. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada aturan khusus untuk meminta fogging bagi kawasan yang sudah nyata-nyata terjangkit DBD.
“Sebenarnya tinggal laporkan saja, tidak perlu berbelit-belit dengan surat menyurat. Jika benar aturan tersebut disampaikan kelurahan, itu keliru. Karena jika ditemukan kasus, pakai SMS pun bisa untuk permintaan fogging,” tegas Eka lagi.
Sepanjang Maret ini, lanjut Eka, DKK mencatat kasus DBD sebanyak 15 kasus. Sedangkan untuk fogging, terus dilakukan setelah adanya laporan warga. “ Kami berusaha menanggapi laporan secepatnya, selain itu kami juga rutin mengecek data ke rumah sakit dan puskesmas,” katanya lagi.
Meskipun begitu, Eka tak menyangkal bahwa perilaku sehat warga Kota Padang masih sangat rendah, sehingga peluang perkembangan jentik nyamuk DBD masih terbuka lebar. Untuk itu, ia juga mengimbau kelurahan agar giat mendorong warga untuk melakukan gotong royong untuk membersihkan tempat-tempat yang bisa menjadi tempat perkembangan jentik nyamuk.
Kepala DKK Padang mengatakan, seluruh kasus tempat ditemukannya dugaan DBD telah direspon dengan melakukan fogging, dengan fokus jarak radius 200 meter dari rumah temuan kasus. Selain itu, DKK Padang juga telah melakukan dua kali fogging masal di dua kawasan ‘peningkatan kasus tertinggi’, yaitu di Pegambiran dan Bungus. Sedangkan hingga saat ini, jumlah ‘temuan terbanyak’ adalah di kawasan Kuranji. (h/isq)