Dua puluh tahun sudah Desiwarti mengabdikan diri pada Museum Rumah Kelahiran Dr. Mohammad Hatta. Sebagai pengelola rumah bersejarah itu, ia sendiri yang merawat, membersihkan, sampai memandu pengunjung yang datang. Ironisnya, meski sudah 20 tahun, statusnya tak lebih dari seorang tenaga honorer.
“Silakan masuk, boleh foto-foto, tapi jangan memegang barang-barang. Kursi dan kasur jangan diduduki,” begitu pesan Desi, setiap kali pengunjung menginjakkan kaki di rumah kelahiran Proklamator RI yang berada di Jalan Soekarno-Hatta Kawasan Mandiangin Koto Salayan, Kota Bukittinggi.
Baca Juga : SKB 3 Menteri Terkait Pemakaian Seragam siswa Perlu Ditinjau Ulang
Saat masuk ke museum, mudah disimpulkan bahwa museum itu memang dikelola oleh orang yang tepat. Mulai dari setiap kamar yang tertata rapi dan nyaris tak berdebu, kamar kecil yang bersih, hingga buku tamu yang penuh tulisan kesan puas dari pengunjung.
Desiwarti akan setia memandu tamu yang ingin tahu lebih banyak tentang lika-liku kehidupan Bung Hatta sedari muda hingga ujung usianya. Ia seolah telah khatam riwayat hidup sang Proklamator kebanggaan Ranah Minang. Mulai dari ‘Kamar Bujang Bung Hatta’, hingga dapur tempat Bung Hatta makan di masa remaja, ia tahu seluk-beluk sejarahnya.
Baca Juga : Jangan Ikuti! Iblis Penebar Hoaks Pertama
Meskipun Desiwarti hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA), kefasihannya menceritakan sejarah rumah kelahiran Bung Hatta tak kalah dari para guru sejarah di bangku sekolah. Ia mengaku mendapatkan pengetahuan tersebut dari ketekunannya membaca berbagai buku tentang Bung Hatta, juga beberapa cerita langsung dari keluarga besar Bung Hatta.
“Saya selalu membaca buku Pak Hatta, juga buku-buku sejarah yang merangkum kisah-kisah beliau. Pernah satu kali, seseorang menelpon saya dan mengutarakan niat untuk berkunjung. Saat ia sampai di sini, saya tanyakan dia dari mana, ternyata dia orang Indonesia yang tinggal di Amerika, dan memang sengaja berkunjung untuk menelusuri jejak Bung Hatta,” katanya lagi berkisah.
Baca Juga : Surau Inyiak Djambek, Warisan Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam
Pengunjung itu mengaku kagum terhadap kekhataman Desiwarti akan sejarah rumah kelahiran Bung Hatta. “Pas, tahun dan tempat yang anda sebutkan sesuai dengan yang ada di berbagai literatur,” kata Desiwarti menirukan pujian tamu tersebut.
Mengabdikan diri untuk Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta sejak 1996, Desiwarti mengaku tidak pernah merasa bosan. Baginya, mengabdikan diri di Rumah Bung Hatta sama halnya dengan mengabdikan diri pada sejarah bangsa. Karena yang ia rawat adalah peninggalan-peninggalan bersejarah yang ikut menjadi aset negara.
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
“Saya melewati waktu di sini dengan bekerja sepenuh hati. Masuk pukul 07.30 WIB, dan baru pulang pukul 17.30 WIB. Saya hanya sendiri di sini sebagai pengelola dan perawat, sekaligus pemandu. Selain saya, ada dua orang lagi yang bertugas sebagai pengamanan,” ucapnya lagi.
Berbagai pengalaman berkesan pernah dirasakan Desiwarti selama mengelola Rumah Kelahiran Bung Hatta. Seperti saat pertama kali Presiden RI Joko Widodo, berkunjung ke Sumbar dan menyempatkan diri singgah di museum tersebut.
“Saat itu 8 Oktober, Pak Jokowi datang ke sini. Presiden mendoakan agar saya selalu sehat dan ikhlas dalam menjaga rumah Bung Hatta. Saya juga sempat mengadu bahwa saya masih pegawai honor, belum diangkat jadi pegawai negeri meski telah mengabdi 20 tahun. Belum termasuk pengabdian saya dari tahun 1985 sampai 1996 di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bukittinggi,” katanya lagi.
Selain Presiden RI, keluarga besar Bung Hatta juga kerap berkunjung dan berpesan kepada Desiwarti. Biasanya, keluarga Bung Hatta datang beserta anak cucu yang masih belia untuk mengenalkan lebih jauh silsilah keturunan keluarga mereka.
“Kalau keluarga Bung Hatta, berpesan agar saya bisa merawat semampu saya rumah ini. Dan mereka mendoakan semoga pekerjaan saya ini pahala bagi saya,” imbuh wanita 57 tahun itu.
Tak jarang pula Desiwarti menerima dan memandu tamu yang datang berombongan. Meskipun harus menghadapi jumlah tamu yang banyak, bahkan mencapai 300 orang sekali kunjungan. Tapi ia mengaku tak pernah keteteran, asalkan pengunjung mematuhi semua aturan kunjungan.
Pernah juga beberapa kali pengunjung tidak mengindahkan aturan, seperti berfoto-foto di atas kasur atau duduk di kursi rumah. Tapi Desiwarti selalu memberi pengertian agar pengunjung tersebut memahami pentingnya merawat peninggalan bersejarah.
Meski sudah 20 tahun mengelola Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta, Desiwarti mengaku belum berpikir meninggalkan pekerjaan yang dicintainya itu. Ia berharap, dengan pekerjaan itu ia banyak mendapatkan kebaikan dalam menjalani kehidupannya.
“Sedikit banyaknya saya coba menerapkan keteladanan Bung Hatta dalam diri saya. Seperti sifat kejujuran dan keikhlasan beliau dalam bekerja. Meskipun tak semuanya bisa saya terapkan, saya usahakan semaksimal mungkin,” tutup Ibu empat anak tersebut. (*)
Oleh : JULI ISHAQ PUTRA