PADANG, HALUAN — Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut (TNI-AL) siap diterjunkan untuk melakukan operasi pembebasan 10 warga Indonesia yang disandera dari militan Filipina. Karenanya, untuk menggerakkan pasukan, khususnya dari matra laut, TNI AL menunggu perintah dari Panglima TNI.
Komandan Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Ade Supandi saat ditemui di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), pada Rabu (30/3) mengatakan, pihaknya tengah melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan para sandera. Untuk perintah komando, dilakukan satu pintu yakni melalui Panglima TNI. “Kami memang memfokuskan penyelamatan terhadap para sandera, tapi itu satu komando. Bergerak kata panglima, semua bergerak,” ucap jendral bintang empat ini.
Baca Juga : Warga Sungai Sapiah Padang Mulai Berdatangan Menyambut Kedatangan Jenazah Angga
Menurutnya, TNI selalu siap dalam situasi apapun, karena sudah menjadi tugas abdi negara untuk menjaga NKRI dan keselamatan warga negara.
Dalam struktur TNI AL, ada beberapa satuan elit yang bertugas untuk mengahadapi ancaman khusus seperti Komando Pasukan Katak (Kopaska), Intai Amfibi (Taifib), dan Detasemen jala Mengkara (Denjaka). Satuan khusus tersebut memiliki klasifikasi di atas rata rata prajurit biasa. Mereka dididik dengan kemampuan menguasai semua matra.
Baca Juga : GOR H Agus Salim Padang Ditutup, Pedagang: Sabtu dan Minggu Harinya Kami
Salah satu contoh kemampuan yang dimiliki oleh Taifib adalah dapat berenang sejauh tiga kilometer dengan tangan dan kaki terikat. Taifib sendiri tergabung dalam satu batalyon, atau disebut Yontaifib, dan mempunyai tugas pokok membina dan menyediakan kekutan unsur amfibi maupun pengintaian dan operasi oleh satuan tugas TNI AL atau tugas operasi lainnya.
Sedangkan Kopaska atau setara dengan Kopasus di TNI AD, juga mempunyai kemampuan khusus. Tugas utama mereka adalah menyerbu kapal dan pangkalan musuh, menghancurkan instalasi bawah air, penyiapan perebutan pantai dan operasi pendaratan kekuatan amfibi. Bahkan banyak dari pasukan khusus ini juga ditugaskan menjaga pejabat tinggi negara seperti pengawalan Presiden.
Baca Juga : Layanan Kesehatan Warga Binaan, Rutan Padang Teken MoU dengan Puskesmas Anak Air
Sedangkan Denjaka merupakan pasukan elit yang dilatih harus menyelesaikan suatu pendidikan yang disebut PTAL (Penanggulangan Teror Aspek Laut). Pendidikan Denjaka memakan waktu 6 bulan, detasemen ini memang dikhususkan untuk satuan anti teror walaupun mereka juga bisa dioperasikan di mana saja terutama anti teror aspek laut.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan untuk proses pembebasan sandera dilakukan oleh pusat, pemerintah dalam hal ini tidak mempunyai kewenangan. Hanya saja kata Gubernur bagi keluarga di Padang agar bersabar.
Baca Juga : Memasuki Musim Kemarau, Perumda AM Kota Padang Minta Warga Hemat Air
“Ini sudah diurusin pemerintah pusat, kalau dari daerah kita tidak bisa intervensi,” ungkapnya.
Gubernur juga mengimbau agar nelayan di Sumbar untuk tidak melaut hingga ke perbatasan Filiphina karena memang terbilang berbahaya. “Bagi nelayan Sumbar jangan melaut ke daerah perbatasan dengan Filipina, karena di sana berbahaya, itu saja imbauannya,” tutup Gubernur.
Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah yang ditemui terpisah, berharap seluruh sandera bisa dibebaskan dengan selamat, termasuk salah satu warga Kota Padang yang ikut dalam pelayaran sebuah kapal barang naas itu, Wendi Rahka Dian (27).
“Kami mendoakan Wendi selamat dan Pemerintah Indonesia menyikapi dengan baik, tepat dan arif,” sebut Walikota usai membuka Musrenbang tingkat Kota Padang di Hotel Bumi Minang, Rabu (30/3).
Wendi sendiri merupakan warga jalan M. Hatta, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Padang. Dia juga putra sulung dari Aidil, Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota Padang.
“Berdasarkan pengalaman, Pemerintah Indonesia selalu sukses dalam kejadian seperti ini. Kita selalu piawai dan bisa melakukan pendekatan sehingga tidak jatuh korban,” sebut Walikota Padang.
Hingga saat ini, kedua orangtua Wendi Rahka Dian masih harap cemas menunggu nasib anaknya. Apalagi kabarnya saat ini anaknya beserta sembilan awak kapal lain dibawa ke suatu pulau menunggu uang tebusan.
“Mudah-mudahan keluarga dalam ketenangan dan kesabaran. Kita akan coba komunikasikan dengan pihak terkait untuk upaya itu. Semoga semuanya lancar dan baik,” harap Mahyeldi.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Menlu) RI Arrmanatha Nasir menyebut bahwa saat ini pihaknya tengah berkonsentrasi untuk menyelesaikan kasus ini. Termasuk berkoordinasi secara langsung dengan Menlu Filipina Jose Rene Dimataga Almendras. “Prioritas kami saat ini adalah keselamatan 10 WNI yang disandera,” katanya seperti dikutip dari salah satu media nasional.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Ryamizard Ryacudu menjelaskan pihaknya saat ini terus melakukan koordinasi dengan pihak Menhan Filipina. Sebab, saat ini posisi tahanan berada di wilayah kedaulatan Filipina. Sehingga TNI tidak bisa masuk begitu saja.
Seperti diketahui, milisi Abu Sayyaf membajak dua kapal yang mengangkut batu bara dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina. Kapal tersebut mengangkut 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Diperkirakan, kapal dibajak pada 26 Maret lalu. Kelompok milisi Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 50 juta Peso (Rp 14,4 miliar).
Wendi Rahka Dian terakhir kali berkomunikasi dengan orangtuanya pada Rabu (23/3) lalu. Usai shalat Maghrib, Wendi berkomunikasi dengan kedua orangtua dan adik-adiknya. “Wendi sempat bercanda dengan adik-adiknya,” kata Asmizal, ibu Wendi.
Setelah itu menamatkan pendidikan di SMP 10, ia melanjutkan sekolah ke SMA 9. Wendi lalu menimba ilmu ke sekolah perkapalan di Jakarta selama 3 bulan. Setelah tamat, Wendi bekerja di kapal. (h/ows/rvo/isr)