TIMIKA, HALUAN — Wakil Ketua Komisi VII DPR Fadel Muhammad berpendapat bahwa PT Freeport Indonesia perlu segera mendapatkan kepastian hukum dari pemerintah, untuk memperpanjang kontrak usaha pertambagannya di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
“Kita sependapat bahwa perlu perpanjangan untuk melihat perkembangan Freeport, agar ada kepastian bagi mereka melaksanakan usaha,” kata Fadel di Mimika, Senin (2/5), saat belasan anggota Komisi VII DPR melakukan kunjungan kerja ke Timika, dalam rangka meminta masukan dari Pemkab Mimika dan pihak-pihak lain, terkait pembahasan perpanjangan kontrak usaha pertambangan Freeport.
Baca Juga : Januari-Maret, 657 Bencana Landa Indonesia
Menurut Fadel, ada tiga agenda utama kunjungan kerja Komisi VII DPR ke Timika terkait Freeport, yaitu menyangkut pembangunan industri smelter, perpanjangan kontrak usaha pertambangan Freeport dan soal divestasi saham Freeport.
Menyangkut soal divestasi saham Freeport, Komisi VII DPR berpandangan bahwa hal itu haruslah pemerintah yang ikut terlibat. “Kita setuju divestasi ke pemerintah, tidak ke papa minta saham, tidak ke individual atau ke orang-perorangan,” kata politisi dari Partai Golkar itu.
Baca Juga : HMI Tolak Keras Perpres Investasi Miras
Fadel menegaskan, ada sejumlah BUMN yang bergerak di bidang pertambangan yang nantinya akan membeli sebagian saham Freeport.
Adapun menyangkut keharusan bagi Freeport untuk membangun industri pemurnian tambang (smelter) dalam negeri, Fadel mengatakan hal itu bisa saja dilakukan di Papua atau di luar Papua dengan mempertimbangan segala macam aspek teknisnya.
Baca Juga : Selain Mobil dan Rumah, Menko Airlangga Siapkan Insentif untuk Hotel hingga Resto
“Kita akan melihat apakah smelter itu bisa dibangun di Papua atau di Gresik. Industri smelter harus dibangun. Kita lihat bagaimana dari segi ekonominya, kemungkinannya bagaimana, kita akan diskusikan dengan pihak Freeport dan Pemda,” jelas Fadel.
Dalam beberapa kali pertemuan antara Komisi VII DPR dengan pihak Freeport, Kementerian ESDM dan Pemda Papua, diketahui bahwa tidak mudah membangun industri smelter di Papua karena terkendala masalah teknis.
Baca Juga : Divonis 2 Tahun Penjara, Penyuap Rizal Djalil Masih Pikir-pikir Ajukan Banding
“Pertimbangan aspek teknis itu yang harus kita hitung dengan baik. Jadi, kita harus realistis melihat masalah ini,” kata Fadel. (h/ans)