Pengelolaan kawasan hutan seluas 780 ha dengan sistem kekeluargaan mungkin akan membuat Anda bertanya. Apakah mungkin bisa dilakukan? Dan Seperti apa hasilnya? Selama ini yang kita tahu pengelolaan hutan dilakukan dengan sistem yang terintegrasi dengan pengawasan dari dinas terkait yang kompeten.
Tidak ada salah untuk berkunjung ke kawasan hutan rakyat di Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Tempat yang mudah dijangkau dengan moda transportasi apapun. Bahkan hanya satu jam dari pusat Kota Padang atau menghabiskan waktu 25 menit dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM).
Baca Juga : SKB 3 Menteri Terkait Pemakaian Seragam siswa Perlu Ditinjau Ulang
Banyak hal yang luar biasa yang bisa ditemui di kawasan ekowisata ini. Selain dapat belajar dengan alamnya yang masih terjaga, Anda juga dapat melihat hewan langka yang selama ini sudah sangat jarang ditemui yaitu masyarakat setempat menyebutnya burung kuau.
Kuau yang dikenal masyarakat setempat serupa dengan burung merak dengan ekor panjang dan menawan ketika terkembang. Sekretaris Camat, Batang Anai, Inda menyebutkan, burung kuau ini tidak lagi tampak semenjak 2013 lalu. Dimana saat itu kawasan hutan di Sungaui Buluh kritis karena pembabatan lahan.
Baca Juga : Jangan Ikuti! Iblis Penebar Hoaks Pertama
“Bahkan kami menganggap burung endemik ini sudah punah. Karena tidak lagi tampak wujudnya,” ungkap Indra kepada Haluan di Padang Pariman saat kunjungan Jurnalistik ke lokasi perhutanan sosial Sumbar Selasa, (15/3) siang.
Namun, setelah kawasan hutan ini kembali ditata dengan dan dirawat burung endemik ini kembali terlihat di sekitar kawasan hutan rakyat Sungai Buluh, Batang Anai.
Baca Juga : Surau Inyiak Djambek, Warisan Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam
“Bahkan beberapa warga menemunkan beberapa lokasi yang tempat burung langka ini kawin,” terangnya.
Ditambahkan Walinagari Syaharudin bahwa semenjak kembali diperbaikinya hutan ini beberapa satwa lainnya seperti siamang (Sebangsa monyet, red) yang sebelumnya telah menyeberang ke hutan lain, kembali ke hutan rakyat Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai tersebut.
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
“Sangat banyak manfaat yang bisa dirasakan 16.640 warga Sungai Buluh dengan dikelolanya hutan ini kembali. Mulai dari ketersediaan air bersih, udara yang segar, dan juga bisa dijadikan sumber perekonomian masyarakat,” katanya kemarin.
Diceritakan Syaharudin, bahkan pada 1998 lalu masyarakat Sungai Buluh pernah bertengaar karena kekurangan air. Karena saat itu hutan yang menjadi sumber air tidak dikelola seperti saat ini.
“Semua itu berubah setelah pengelolaan hutan ini diberikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat Sungai Buluh sudah paham dan mengerti bagaimana mengelola hutan bukan merusaknya,” tandasnya.
Bahkan dengan kerjernihan dan ketersediaan air yang melimpah Sungai Buluh menjadi pemasok air untuk BIM. “Tidak tertutup kemungkinan nantinya akan ada pengeloaan air kemasan di sini seperti di daerah Kabupaten Solok dengan mata air Gunung Talang-nya,” ungkapnya.
Setali tiga uang dengan Syaharudin Ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari sungai Buluh, Ali Dt Rajo Panghulu menuturkan, masyarakat di Sungai Buluh terus diberikan pendidikan dan pengetahuan tentang merawat dan menjaga hutan. Masyarakat diimbau untuk tidak merusak hutan dengan cara apa pun.
“Surat Keputusan (SK) pengelolaan hutan rakyat ini memang baru kami terima 2013 lalu, namun dengan waktu tiga tahun sudah banyak yang bisa kami lakukan,” pungkasnya.
Ditambahkan anggota DPRD Kabupaten Padang Pariaman, Hasan Basri yang juga berasal dari pengurus LPHN Sungai Buluh di kawasan hutan rakyat ini juga tengah dikembangkan kawasan wisata keluarga dengan beberapa potensi yang ada seperti air terjun sarasah Sungai Buluh dengan ikan larangannya, serta beberapa kawasan hutan yang masih belum terjamah oleh manusia.
“Banyak yang Anda bisa dapatkan jika berkunjung ke sini. Selain kawasan yang asri dengan hamparan sawah yang luas dan latar belakang hutan yang masih perawan akan membawa sensasi pelepas penat yang harus dikunjungi,” jelasnya.
Masyud dari Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat pada Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Masyarakat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mengapresiasi langkah masyarakat Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai dan juga pemerintah Kabupaten Padang Pariman dalam pengembangan hutan masyarakat.
Menurutnya banyak manfaat yang bisa didapat dari pengelolaan hutan selain hasil kayu yang memang mempunyai nilai jual. “Hasil kayu hanya memberikan masukan 5 persen, akan sangat berbeda dengan pengelolaan hasil hutan non kayu yang dapat memberikan manfaat hingga 95 persen,” tandas Masyud.
Hasil hutan non kayu ini katanya dapat berupa hasil berupa karet dari pengembangan karet, durian, tanaman obat rumahan dan pengelolaan sebagai ekowisata seperti kawasan sungai ikan larangan.
“Bahkan hutan ini apabila dimanfaatkan dengan baik akan menjadi sumber pangan nasional. Semoga terus dimanfaatkan dan dipertahankan. Ini modal besar untuk masyarakat Sungai Buluh,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Amin dari United Nation Development Program (UNDP), bahwa Sumbar masuk kedalam provinsi yang difasilitasi UNDP untuk pengelolaan hutan rakayat dari enam provinsi yang jadi prioritas UNDP.
“Untuk provinsi lain seperti Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat hanya pada pencegahan kebakaran hutan. Diharapkan ini menjadi penyemangat bagi masyarakat di Sungai Buluh,” katanya. ***
Laporan: ISRA CHANIAGO