PADANG, HALUAN — Djasneli (49) tak pernah menyangka kalau usaha Kue Piciak-piciak yang dirintisnya dari bawah, memberikan keuntungan yang dapat membiayai kuliah dua anaknya hingga wisuda.
Meski hanya ibu rumah tangga yang cuma tamat SMK, Djasneli sangat peduli terhadap pendidikan tiga anaknya. Menyadari suaminya hanya seorang pekerja bengkel, ia ikut memperkuat ekonomi keluarga, dengan menjalankan usaha secara kecil-kecilan di rumahnya, Jalan Alang Laweh Koto II No. 18, Kelurahan Alang Laweh, Kecamatan Padang Selatan, Padang. Awalnya ia membuat kacang tojin, dengan kemasan kecil lalu dititipkan di kedai-kedai terdekat. Kemudian berganti dengan Kue Piciak-piciak. Hasilnya, kini dua anaknya sudah wisuda dan seorang lagi masih SMP.
Baca Juga : Emas Antam Turun Rp5.000, Jadi Rp 918 Ribu per Gram
Djasneli membuat Kue piciak-piciak dari tepung beras, cabai merah, udang, telur dan bumbu yang diraciknya sendiri. Kuenya itu dicicipi oleh keluarganya pada lebaran 1999. Di antara beberapa anggota keluarganya yang mencicipi kue itu, ada yang mengatakan bahwa Kue Piciak-piciak buatan Djasneli rasanya enak dan renyah dan sangat pantas dijual.
Beberapa bulan kemudian, keluarga Djasneli tersebut menghubungi Djasneli agar menyiapkan Kue Piciak-piciak, karena dia akan datang ke Padang bersama teman-teman sekantor di Padang Panjang. Rombongan familinya itu langsung membeli Kue Piciak-piciak buatan Djasneli. Ada yang setengah kg, ada pula yang 1 kg. Total terjual hari itu sekitar 10 kg, dengan harga penjualan Rp25.000 per kg.
Baca Juga : Pasar Keuangan Indonesia Merah Membara: Rupiah Keok, IHSG Rontok, Emas Pegadaian Merosot
Sejak itu, Djasneli menekuni usaha Kue Piciak-piciak. Diawali dengan membuat dua kilogram, kemudian dikemas menjadi delapan bungkus dengan merek “Kue Piciak-piciak Sasuai Salero”. Sebungkus berisi seperempat kg. Setelah dipasarkan, ternyata tidak sesuai dengan perkiraan semula. Sambil menenteng Kue Piciak-piciak, ia menelusuri satu per satu toko kue di Jalan Pondok hingga ke Jalan Nipah. Peluh bercucuran membasahi tubuh, karena berjalan kaki di bawah teriknya cahaya mentari, tetapi tak satu pun toko bersedia menampung.
“Kaki sudah sangat letih berjalan, haus bukan kepalang, kue yang saya tawarkan ditolak pula oleh pemilik toko. Cobaan yang sangat berat,” kenangnya saat ditemui Haluan belum lama ini.
Baca Juga : Pagi Ini Nilai Tukar Rupiah Stagnan di Rp 14.260/US$
Kegagalan di hari pertama itu, tidaklah menyurutkan semangatnya. Djasneli terus berusaha menawarkan kue buatannya. Berkat keyakinan dan kesabaran, akhirnya ada satu toko kue yang bersedia memasarkan kue piciak-piciak buatan Djasneli. Ditaruh lima bungkus, setelah sepekan baru dilihat, untuk mengetahui sudah terjual atau belum.
Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Setiap pekan ada saja toko kue yang bersedia memasarkannya, sehingga kelelahan yang membuat Djasneli nyaris putus asa itu, akhirnya terobati. Kini, sedikitnya 25 toko kue dan mini market di Padang memasarkan produk Djasneli. Produksi rata-rata 100 kg per bulan dengan harga penjualan Rp50.000 per kg,” “Sejak 2015, mereknya saya ganti menjadi Kue Piciak-piciak Buk Djas Sasuai Salero,” imbuhnya. (h/rb)
Baca Juga : Turun 6%, Harga Emas Drop di Bawah US$ 1.700